Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Maraknya PHK dalam Ekonomi Kapitalisme, Kapan Berakhir?

Topswara.com -- Lesunya, mungkin itu adalah sebuah kalimat yang tepat untuk menggambarkan kondisi pertumbuhan ekonomi di negeri ini, yang telah memberikan dampak pada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Dilansir Detik.com, Jumlah orang yang kehilangan pekerjaan akibat pemutusan hubungan kerja (PHK) meningkat di tahun ini. Data yang dirangkum oleh Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), sepanjang Januari sampai 26 September 2024 korban yang mengalami PHK hampir mencapai 53.000 orang. 

PHK yang paling banyak terdapat di Jawa Tengah yakni 14.767 orang. Disusul Banten sebanyak 9.114 orang dan DKI Jakarta 7.469 orang. Detik.com (26/9/2024)

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) merupakan salah satu akibat dari kesalahan cara pandang ketenagakerjaan dan perindustrian yang terapkan dalam sistem kapitalisme, sistem ini menetapkan kebebasan dalam ekonomi yang merupakan salah satu bentuk lepasnya tanggung jawab negara dalam memastikan adanya lapangan kerja yang luas dan kompeten.

Selain itu negara memberikan penyediaan lapangan pekerjaan kepada swasta dengan aturan yang mempermudah pihak swasta dalam membuka bisnis bahkan mengendalikan sumber daya alam (SDA) di negeri ini.

Ketika para pengusaha memiliki modal maka pemerintah pun akan memberikan dukungan penuh. Bahkan saat ini pemerintah mempunyai jalan pintas bagi pihak swasta untuk membangun usaha di negeri ini yaitu memberi label PSN (Proyek Strategis Nasional) tanpa memahami secara mendalam.

Apakah usaha tersebut bersangkutan dengan kebutuhan masyarakat atau tidak?

Jika di telusuri lebih dalam bukannya mensejahterakan rakyat sebagian besar dari proyek strategis tersebut justru merugikan rakyat, dan khususnya rakyat yang berasa di sekitar tempat itu. Bahkan tidak jarang PSN berujung terjadinya konflik agraria.

Di samping itu penerapan sistem kapitalisme meniscayakan perusahaan swasta untuk menjalankan prinsip-prinsip kapitalisme dalam bisnisnya, perusahaan selalu berorientasi untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dan hal ini bisa di lakukan dengan mengecilkan biaya produksi kemudian para pekerja atau buruh hanya di perkerjakan sesuai kepentingan industri atau perusahaan tersebut.

Sehingga, jika perusahaan harus menekan biaya produksi untuk menyelamatkan perusahaan maka pilihannya adalah PHK pekerja-pekerjanya. Sebab pekerja dalam paradigma kapitalisme hanya dipandang sebagai faktor produksi, kalaupun mendapatkan upah kerja setelah di PHK itu tidak cukup untuk menjamin kehidupan pekerja korban PHK selama menganggur dan mencari pekerjaan lain. 

Berbeda dengan penerapan sistem Islam dalam sebuah Institusi Islam yaitu khilafah Islamiyah. Penerapan sistem Islam yang bersumber dari Al Khaliq memastikan terwujud nya rahmatan lil alamin termasuk kehidupan manusia.

Oleh karena itu sebagai sebuah sistem hidup Islam memiliki aturan rinci terkait ketenagakerjaan yang terangkum dalam sistem ekonomi Islam dan jika di terapkan akan menjamin ketersediaan lapangan pekerjaan memadai bagi para pencari nafkah. 

Kemudian hal ini akan mewujudkan kesejahteraan, Islam mewajibkan negara sebagai pengurus rakyat menyediakan lapangan pekerjaan yang cukup dan layak bagi seluruh rakyat nya hal ini akan di wujudkan melalui negara khilafah. 

Berdasarkan hadis Rasulullah SAW: “Imam (kepala negara) adalah pemimpin dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia pimpin (HR al-Bukhari).

Salah satu bentuk pelayanan pemimpin yang paling penting adalah menyediakan lapangan pekerjaan yang luas adalah bagian dari jaminan negara secara tidak langsung bagi rakyat nya untuk memenuhi kebutuhan pokoknya berupa sandang, pangan dan papan. 

Negara juga memudahkan akses bagi rakyat atas kebutuhan pokok melalui mekanisme yang di atur syariat Islam sehingga harga kebutuhan sandang, pangan dan papan tidak terlampau mahal dan mudah untuk di dapatkan.

Negara pun wajib menanggung mereka yang lemah secara fisik seperti orang cacat, orang tua, termasuk wanita jika mereka tidak memiliki kerabat atau kerabatnya tidak sanggup menafkahi mereka. 

Negara juga wajib membantu mereka yang lemah secara hukum, yakni mereka yang mampu bekerja namun tidak mendapatkan pekerjaan yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. 

Negara wajib menyediakan anggaran yang berasal dari baitul mal untuk menyediakan pekerjaan kepada mereka sehingga mereka dapat bekerja secara mandiri. 

Wallahu a’lam bishawwab. 


Nur Aiza Wadhurianti
Aktivis Dakwah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar