Topswara.com -- Terkait ”demam” Labubu yang menyerbu masyarakat, sosiolog Universitas Airlangga Nur Syamsiyah, SSosio. MSc. mengatakan, daya tarik produk populer sering kali terletak pada nilai eksklusivitas, keterbatasan produksi, dan keterkaitannya dengan budaya pop yang memiliki basis penggemar.
Sebagaimana diketahui, boneka Labubu menjadi begitu booming setelah idol K-pop Lisa Blackpink memamerkannya di media sosial. “Hal itu menciptakan persepsi bahwa memiliki Labubu berarti turut menjadi bagian dari tren global yang dipopulerkan sosok yang sangat diidolakan,” ujarnya kepada Jawa Pos pada Jumat (11/10).
Syamsiyah dosen sosiologi FISIP Unair menambahkan, pembelian produk viral bukan sekadar soal pemenuhan kebutuhan individu. Namun, bagaimana seseorang terlihat relevan di mata lingkungan sosialnya. Dengan begitu, terjadilah fenomena fear of missing out (FOMO).
Artinya, seseorang tidak ingin merasa tertinggal dari tren yang sedang populer. Dalam hal ini, media sosial memainkan peran penting dalam memperkuat narasi tersebut dan mendorong orang lain untuk ikut serta merasakan pengalaman serupa.
Faktanya generasi muda saat ini telah menjadikan kehidupan hedonis dan budaya konsumtif sebagai gaya hidup dan kebiasaan. Bersenang-senang, merasa tidak ingin tertinggal dari tren, berpesta pora, dan pelesiran menjadi tujuan hidup. Mereka menganggap hidup hanya sekali, sangat rugi jika tidak dinikmati dengan kesenangan materi.
Sebagian besar generasi muda saat ini telah menjadikan kehidupan hedonis dan budaya konsumtif sebagai gaya hidup dan kebiasaan. Bersenang-senang, berpesta pora, dan pelesiran menjadi tujuan hidup. Mereka menganggap hidup hanya sekali, sangat rugi jika tidak dinikmati dengan kesenangan materi.
Sistem saat ini telah menciptakan berbagai standar-standar sosial yang berorientasi pada kemewahan materi. Kondisi ini telah membuat masyarakat berlomba-lomba untuk mengejar kebahagiaan yang bersifat semata. Tujuannya untuk mendapat pengakuan di tengah masyarakat.
Gaya hidup penuh prestise ala masyarakat kapitalisme ini praktis menciptakan kesenjangan sosial akut sekaligus memicu konsumerisme. Ini pula yang menjadi ruang bagi masuknya bisnis ribawi seperti pinjol dan jenis layanan paylater yang marak saat ini.
Dampaknya, fenomena FOMO berujung pada karut-marutnya sistem finansial. Terus-terusan mengikuti tren memicu membludaknya utang, kehidupan generasi hanya berkutat pada perkara duniawi.
Mereka tumbuh dalam sistem dan masyarakat kapitalistik dan dilenakan dengan perilaku FOMO yang nirfaedah, padahal generasi memiliki peran strategis sebagai agen perubahan sekaligus tulang punggung peradaban.
Kehidupan gaya hidup yang matrealistik hari ini, merupakan dampak penerapan sistem kapitalisme yang memiliki visi hidup yaitu mendapatkan kenikmatan dunia dan kesenangan materi semata. Kapitalisme memandang kebahagiaan hidup diperoleh dengan mendapatkan materi sebanyak-banyaknya.
Sebagai contoh, tujuan sekolah untuk mendapatkan kerja, kerja untuk memenuhi kebutuhan serta gaya hidup, begitu seterusnya hingga lupa ada hal mendasar yang seharusnya menjadi tujuan hidup hakiki bagi manusia, yaitu beribadah kepada Allah Taala.
Alhasil, kebanyakan orang lebih fokus mencari cuan hingga melupakan ibadah kepada Penciptanya. Ini merupakan efek jangka panjang penerapan sistem kehidupan sekuler kapitalisme yang menggeser tujuan hidup manusia dengan hanya mengejar kenikmatan materi dan kesenangan duniawi.
Jadilah gaya hidup hedonis, visi hidup sekuler, dan asas kapitalisme menjadi pedoman dasar generasi muda dalam mengarungi kehidupan. kapitalisme-lah yang menciptakan ruang hingga generasi menjadi sasaran empuk berbagai tren yang tidak berfaedah.
Sama saja, sistem ini pun tidak memberi perlindungan pada generasi dari gaya hidup hedonis yang liberal. Bahkan, sistem ini berkontribusi dalam menjerumuskan generasi pada lingkaran hidup yang materalistis. Miris, negara malah memfasilitasi berbagai kanal media yang menawarkan gaya hidup instan, penuh ilusi dan fatamorgana di kalangan generasi.
Islam memandang bahwa generasi merupakan potensi besar dan kekuatan yang dibutuhkan umat sebagai agen perubahan. Berada pada usia produktif menjadikan para generasi memegang peranan penting dalam menciptakan model masyarakat yang tidak hanya sibuk dengan perkara duniawi saja.
Sebaliknya, generasi memiliki kontribusi besar dalam mengarahkan masyarakat yang memahami pentingnya dimensi ukhrawi dalam menjalani kehidupan.
Peran ini tegak bukan semata atas dasar tuntutan sosial. Peran ini berpijak pada tuntutan keimanan sehingga kukuh dan menghujam pada diri generasi.
Rasulullah Saw. bersabda, "Tidak akan bergeser kaki seorang hamba di hari kiamat dari sisi Rabbnya sehingga ditanya tentang lima hal: tentang umurnya ia gunakan untuk apa, tentang masa mudanya ia habiskan untuk apa, tentang hartanya dari mana ia peroleh dan ia belanjakan untuk apa, dan tentang apa yang ia amalkan dari yang ia ketahui (ilmu)." (HR.Tirmidzi). Hadis ini menegaskan bahwa Allah menuntut pertanggungjawaban tentang masa muda kita.
Sistem hari ini seakan memberi pemakluman pada usia muda untuk menikmati berbagai kemewahan hidup, Islam justru berbeda. Islam menegaskan bahwa usia muda adalah fase ketika manusia seharusnya memberikan amal terbaik. Negara berperan sentral untuk menumbuhkan cita-cita untuk membangun dan melanjutkan peradaban dengan mentalitas keimanan pada diri generasi.
Ini adalah kekuatan besar suatu peradaban yang tiada bandingnya. Pemahaman generasi mengenai tujuan hidup semata untuk beribadah kepada Allah, akan menuntun mereka untuk melakukan perbuatan berlandaskan rida Allah. Prinsip ini, membuat pemuda mampu melejitkan potensinya dan mempersembahkan karya terbaik semata untuk meninggikan peradaban Islam.
Untuk itulah, negara berperan besar dalam mengarahkan potensi generasi. Negara bertugas melaksanakan sistem pendidikan dengan kurikulum yang berfokus pada pembentukan kepribadian Islam. Negara juga menjalankan sistem kurikulum pendidikan yang mengarahkan life skill generasi sesuai visi politik negara yakni menjadi negara yang mandiri dan terdepan di kancah internasional.
Versi terbaik generasi Islam inilah yang pernah menjejaki peradaban Islam di berbagai masa kejayaannya. Generasi yang mewakafkan dirinya untuk kemuliaan Islam yang tidak silau dengan fatamorgana dunia, alih-alih terbawa arus fenomena FOMO.
Inilah generasi yang memahami jelas makna sabda Rasulullah saw., "Ada tujuh golongan manusia yang akan dinaungi oleh Allah dalam naungan (Arsy-Nya) pada hari yang tidak ada naungan (sama sekali) kecuali naungan-Nya, seorang pemuda yang tumbuh dalam ibadah (ketaatan) kepada Allah." (HR Bukhari-Muslim).
Wallahu’alam bissawab.
Oleh: Susilawati
Aktivis Muslimah
0 Komentar