Topswara.com -- Saat ini marak kreator digital atau konten kreator yang membuat konten dengan berpakaian menyerupai wanita, atau perempuan yang berpenampilan seperti laki-laki.
Dengan dalih memparodikan suatu video yang dianggap lucu atau menghibur, bahkan ada video nasehat sehari-hari namun memakai kerudung, bahkan video endors suatu produk tertentu pun menggunakan pemain yang berpakaian perempuan.
Meskipun konten tersebut bersifat hiburan, iklan, namun mengapa harus berpakaian seperti itu? Sehingga menyebabkan masyarakat melakukan normalisasi bahwa hal tersebut lumrah, kan hanya konten, hanya hiburan, kan mencari uang, aslinya mereka tidak seperti itu dan lainnya. Bukan hanya berpakaian saja, banyak ditemui full make up seperti perempuan, katanya sih menghayati peran, astagfirullah.
Ada pula yang menjadikan mata pencaharian sehingga dengan konten menyerupai perempuan mereka mendapatkan tawaran endors akhirnya keterusan.
Hal ini sangat berbahaya akan membentuk pola pikir dan perilaku yang salah ditengah masyarakat apalagi yang menonton bukan hanya orang dewasa namun anak-anak juga. seolah menganggap hal tersebut tidak apa-apa hanya sebatas konten, pekerjaan aslinya mereka bukan seperti itu, akhirnya rambu-rambu syariat dilanggar satu demi satu.
"Allah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita, begitu pula wanita yang menyerupai laki-laki" (HR. Ahmad no. 3151, 5: 243. Sanad hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari).
Itu baru cara berpakaian, belum isi konten yang kadang nyeleneh, melakukan prank, dan lainnya, miris sekali. Namun tidak ada aturan yang tegas terhadap semua itu, isi konten cara berpakaian dikembalikan semua ke individu, asalkan tidak membahayakan maka jalan saja.
Tentu saja hal ini lumrah di sistem sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan, selama pekerjaan menghasilkan cuan dan tidak menggangu orang lain, maka berpakaian apapun bebas. Standar mereka bukan lagi halal dan haram. Namun kesenangan duniawi.
Tentu saja di negara penganut sistem sekularisme membiarkan saja hal tersebut, bagi negara yang terpenting para konten kreator taat membayar pajak dan lainnya. Perkara mereka berpakaian seperti wanita, isi konten tidak mengedukasi itu dikembalikan ke urusan individu.
Hal ini sangat bertentangan dengan negara yang menerapkan sistem Islam, yang mana negara sangat menjaga individu untuk melanggar syariat, apalagi sudah jelas Allah melaknat orang yang menyerupai perempuan dan perempuan yang menyerupai laki-laki, ketaatan individu menjadi perhatian negara. Karena pemimpin lah yang akan bertanggung jawab dihadapan Allah.
Dalam konteks hiburan tentu saja akan diperketat, tidak akan membiarkan rakyatnya mengkonsumsi konten-konten yang tidak ada manfaatnya.
Kemudian, dalam konteks lapangan pekerjaan, negara akan membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya bagi laki-laki, sehingga konten-konten tidak bermanfaat akan dieliminasi oleh negara.
Oleh: Alfia Purwanti
Analis Mutiara Umat Institute
0 Komentar