Topswara.com -- Fenomena tren boneka labubu masih hangat sampai sekarang. Kemunculan boneka ini sudah ada sejak tahun 2015. Labubu diperkenalkan oleh seorang seniman Hongkong bernama Kasing Lung. Karakter labubu terinspirasi dari salah satu fiksi monster pada dongeng Nordik dan mitologi Viking.
Viralnya boneka labubu terjadi setelah salah satu idol K-Pop yaitu Lisa memamerkannya sebagai gantungan atau mainan tasnya. Tak hanya di Indonesia, labubu menjadi fenomen yang disukai dengan merata di negara Jepang, Singapura, Malaysia, Vietnam, dan Thailand. Tren inilah yang menjadikan angka pembelian labubu melesat belakangan ini (liputan6.com, 25/09/2024).
Fomo atau Fear Of Missing Out merupakan ketakutan atau kecemasan seseorang bila tertinggal akan informasi atau hal yang sedang booming. Akronim fomo sendiri diperkenalkan oleh Patrick J. McGinnis dalam artikelnya berjudul “Social Theory at HBS: McGinnis’ Two FOs” yang diterbitkan di The Harbus, yakni koran mahasiswa Harvard Business School (HBS McGinnis, 2020).
Fenomena fomo telah menjadi salah satu tren yang digandrungi di kalangan generasi Z. Perilaku ini sudah menjadi hal wajar di kalangan mereka. Bahkan, orang yang ketinggalan tren akan merasa dia terkucil atau di-bully oleh teman-teman sepermainannya.
Ada juga yang sampai berutang demi memenuhi demam tren ini. Hal ini menandakan dampak besar interaksi berbasis teknologi terhadap psikologi dan perilaku individu, terutama di kalangan remaja dan dewasa muda.
Akar munculnya gaya hidup fomo karena sistem liberal kapitalisme. Sistem buatan manusia ini nyata terlihat kerusakannya. Hal ini mengakibatkan Gen-Z bergaya hidup bebas, hedonistik dan konsumerisme. Semua hal yang bersifat kesenangan dunia mendominasi dan menjadi prioritas utama.
Hal ini berakibat terjadi pengabaian potensi Gen-Z untuk berprestasi dan berkarya yang lebih baik, juga menghalangi potensinya sebagai agen perubahan menuju kebaikan. Apalagi berjalannya sistem hari ini tidak memberikan perlindungan bagi Gen-Z, namun justru menjerumuskannya pada lingkaran materiaslistik melalui sosial media sehingga menciptakan gaya hidup fomo.
Pemuda dalam Islam dipandang memiliki potensi luar biasa dan kekuatan yang dibutuhkan umat sebagai agen perubahan menuju kebangkitan Islam. Islam memiliki sistem terbaik untuk melejitkan potensi Gen-Z, mengarahkan hidupnya sesuai dengan tujuan penciptaan dan mempersembahkan karya terbaik untuk umat dan agamanya.
Hal ini terbukti terjadi pada masa kejayaan Islam. Kaum mudanya memiliki potensi tinggi dalam bidang ilmu baik agama maupun pengetahuan dunia. Salah satu contohnya adalah Ibnu Sina, di usianya yang 16 tahun dia mampu mempraktekkan ilmu kedokteran yang dipelajarinya.
Memasuki usia 21 tahun sudah aktif menulis buku. Tidak kurang dari 240 karya mencakup berbagai bidang keilmuan, dari matematika, kedokteran, fisika, astronomi, musik, dan puisi telah dia hasilkan.
Potensi generasi muda ini dibutuhkan untuk membangun kembali peradaban gemilang yang pernah dicapai umat Islam pada masa lalu. Tentunya dalam sistem yang diwariskan oleh Rasulullah SAW dan para sahabat yaitu sistem khilafah islamiah. []
Oleh: Imro’atun Dwi P., S.Pd.
(Aktivis Dakwah dan Pemerhati Generasi)
0 Komentar