Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Janji Surga Selama Kampanye Pilkada, Memang Boleh?

Topswara.com -- “Insya Allah bu, besok di akhirat, njenengan bisa membayangkan orang lagi dapat perhitungan di akhirat nanti tapi kita malah dipanggil mendapat syafaat dari Rasulullah shallallahu alaihi wasalam. Kita dipanggil, hai orang-orang . . . . kemarin yang memilih nomor dua, ayo ikut bersamaku karena program nomor dua menyantuni anak yatim masuk surga bersamaku kata Nabi, kita bersama-sama," ucap seorang calon bupati dalam video. (Republika.co.id 27/10/2024)

Begitulah janji manis seorang calon kepala daerah ketika kampanye yang viral di medsos. Pernyataan ini jelas menuai komentar dari berbagai pihak. Salah satunya dari Wakil Ketua Dewan Pertimbangan MUI, KH. Zainut Tauhid Sa'adi. Beliau menyatakan bahwa kampanye dengan menjanjikan masuk surga kepada para calon pemilihnya, sangat berlebihan dan melampaui batas kepatutan.

Kampanye Tanpa Visi, Cerminan Diri Calon Pemimpin Negeri

Fenomena kampanye seperti di atas tentu sangat memprihatinkan. Calon pemimpin negeri ini seringkali memberikan janji-janji manis tanpa bukti, janji-janji tak masuk akal bahkan janji yang tak sepatutnya dijanjikan. Kenapa hal ini bisa terjadi?
Setidaknya ada beberapa hal yang melatarbelakanginya.

Pertama, kurangnya keimanan dan pemahaman keislaman. Seorang muslim yang beriman, bertakwa dan taat syariat tidak akan menyatakan sesuatu yang bertentangan dengan Islam. Dia tidak akan menjanjikan sesuatu di luar kewenangannya. 

Dia tidak akan menggunakan dalil-dalil agama untuk menarik simpati masyarakat agar memilihnya. Dia akan berkampanye dengan menyampaikan visi misinya sebagai seorang pemimpin dalam mengurusi urusan rakyatnya. Bukan yang lain.

Kedua, suasana persaingan antar paslon yang memang meniscayakan untuk melakukan segala cara demi meraih suara terbanyak. Beginilah tabiat pesta demokrasi dalam sistem sekuler ini. Segala cara untuk menang dilakukan tanpa memperdulikan aturan agama. Politik uang hingga janji-janji manis palsu dan tak bermutu bertebaran. Rata-rata semua Paslon melakukannya untuk menang.

Ketiga, sistem demokrasi yang batil, rusak dan berpotensi merusak. Pemilihan calon pemimpin yang lahir dari sistem demokrasi sekuler yang sudah batil sejak lahirnya dipastikan melahirkan aktivitas dan keputusan yang batil pula. Tidak akan pernah bersih sistem demokrasi ini dari berbagai kesalahan karena memang lahir dari manusia yang serba terbatas dan tempatnya salah.

Kampanye dan Pemimpin Dalam Islam

Kampanye sebagai salah satu cara untuk menyampaikan visi dan misi sebagai calon pemimpin umat sebenarnya adalah sesuatu yang mubah. Tapi tetap ketika melakukannya harus tetap dalam koridor syariat. Apa yang disampaikan tidak boleh melanggar syariat dan melangkahi apa yang menjadi hak prerogatif Allah; masuk surga/neraka misalnya. Cara-cara yang dilakukan pun juga tidak boleh melanggar hukum syarak.

Adapun calon pemimpin di dalam Islam juga ada ketentuan dan syaratnya. Bukan sembarang orang tanpa iman dan ilmu, tapi punya ambisi tinggi untuk menjadi pemimpin. Ada setidaknya tujuh syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi pemimpin di dalam Islam, yaitu: muslim, laki-laki, baligh, berakal, adil, mampu dan merdeka. Tujuh syarat ini wajib dimiliki bagi mereka yang ingin menjadi pemimpin umat Islam. Tidak boleh kurang.

Perlu dipahami pula bahwasanya menjadi pemimpin adalah amanat yang berat yang pastinya akan dimintai pertanggung jawaban di akhirat kelak oleh Allah swt. Menjadi pemimpin berarti menyerahkan diri untuk menjadi pelayan kepentingan umat, bukan sebaliknya, justru ingin dilayani oleh umat. 

Menjadi pemimpin berarti siap menjadi orang yang pertama kali lapar dan terakhir kenyang, sebagaimana kisah Khalifah Umar bin Khattab yang masyhur.

“Jika rakyatku lapar, akulah orang pertama yang merasakannya. Dan jika rakyatku kenyang, biarlah aku orang terakhir yang menikmatinya”. Masyaallah.

Gambaran sosok pemimpin yang seperti ini hanyalah ada dalam sistem Islam, sistem sahih yang berasal dari Yang Maha Benar. Mustahil pemimpin salih akan lahir dari sistem yang batil ini.

Jadi, mau pemimpin yang salih dan benar-benar amanah mengurusi urusan umat?
Buang sistem demokrasi sekuler ini, terapkan sistem Islam. Berani?!

Wallahu a'lam bishshawab.


Oleh. Salma
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar