Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Lapar Jiwa Seorang Istri

Topswara.com -- "Saya rumah tangga 15 tahun. Nyaris ingin cerai setiap tahun. Hanya karena ingat orangtua saja, tidak ingin membuat mereka kecewa, akhirnya bertahan. Saat rasanya tidak ikhlas harus mengalah demi menjaga rumah tangga ini. Merasa tidak dicintai dan tidak dihargai. Mungkin ini bisa diatasi, tetapi lelah ini ada batasnya."

Ungkapan perasaan seorang istri kepada saya. Mungkin mewakili perasaan banyak istri. Perjalanan pernikahan yang panjang, kembali mempertanyakan sebentuk cinta dan penghargaan. Dua hal yang selalu kurang bagi seorang perempuan, saking begitu halusnya jiwa. Mungkin itu yang menyebabkan para istri menyerah. Memilih berpisah. 

Meski usia sudah lanjut. Meski anak-anak sudah mapan. Nyatanya tak sedikit yang di ujung usia memilih hidup sendirian tanpa pasangan. Makin tua bukannya makin lengket seperti Ainun-Habibie, malah semakin renggang. Luka batin akibat lapar jiwa terlanjur menganga di dalam hati. Ah, sebegitu parahkah?

Sejatinya, para istri sadar, suami yang notabene laki-laki, memiliki cara tersendiri dalam menunjukkan rasa cinta dan penghargaan. Tetapi, istri yang notabene wanita dengan perasaannya, kerap tak puas. Mereka tetap saja mengharap suami mengekspresikan perhatiannya. Secara terbuka. Secara langsung yang bisa mereka indera.

Inilah bentuk lapar jiwa seorang istri. Ketika suami mencintai, mengagumi dan bahkan mengekspresikan cintanya dengan diam, sehingga istri merasa tidak menerimanya. Memberi nafkah, mengantar istri, dan membiarkannya ketiduran bersama anak-anak, bagi suami adalah bentuk sayang yang tidak terucap. Tetapi istri tidak tahu. Akibatnya ia terus menerus merasa tidak dicintai dan dihargai. 

Padahal, suami diam-diam memuji masakan istrinya. Suami tanpa sepengetahuan istri, menceritakan kebaikan istrinya. Suami diam-diam menyukai postingan istrinya, meski tak pernah like atau komentar. Suami diam-diam membangga-banggakan anak-anaknya sebagai hasil didikan istrinya.

Tetapi suami tidak pernah mengungkapkan itu semua di hadapan istrinya. Tidak pernah mengucapkan terima kasih secara langsung. Tidak pernah memuji istrinya sembari menggenggam tangannya. Tidak menceritakan betapa cinta dan bangganya ia terhadap istrinya. 

Betapa ia tak bisa hidup tanpa belahan jiwanya. Hal seperti inilah yang menyebabkan lapar jiwa istri tidak juga tertuntaskan. Padahal, memang begitulah karakter laki-laki. Sulit jika dituntut ekspresif seperti perempuan.

Memang, di tengah kejenuhan menjalani pernikahan, istri sejatinya hanya ingin memastikan bahwa suaminya masih sayang, cinta dan menghargainya. Hanya perlu tahu. Sesederhana itu. Sayangnya, para suami tidak banyak yang paham. Sementara istri juga tidak banyak yang maklum bahwa para suami memang tipikal makhluk yang mencintai dalam diam. 

Akhirnya, suami istri terus saja berkutat pada konflik-konflik kecil yang sama sepanjang usia pernikahan. Suami merasa sudah full mencintai dan memerhatikan, merasa kesal karena terus menerus dituding kurang perhatian. Apalagi jika selalu mendengar pertanyaan konyol di telinganya, "Mas masih cinta enggak sih?" 

Tiap bulan memberi uang belanja. Tiap malam pulang ke rumah. Tiap akhir pekan mengantar istri belanja. Masih juga ditanya komitmen cintanya? Suami lama-lama jengah. Sementara istri baper, karena harapannya untuk mendapatkan ungkapan manis suami tak pernah terpuaskan.

Lantas bagaimana jalan tengahnya? Para suami, jangan pelit memberikan penghargaan pada istri. Sekadar pujian, pelukan hangat dan genggaman tangan. Sedangkan para istri, jangan baper jika suami tampak tidak peduli. Mintalah secara lugas akan perhatiannya. 

Sungguh, di lubuk hatinya yang terdalam, dia sangat berterima kasih dan sangat tergantung hidupnya pada istri. Laki-laki yang sudah menikah, mereka sebenarnya tidak bisa hidup tanpa wanitanya. Bukan begitu, bapak-bapak? 

Jadi, tahanlah lapar jiwa itu dengan sabar. Jika "baru" menjalani rumah tangga 15 tahun, berarti masih akan ada 10, 20 atau bahkan 30 tahun lagi menjalani rumah tangga ke depan. Tahun-tahun yang mungkin akan menjadi tahun terindah. Alangkah ruginya kalau nanti dijalani dengan penderitaan, padahal sangat bisa dijalani dengan kebahagiaan. Lapar jiwa itu bisa dipenuhi dengan komunikasi yang akrab dengan suami. 

Bukan hanya itu. Harus dipahami mindset yang jernih tentang relasi laki-laki dan perempuan dalam pernikahan. Seperti memahami karakter kodrati pria sebenarnya, agar tidak selalu salah paham. Insya Allah dengan ilmu, istri bahkan mampu memuaskan lapar jiwanya, tanpa harus menunggu suami yang melakukannya.


Oleh: Kholda Najiyah 
Founder Komunitas Istri Strong dan Bengkel Istri
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar