Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Pelajar Zina, Butuh Solusi Negara

Topswara.com -- Seorang siswi P (16) melakukan hubungan intim dengan gurunya D (57). Temannya sengaja merekam, dengan maksud sebagai bukti ke istri sang guru. Namun videonya viral. Ironisnya, murid dan guru itu dari sekolah Madrasah. Artinya bukan sekolah yang tak paham agama (viva.com).

Lebih ironis lagi, siswi itu adalah Ketua OSIS yang berprestasi dengan segudang kemampuan akademik. Tentunya bukan anak lugu dan kurang informasi. Pastinya bukan anak kecil yang tidak tahu mana yang benar dan mana yang salah. Apalagi perbuatan zina itu sudah menjadi opini umum sebagai perbuatan dosa besar. Tapi mengapa bisa terjadi? 

Alasan yang beredar, dia yatim piatu. Sering mendapat hadiah dan perhatian dari gurunya. Ternyata, hubungan intim itu bukan baru sekali, tapi berkali-kali. Menurut kepala sekolah berinisial RB, asmara terlarang itu sudah terjalin sejak 2022. Pihak sekolah lama-lama mencium gelagat tidak beres, hingga pada 2022, keduanya “disidang” secara tertutup. Namun keduanya membantah.

Tahun 2023, kembali keduanya dilaporkan karena hubungan yang mencurigakan. Setelah diperingatkan, lagi-lagi keduanya membantah. Hingga Agustus 2024, istri D mendatangi rumah kepala sekolah RB, melaporkan hubungan terlarang suaminya dengan P. Ada Dugaan keduanya sudah melakukan persetubuhan. Hingga 6 September, terekamlah video asusila keduanya. Na’udzubillahi mindzalik. 

Begitulah, jika melakukan maksiat dan sudah diingatkan berkali-kali tetap dilanjutkan. Bukannya berhenti dan bertobat, malah menjadi-jadi. Tibalah saat Allah membuka aib keduanya. Kini, sang guru dikenai pasal perzinahan anak di bawah umur dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara. Sedangkan sang siswi, mengalami tekanan mental karena malu adegannya menjadi tontonan sejagat maya seluruh dunia. 

Sementara itu, di sebuah konten, seorang anak laki-laki bertanya pada anak perempuan, apa yang dilakukan senakal-nakalnya saat pacaran. Dengan cekikian, gadis 13 tahun itu menjawab, “check in.” Artinya, bersama pacar dia pernah berzina di hotel. Berapa kali? Entahlah. Pelaku lain yang diwawancara, anak perempuan 15 tahun, juga menjawab hal yang sama. Lugas, tanpa rasa malu dan risih. Na’udzubillah.

Tidak berhenti sampai di situ. Sebelumnya, kita digemparkan oleh pengakuan dr Yulfa. Ia menangani pasien, anak SD 10 tahun, yang mengaku berhubungan badan dengan pacarnya berumur 13 tahun. Ceritanya, ia menginap ke rumah temannya. Ternyata di situ ada pacarnya yang dikenal dari medsos 2 minggu sebelumnya. Terjadilah hubungan badan. 

Tantenya yang curiga terjadi apa-apa, membawanya ke dokter kandungan. Dan, ternyata selaput daranya telah robek. "Saya kehabisan kata-kata, Ya Allah Ya Robbi," ucap dr Yulfa. Ironisnya, sang anak malah mengaku menikmati hubungan badan itu. Menganggapnya sebagai pengalaman yang menyenangkan. Na’udzubillahi mindzalik.

Kematian Moral Bangsa

Anak-anak SD, SMP hingga SMA lazimnya fokus belajar dan belum mengenal praktik hubungan intim. Tapi mengapa anak-anak baru baligh itu seperti biasa saja berzina? Sampai-sampai tak lagi menganggap itu sebagai aib. Mengakui dengan bangga, tanpa ada rasa malu sedikitpun. Inikah hasil pendidikan kurikulum merdeka? 

Ini tidak bisa dibiarkan. Ini adalah kematian moral bangsa. Maraknya anak-anak usia pelajar berzina, harus menjadi perhatian penguasa. Karena, kasusnya bukan satu-dua saja, tapi bisa puluhan hingga ratusan ribu. Ini fenomena gunung es.

Masih ingat, berapa banyak anak-anak kecil yang minta dispensasi kawin karena hamil duluan? Di satu provinsi saja, misal di Jatim, mencapai 15 ribu anak. Berapa banyak se-Indonesia? Artinya, mereka sudah mengenal zina sejak dini. Na'udzubillahi mindzalik.

Inilah buah dari liberalisasi perilaku yang sudah dikhawatirkan sejak puluhan tahun lalu. Ketika itu, tahun 2006, konten porno marak dan masyarakat menuntut dihentikan dengan UU Antipornografi.

Saat itu juga, budayawan Taufik Ismail menyampaikan pidato budaya yang mengingatkan akan hilangnya rasa malu dan berganti kebebasan berekspresi dengan judul "Gerakan Syahwat Merdeka.”

Sayangnya, meski UU Pornografi sudah ada, nyatanya mandul dalam menghadang gelombang besar yang sengaja membebaskan syahwat dari belenggu aturan agama. Manusia menjadi liberal alias bebas dalam urusan libido. Zina pun kini merajalela, bahkan di kalangan pelajar. Anak SD pula. 

Sekali lagi, ini bukan hanya persoalan asusila individu. Tapi sudah masalah kerusakan moral bangsa. Sebab, yang rusak bukan hanya pelakunya, tapi juga masyarakat luas. Lihat saja, ketika mencuat skandal seks, masyarakat begitu permisif. 

Pelaku pun malah di-follow rame-rame. Bukan malah diboikot sebagai sanksi sosial. Lalu muncul komentar atau konten dengan nada dukungan terhadap pelaku maksiat seperti: “Sudahlah, setiap manusia punya aib. Semoga ke depannya lebih baik lagi. Sabar ya, semoga cepat pulih.”

Kalau komentar itu dari psikolog atau psikiater yang mendampingi dia tobat, wajar. Kalau masyarakat yang menyaksikan kemaksiatan, jelas tidak tepat. Harusnya komentar itu menunjukkan rasa benci terhadap perilaku maksiat, bukan menormalisasinya dengan berlindung di balik ungkapan: “Semua manusia pernah khilaf. Semua manusia punya aib.” 

Lebih sakit lagi, masyarakat turut beramai-ramai menikmati video-video mesum skandal seks di tengah-tengah mereka. Meskipun sebagian sembari mencaci dan menghakimi, tetapi sikap ikut menikmati adalah bentuk permisifnya masyarakat terhadap perilaku zina. Sungguh menyedihkan. Inilah buah dari penerapan sistem sekuler liberal yang sudah salah dari akarnya. Sistem kehidupan yang sudah rusak dari akar, batang, daun hingga buahnya.

Negara harus mengatasi fenomena ini dengan merombak berbagai sisi kehidupan. Khusus di bidang pendidikan, tempat di mana para pelajar mendapatkan ilmu dan bimbingan tentang cara hidup yang benar, harus dirombak total dengan pendidikan berbasis aqidah Islam. 

Jadi, pelajaran agama bukan hanya menjadi salah satu mata pelajaran, tetapi menjadi pondasi dalam menjabarkan hampir semua mata pelajaran. Lalu, pendidikan agamanya pun bukan sekadar seruan moral, tapi agama sebagai ideologi. Termasuk edukasi haramnya zina dengan dalil-dalil yang sudah qoth'ie dan tidak ada perbedaan pendapat. Dalil yang tegas dan tidak butuh penafsiran lagi. 

Selama ini anak SD atau remaja, malah diajarkan pendidikan reproduksi tanpa basis agama, tanpa dalil dan bahkan basisnya sekuler. Mana paham kalau itu haram. Harusnya, tanamkan pendidikan agama Islam sebagai mabda. Apa itu mabda? 

Mabda atau ideologi artinya Islam adalah aqidah yang melahirkan nidzam atau aturan. Islam sebagai ideologi yang terdiri dari fikrah dan thariqah. Contoh: Fikrah Islam adalah bahwa zina itu haram. Thariqah Islam untuk mencegah dan menjaga supaya manusia tidak berzina: tegakkan sanksi dera dan asingkan bagi pezina yang belum menikah dan rajam bagi pezina yang sudah menikah.

Pahamkan kepada pelajar, dari mana asal muasal perilaku zina itu, yaitu dari ideologi sekuler Barat. Ideologi Islam melarang keras dan tegas. Sanksi zina pun keras. Dengan pendidikan yang mengajarkan pola pikir mendalam dan ideologis, pelajar akan tercegah dan menolak perilaku zina karena takut kepada Allah Swt. Ini tugas negara.


Oleh: Kholda Najiyah 
Founder Salehah Institute 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar