Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Menyoal Hasil Survei Kepuasan Publik Pada Pemerintah

Topswara.com -- Sebuah survei nasional yang berjudul evaluasi terhadap 10 tahun Pemerintahan Jokowi merilis tentang kepercayaan publik yang hanya mencapai 75 persen. Angka ini turun dibanding bulan Juli 2024 lalu yang sempat menembus 82 persen. 

Deputi protokol dan media sekretariat presiden, Yusuf Permana mengatakan tingkat kepuasan yang tinggi ini merupakan bukti bahwa upaya keras pemerintah dalam berbagai bidang telah dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Misal terkait infrastruktur, kesehatan, pendidikan, penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi. (Tempo.co, 4/10/2024)

Sementara dari sisi pemberantasan korupsi, lembaga survei Indikator Politik Indonesia menemukan bahwa mayoritas responden menilai buruk. Direktur lembaga ini yaitu Burhanudin Muhtadi, mengatakan ada 30,4 persen menyatakan buruk dan 7,3 persen menilainya sangat buruk.

Hasil survei tersebut seolah menunjukkan bahwa selama ini pemerintah telah baik dalam mengurus rakyat. Padahal keberadaannya tidak lebih sekedar pencitraan karena kondisi riilnya tidaklah demikian. 

Banyak indikator di lapangan yang menunjukkan bahwa kehidupan masyarakat di masa pemerintahan sekarang tidak baik-baik saja. Bahkan di media sosial suara-suara kritik dan ketidakpuasan itu ramai disampaikan baik secara halus ataupun dengan sarkas.

Di sisi lain dalam sebuah buku berjudul How to Lie With Statistics (bagaimana berbohong dengan statistik), Darrel Huff sang penulis menjelaskan bahwa statistik sering dijadikan alat berbohong kapada publik dan sangat efektif. 

Sementara Benjamin Desraeli membagi kebohongan itu menjadi tiga yaitu lies, damned lies dan statistic (kebohongan, kebohongan terkutuk dan statistik).

Kebohongan atau ketidaksesuaian survei dengan fakta terlihat pada aspek kesejahteraan. Saat ini banyak rakyat yang kesulitan memenuhi kebutuhan pokoknya termasuk akses terhadap pendidikan dan kesehatan. Di tahun ini saja kenaikan harga bahan-bahan pokok sudah terjadi beberapa kali. Hal tersebut membuat masyarakat semakin sengsara. 

Tidak hanya itu kenaikan tarif PPN 11 persen di tahun 2022, bahkan Pada 2025 diperkirakan akan naik sebesar 12 persen. Di akhir masa jabatannya, presiden juga kembali mengagetkan warga dengan rencana pembatasan pembelian BBM bersubsidi. 

Kebijakan pembangunan yang jor-joran selama 10 tahun ternyata tidak memberi efek pada kesejahteraan masyarakat. Rakyat justru merasakan dampaknya karena perampasan lahan dan ruang hidup yang begitu masif. 

Kesulitan hidup makin terasa saat badai pengangguran menghantam dan pemerintah tidak memberikan solusi yang mengakar. Hal itu berdampak pada angka kriminalitas yang semakin tinggi, karena tekanan hidup yang kian berat. 

Selain itu, berbagai kasus pembunuhan, degradasi moral anak dan remaja kian masif terjadi dengan tingkat yang mengerikan. Sayangnya semua itu tidak diperhitungkan dalam survei kepuasan publik. 

Padahal kondisi pemuda saat ini menentukan nasib bangsa ini ke depannya. Sementara itu, kasus korupsi semakin merajalela dan tak teratasi, yang mirisnya terjadi di kalangan pejabat negara.

Inilah kondisi riil di lapangan yang menunjukkan bahwa angka survei tersebut seolah bagian dari pencitraan yang ingin menutupi banyaknya persoalan yang dihadapi masyarakat. Bahkan sangat mungkin survei-survei ini diadakan untuk mengelabui rakyat. 

Harus dipahami bahwa buruknya kehidupan dari berbagai aspek yang dijalani saat ini adalah buah dari penerapan sistem kapitalisme sekular. 

Kapitalisme telah melahirkan kepemimpinan sekuler yang hanya berorientasi pada materi minim kepengurusan. Kekayaan alam yang melimpah tidak dinikmati seluruh rakyat tapi hanya segelintir orang yakni elit oligarki dan penguasa. 

Infrastruktur hanya menjadi kebanggaan di tengah masyarakat yang terhimpit ekonomi. Penguasa hanya sebagai regulator yang condong pada pengusaha. Sementara subsidi dianggap sebagai beban negara sehingga harus terus dikurangi. Sedangkan pajak mesti dinaikkan baik objek pajak maupun besarannya. 

Oleh karena itu survei ditengarai hanyalah menjadi alat penguasa menutupi kegagalannya. Maka selama ideologi ini diterapkan, rakyat tidak akan pernah dijadikan objek yang harus dilayani penuh karena tanggung jawabnya. 

Sebaliknya keberkahan dan kebaikan hanya akan terwujud di bawah pengaturan kehidupan yang bersumber dari Sang Pencipta manusia, Allah Swt. Sebagai ideologi, Islam memiliki pemecahan terhadap berbagai problematika manusia yang diatur secara terperinci di berbagai aspek kehidupan termasuk masalah ekonomi maupun politik. 

Negara diposisikan sebagai pengurus rakyat dan bertanggung jawab dalam menerapkan syariat Islam secara menyeluruh dalam bentuk undang-undang atau regulasi di tengah masyarakat. Penerapan ini mampu mewujudkan kesejahteraan, keadilan dan keamanan. Karena penguasa hadir sebagai pelayan umat bukan melayani kepentingan korporasi.

Negara yang menerapkan syariat Islam akan melahirkan pejabat dan aparat yang handal, profesional, amanah dan tentu beriman. Mereka lahir dari sistem pendidikan yang berasaskan akidah Islam dan memahami betul bahwa ada tanggung jawab kepada Allah Swt. atas penunaian seluruh amanah kepemimpinannya di dunia. Maka semua itu akan dijalankan dengan dorongan iman dan menjunjung tinggi kejujuran dan menghindari pencitraan.

Pemimpin yang berkhidmat kepada kepentingan umat ini harus didukung oleh penerapan seluruh aturan Islam sehingga terwujud kemaslahatan hidup. Dalam bidang ekonomi misalnya, negara tidak akan membebani rakyat dengan pajak, menjamin kemudahan akses terhadap kebutuhan pokok, mampu membuka lapangan kerja yang luas hingga seluruh rakyat bisa menikmati harta milik umum, seperti BBM, air, listrik dan lain-lain. 

Alhasil, sistem Islam lah yang mampu mewujudkan keharmonisan hubungan antara pemimpin dengan rakyatnya. Seperti yang tergambar dalam hadis Rasulullah SAW. bersabda:

"Sebaik-baik pejabat negara kalian adalah mereka yang kalian cintai dan mereka pun mencintai kalian. Mereka mendoakan kalian dan kalian pun mendoakan mereka. Seburuk-buruk pejabat negara kalian adalah mereka yang kalian benci dan mereka membenci kalian. Kalian melaknat mereka dan mereka juga melaknat kalian." (HR Muslim)

Wallahu a'lam bish shawab.


Oleh: Ooy Sumini
Member Akademi Menulis Kreatif
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar