Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Ironi Wakil Rakyat

Topswara.com -- Berbicara masalah wakil rakyat berarti orang yang di percaya oleh rakyat untuk menyampaikan aspirasi rakyat kepada penguasa, dan DPR adalah wakil rakyat dalam menyampaikan keluhan masukan, ataupun tentang apa yang di butuhkan rakyat untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kesejahteraan. Namun apa jadinya jika wakil rakyat mempunyai kepentingan tertentu untuk satu dan lain hal? 

Seperti di ketahui sebanyak 580 anggota dewan perwakilan rakyat ( DPR) RI resmi di lantik untuk masa bakti 2024-2029. Ratusan anggota dewan tersebut di harapkan mampu untuk menjadi wakil rakyat dan mewakili kepentingan rakyat yang luas. Bukan kepentingan sebagian elit politik dan kepentingan para pemilik modal. 

DPR juga tidak boleh tunduk pada kepentingan partai politik, kekuasaan eksekutif, apalagi jika anggota DPR hanya ingin meraup untung bagi pribadi dan keluarga, harapan tersebut juga membutuhkan upaya ekstra dan pembuktian dari para anggota DPR tersebut. 

Masalahnya, politik dinasti di tubuh anggota DPR periode 2024-2029 ini masih sangat kental. Sejumlah anggota DPR terpilih ternyata masih memiliki ikatan keluarga dengan para pejabat publik. Dan sepertinya priode ini akan mengulang dari periode sebelumnya. Mereka berpotensi mengadopsi pandangan dan kebijakan yang sejalan dengan keluarga atau kelompok tertentu. (1/10/2024 Tirto.id).

Begitu rumitnya perpolitikan di negeri ini, bisa di katakan tidak ada oposisi, semua menjadi Koalisi, kisruh saling sikut pada saat kampanye pemilihan seakan tidak ada bekasnya, seakan sirna sudah apa yang terjadi di masa kampanye, tidak ada musuh yang abadi yang ada adalah kepentingan yang abadi. 

Namun ini sebuah keniscayaan dalam sistem demokrasi yang di emban saat ini. Dimana asas manfaat dan kepentingan merupakan asasnya.

Lalu siapa yang berpihak pada rakyat jika semua ada dalam barisan? 

Rakyat berharap kepada para wakil rakyat, mereka menaruh harapan yang sangat tinggi, bahwa kepentingan dan kesejahteraan akan ada yang memperhatikan, atau akan ada jaminan kemudahan dalam pelayanan, namun apa jadinya jika sebaliknya justru rakyat yang menanggung beban? Karena wakil rakyat justru berpihak pada oligarki, dan rakyat tidak bisa melawan bahkan terabaikan. 

Saat ini wakil rakyat di pilih bukan berdasarkan kemampuannya, namun karena kekayaan, jabatan dalam mekanisme politik transaksional, sekalipun tidak memiliki latar belakang perpolitikan, bahkan jauh dari visi dan misi untuk program rakyat kedepan, mereka percaya diri menjadi wakil rakyat. 

Bahkan ada salah satu dari publik figur yang hanya mengandalkan foto yang unik namun bisa terpilih, inilah bukti bahwa rakyat tidak memiliki pemahaman yang baik terhadap arti dari politik itu sendiri. 

Mereka mencukupkan hanya sebatas pengetahuan bahwa mereka memilih wakil yang akan duduk di kursi DPR dan menikmati segala fasilitas yang ada, tanpa memikirkan nasib rakyat yang memilih mereka, inilah bukti nyata bahwa sistem demokrasi melahirkan masyarakat apatis, dan melahirkan manusia haus kekuasaan, jabatan bahkan popularitas. 

Berbeda halnya dengan Islam, di dalam Islam ada yang namanya majelis umat, yang menjadi wakil rakyat, yang di pilih oleh rakyat, karena merupakan representasi umat. Majelis umat merupakan orang-orang yang mewakili kaum muslim dalam menyampaikan aspirasi, atau masukan, sebagai bahan pertimbangan bagi khalifah. 

Orang-orang yang mewakili suatu wilayah disebut majelis wilayah. Orang-orang non-muslim dibolehkan menjadi anggota majelis umat untuk menyampaikan pengaduan tentang kezaliman para penguasa atau penyimpangan pelaksanaan hukum-hukum Islam.

Keberadaan majelis umat secara syar'i ditetapkan berdasarkan yang di contohkan Rasulullah saw. dan para sahabat. Rasulullah saw. dalam urusan-urusan tertentu bermusyawarah dengan para sahabat besar. Beliau sering meminta saran dan pendapat mereka dalam urusan-urusan tertentu. 

Hanya saja, ada beberapa sahabat yang sering diajak bermusyawarah dan dimintai pendapat oleh Nabi saw. Mereka adalah Abu Bakar, Umar, Hamzah, Ali, Salman al-Farisi, Hudzaifah, dan lain sebagainya. 

Adanya majelis umat juga didasarkan pada dalil-dalil syariah yang mewajibkan kaum muslim melakukan muhasabah li al-hukkam (mengoreksi kekuasaan). Imam at-Tirmidzi menuturkan sebuah hadis dari Jabir ra. bahwa Rasulullah Saw. bersabda:

Pemimpin para syuhada adalah Hamzah bin Abdul Muthalib dan seseorang yang berdiri di hadapan pemimpin. Lalu ia memerintah pemimpin itu melakukan kemakrufan dan mencegahnya melakukan kemungkaran. Kemudian pemimpin itu membunuh dirinya sendiri (HR at-Tirmidzi dan al-Hakim. 

Wallahu'alam bishawab.


Oleh: Ade Siti Rohmah 
Aktivis Muslimah 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar