Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Harga Beras Mahal: Pangan Dikuasai Ekonomi Kapitalisme Neoliberal

Topswara.com -- Harga beras kembali mahal. Hal ini terjadi seolah menjadi tradisi setiap tahun berganti. Lebih mengejutkan lagi, di tahun ini harga beras Indonesia termasuk tertinggi bahkan termahal se-ASEAN. Survei menyatakan, kesejahteraan petani Indonesia masih rendah. 

"Konsumen Indonesia telah membayar harga tinggi untuk beras. Harga eceran beras di Indonesia secara konsisten lebih tinggi daripada di negara-negara ASEAN," ungkap Carolyn dalam Indonesia International Rice Conference (IIRC), di The Westin Resort Nusa Dua, Bali, dikutip Jumat, 20 September 2024.

Hal tersebut menyebabkan masyarakat Indonesia harus merogoh kocek sedikit lebih banyak untuk kebutuhan pangannya, terutama untuk beras. "Kami memperkirakan konsumen Indonesia membayar hingga 20 persen lebih banyak daripada yang seharusnya mereka bayar di pasar bebas. Hampir 87 persen petani Indonesia memiliki lahan kurang dari dua hektare. Dalam kelompok ini, dua pertiganya memiliki lahan kurang dari setengah hektare. Pendapatan banyak petani marjinal sering kali jauh di bawah upah minimum, sering kali sampai di bawah garis kemiskinan," tutur Carolyn.

Menurut Survei Terpadu Pertanian 2021 oleh Badan Pusat Statistik (BPS), pendapatan rata-rata petani kecil kurang dari USD1 sehari atau USD341 dalam kurun waktu satu tahun. "Survei tersebut juga menyoroti pendapatan dari bercocok tanam tanaman pangan, khususnya padi, jauh lebih rendah daripada pendapatan dari tanaman perkebunan atau dari pertanian hortikultura," kata dia. Harga beras tinggi karena biaya produksi tinggi (metrotvnews.com, 20/9/2024). 

Harga beras menjadi termahal se-ASEAN bukan tanpa sebab, namun ada suatu problem mendasar pada bidang pertanian dan pangan yang berdampak pada harga beras. Maka, problem ini perlu dikaji secara mendalam agar mampu hasilkan solusi yang mencerahkan.

Kebijakan Harga Ekonomi Kapitalisme Neoliberal

Harga beras mahal dari tahun ke tahun memang tak luput dari suatu kebijakan pemerintah. Berbagai langkah dilakukan agar harga beras di pasaran sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET), atau melalui operasi pasar. Namun kebijakan tersebut berulang seperti solusi tambal sulam tak mampu hasilkan solusi tuntas. 

Tetap saja tak berdampak baik untuk jangka panjang terhadap kebutuhan masyarakat utamanya bagi rakyat yang ekonominya rendah apatah lagi bagi para petani. Padahal kebutuhan pangan menjadi keharusan negara mengelolanya dengan bijak.

Karena itu mahalnya harga beras dikemukakan dengan berbagai alasan klasik mulai dari biaya impor, biaya produksi hingga harga pupuk yang mengikuti mekanisme pasar sehingga seolah tak kuasa negara ini untuk tidak mengikuti kebijakan ekonomi global. 

Alhasil petani harus menerima kenaikan harga termasuk pupuk. Hal ini diakibatkan sektor pertanian telah dikuasai oligarki dari hulu hingga hilir. Sementara itu yang sangat menyayat hati, negara tidak memberikan bantuan kepada petani sehingga petani harus mandiri apalagi kondisi petani yang minim modal tak mampu hasilkan padi yang berkualitas. 

Jika begini kondisinya, bagaimana akan dapat memajukan kehidupan pertanian secara berkesinambungan sementara pengelolaan kebutuhan pangan tak mampu diwujudkan. 

Karena itu ketika negara sedang melakukan pembatasan impor beras sehingga ketersediaan beras menjadi lebih sedikit maka akan menyebabkan harga beras makin mahal. Di sisi lain adanya ritel-ritel yang menguasai bisnis beras sehingga dapat memainkan harga sesuai kebutuhan. 

Wajar jika situasi ini berpeluang untuk mendorong dibukanya keran impor beras yang akan semakin menguntungkan oligarki namun menyengsarakan petani. 

Kehidupan petani tak kunjung sejahtera. Buktinya, ketika ada subsidi pupuk pun tak berdampak baik bagi kemajuan petani dan pertanian. Sebab ketika ada subsidi namun tetap petani harus membeli. Karena dalam sistem ekonomi kapitalis neoliberal ini anti subsidi. Negara tak mampu menanggung mahalnya harga pupuk. Begitulah watak ekonomi neoliberal yang zalim. 

Maka, problem utama penyebab mahalnya harga pangan salah satunya beras oleh karena kebijakan ekonomi kapitalis neoliberal. Dampaknya politik pertanian bergantung pada kebijakan global yang tak memikirkan nasib rakyat. 

Melahirkan kebijakan yang lemah dan tak berdaya menghadapi situasi ekonomi global. Selain itu, bukti abainya negara dalam mengurusi rakyat sehingga pengurusan diatur oleh korporasi yang lebih mengutamakan keuntungan. 

Ekonomi kapitalis neoliberal bebas sehingga tidak memikirkan halal dan haram. Padahal praktik ekonomi yang berpijak pada kapitalisme yang lebih mengutamakan korporasi ketimbang rakyat harusnya ditinggalkan. 

Sebab hanya berpikir untung dan rugi, tidak ada rasa tanggungjawab melayani dan mengurusi. Sistem ekonomi Kapitalis neoliberal ini jelas-jelas tak memihak rakyat. Maka sangat aneh jika masih dipertahankan.

Ekonomi Islam Wujudkan Kesejahteraan

Islam sebagai agama tidak hanya mengatur ibadah kepada Allah saja namun mengatur semua tatanan kehidupan manusia dalam semua aspek agar sesuai fitrahnya. 

Sistem Islam mampu menjamin kebutuhan pangan setiap individu dan menyejahterakan. Islam mengatur dan menjaga stabilitas harga dengan tanpa merugikan yang lain. Pengaturan ini wajib dijalankan oleh seorang khalifah sebagai pemimpin yang bertanggungjawab terhadap kebutuhan rakyatnya.

Khalifah tak hanya sebagai fasilitator saja namun lebih dari itu meriayah (mengurusi) rakyatnya dengan sungguh-sungguh tanpa mengambil keuntungan materi dari setiap kebijakan yang diterapkannya. Sebab paham betul bahwa setiap apa yang dipimpinnya akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak. 

Menilai setiap kebijakannya harus berdasarkan hukum syara. Maka dalam problem pangan, dalam hukum syara, negara harus mandiri, tidak boleh bergantung pada negara lain seperti impor beras. 

Padahal dengan kemandirian pangan di negeri sendiri melalui teknologi pertanian serta melibatkan para ahli di bidangnya, akan mampu mewujudkan ketahanan pangan (beras) yang hakiki. Apalagi di negeri Muslim termasuk Indonesia dikenal dengan negeri agraris yang tanahnya subur dan luas serta menghasilkan padi yang melimpah. 

Maka sangat aneh jika tak ada lahan pertanian. Bagaimana akan mampu wujudkan ketahanan pangan, lahan tak tersedia. Ini merupakan salah satu permasalahan cabang yang memerlukan solusi. 
 
Saat ini minimnya lahan pertanian wajar terjadi oleh karena kebijakan yang salah dalam mengelola lahan. Lahan lebih banyak dibangun gedung-gedung yang hanya dibutuhkan korporasi/kapital sementara minim untuk kebutuhan rakyat. 

Karenanya dalam situasi saat ini kewajiban negara menyediakan lahan untuk mewujudkan ketahanan pangan (beras) apalagi sudah banyak metode pertanian yang menghasilkan berbagai produk pangan. 

Oleh karena itu, negara harus mendukung penuh terhadap berbagai penemuan teknologi pertanian baik alat-alat pendukung yang canggih serta pengembangan bibit unggul apalagi terkait dengan pupuk maka negara menyediakannya yang dapat dijangkau masyarakat. Di samping meningkatkan kemampuan petani hingga menjadi ahli di bidangnya. 
 
Tentunya semua ini harus diupayakan negara dengan menempatkan ketahanan dan kedaulatan pangan sebagai salah satu basis pertahanan negara dan basis menyejahterakan rakyatnya sesuai dengan sistem ekonomi islam, dan dengan dukungan sistem penerapan Islam kaffah. 

Terbukti sistem Islam mampu menyejahterakan rakyatnya, bahkan dalam sejarah penerapan aturan Islam kaffah tidak ditemukan orang miskin, kelaparan, pengemis akibat minimnya ketersediaan pangan (beras). Saatnya negara ini mencontoh sistem Islam yang telah terbukti menyejahterakan seluruh alam sebab semua kebutuhan rakyat terpenuhi. []


Oleh: Punky Purboyowati
(Komunitas Pena)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar