Topswara.com -- Dalam beberapa waktu terakhir ini, rakyat Indonesia kembali dihebohkan oleh pernyataan presiden terpilih bapak Prabowo Subianto terkait dengan adanya kebocoran anggaran negara akibat pengemplang pajak dengan nilai lebih dari Rp 300 triliun yang berasal dari akumulasi pajak pengusaha yang tidak dibayarkan selama bertahun-tahun.
Prabowo menyatakan akan mengejar ratusan pengempang pajak setelah dilantik menjadi presiden Republik Indonesia (cnbcindonesia.com, 12/10/2024).
Hal tersebut menjadi indikasi besar bahwa selama ini negara tidak bersikap tegas kepada para pengusaha yang kedapatan tidak membayar pajak. Hal ini memberikan kesan bahwa pemerintah bersifat lunak terhadap para pengusaha dengan berbagai keringanan pajak seperti program Tax Amnesty, dan lain-lain.
Sementara itu di lain sisi, pemerintah semakin mencekik rakyat dengan meningkatkan berbagai jenis pajak dan pungutan yang semakin memberatkan rakyat.
Meskipun negeri ini dianugerahi kekayaan alam yang melimpah namun faktanya penerimaan negara terbesar justru berasal dari pajak yaitu mencapai 70,2% (ekonomibisnis.com, 27/07/2023).
Hal tersebut membuktikan ketergantungan negara terhadap penerimaan dari sektor pajak begitu besar yang membuat pemerintah terus berupaya membuat kebijakan guna meningkatkan pendapatan negara dari pajak, baik dengan mengusut para pengemplang pajak atau dengan menarik pajak dari rakyatnya.
Di lain sisi terdapat bukti nyata bahwa negara bisa maju tanpa perlu memungut pajak sebagaimana yang terjadi di negara Timur Tengah. Dengan hanya memanfaatkan sumber daya minyak negara Timur Tengah terbukti mampu memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya sedangkan di negeri ini yang begitu berlimpah sumber daya alam seperti emas, nikel, batubara, minyak, gas, dan lain-lain tapi rakyat masih jauh dari kata sejahtera.
Pajak di dalam Islam merupakan salah satu sumber penerimaan negara, namun memiliki karakteristik yang berbeda dengan pajak dalam sistem kapitalisme.
Menurut aturan Islam, pajak merupakan sumber pendapatan insidental yang di pungut ketika sumber penrimaan negara yang lain seperti harta milik umum, zakat, kharaj dan jizyah tidak mencukupi untuk membiayai kebutuhan yang wajib dipenuhi oleh sebuah negara.
Belanja negara di dalam Islam di antara untuk keperluan jihad fi sabilillah, industri militer, santunan fakir, miskin, ibnu sabil, untuk gaji tentara, pegawai negara, hakim, guru dan orang-orang yang memberikan pelayanan kepada kaum Muslimin.
Kebutuhan pelayanan umum seperti infrastruktur jalan, rumah sakit, sekolah dan penanganan bencana alam, di mana perkara tersebut membahayakan negara jika tidak dipenuhi kebutuhannya.
Objek pajak di dalam Islam hanya dipungut dari warga negara yang kaya yaitu orang yang memiliki kelebihan harta setelah digunakan untuk memenuhi kebutuhan primer dan sekundernya.
Sedangkan pajak dalam sistem kapitalisme, dipungut dari seluruh warga dan bersifat permanen sehingga masyarakat miskin semakin sengsara di tengah kesulitannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Kebijakan terkait pajak dalam sistem kapitalisme merupakan kebijakan zalim yang dilakukan oleh penguasa kepada rakyatnya karena bertentangan dengan syariat Islam. Masih banyak sumber pendapatan negara yang bisa digunakan sebagai penopang kesejahteraan rakyat mengingat begitu berlimpahnya sumber daya yang dimiliki negeri ini.
Sudah seharusnya seluruh kebijakan negara wajib dilandaskan kepada syariat Islam yang melahirkan peraturan kehidupan yang mampu memberikan solusi tuntas terhadap seluruh problematika kehidupan.
Aturan tersebut wajib bersumber dari dalil-dalil syariah. Adanya pos penerimaan dan pengeluaran negara sudah ditentukan di dalam Islam dengan jelas dan terbukti memberikan kesejahteraan kepada rakyatnya.
Kezaliman ini harus segera di hilangkan dengan memperjuangkan penerapan Islam secara kaffah dibawah naungan Khilafah Islamiah. []
Oleh: Satriani, S.K.M.
(Aktivis Muslimah Yogyakarta)
0 Komentar