Topswara.com -- Kondisi ekonomi Indonesia sedang tidak baik-baik saja di ujung masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Hal ini dibuktikan dengan adanya deflasi beruntun selama 5 bulan berturut-turut. Ketika terjadi penurunan harga-harga barang dan jasa secara terus menerus dalam jangka waktu tertentu, itulah yang dinamakan deflasi.
Deflasi adalah indikasi pemerintah yang tidak mampu mengatasi penurunan daya beli masyarakat. Hal ini karena adanya deflasi beruntun yang mengakibatkan masyarakat kesulitan memperoleh uang karena pendapatannya semakin menurun, menyebabkan penurunan harga barang dan jasa jangka panjang. Hal ini akan mengakibatkan sunami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Prediksi seorang pengamat ekonomi, Muhammad Andri Perdana menegaskan bahwa hingga akhir tahun ini angka PHK mencapai lebih dari 70.000 tenaga kerja yang menimpa hampir semua industri. Gelombang PHK yang kian membesar ini pasti menurunkan pendapatan masyarakat kelas pekerja, dampaknya mereka akan lebih sedikit mengeluarkan uang untuk mengutamakan kebutuhan prioritas.
Data BPS terakhir menunjukkan 9,48 juta warga kelas menengah Indonesia turun kelas dalam lima tahun terakhir. Hal ini berarti terdapat hampir 10 juta orang di kalangan menengah turun kasta dalam kurun waktu tersebut. Para ekonom pun memprediksi deflasi di Indonesia akan terus berlanjut sampai akhir tahun (bbc.com, 04/10/2024).
Rakyat Tidak Sejahtera
Tidak bisa dipungkiri, adanya deflasi beruntun ini memberi dampak signifikan bagi rakyat. Deflasi membuat harga kebutuhan pokok yang dibutuhkan oleh rakyat naik drastis seperti harga cabai, telur, daging, ayam dan tomat.
Selain itu tingkat penjualan barang bukan primer seperti pakaian, alas kaki, peralatan komunikasi dan lainnya terus menurun sejak 2023 hingga saat ini.
Hal ini berdampak pada kesejahteraan anggota keluarga termasuk Ibu dan anak, karena daya beli terus menurun. Selama ini untuk membeli kebutuhan pokok saja sudah menekan konsumsinya ditambah biaya lain seperti pendidikan dan kesehatan yang mahal.
Hal ini mengakibatkan tekanan ekonomi pada keluarga semakin berat dan bisa memicu terjadi pertengkaran rumah tangga hingga berujung perceraian disebabkan faktor ekonomi.
Hal ini juga berpengaruh pada Ibu yang terpaksa harus terjun mencari kerja demi membantu mencari tambahan penghasilan. Sehingga ibu lalai dalam pengasuhan anak-anaknya, yang menyebabkan anak mencari perhatian di luar rumah, dan rawan terjerumus pergaulan bebas.
Tekanan hidup yang berat membuat masyarakat frustasi, termasuk mental generasi terancam karena tekanan hidup dan kesehatan fisiknya pun terabaikan. Disebabkan makanan yang dikonsumsi sehari-hari tidak memenuhi kecukupan gizi.
Hal ini akan mempengaruhi kualitas belajar mereka di sekolah, anak-anak akan mengalami banyak kendala seperti daya tangkap yang kurang terhadap pelajaran, sulit mengingat, dan memahami pelajaran, bahkan mengalami stunting.
Kapitalisme Penyebabnya
Merosotnya ekonomi Indonesia menimbulkan berbagai pertanyaan terkait faktor penyebab hal tersebut bisa terjadi. Jika kita telaah maka penyebabnya adalah sistem ekonomi kapitalis yang mengatur urusan ekonomi negeri ini.
Peran negara di sistem kapitalis abai terhadap urusan rakyatnya. Maka tak heran jika saat ini rakyat harus berjuang sendiri memenuhi kebutuhan hidup yang sangat sulit.
Alih-alih negara menjamin kebutuhan hidup, menyediakan lapangan pekerjaan dan gaji yang layak, pemerintah justru menyarankan masyarakat menjadi pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), sebagai solusi menyelesaikan masalah, ekonomi.
Faktanya pelaku UMKM terimpit oleh daya beli yang turun ditambah serbuan barang impor dari China membanjiri pasar-pasar lokal. (BBC.com, 04/10/2024)
Penderitaan rakyat tak cukup sebatas itu, ibarat sudah jatuh tertimpa tangga, rakyat dijadikan alat untuk menopang ekonomi negara dengan diberlakukannya pajak. Pemerintah mengatur dalam UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) menyebabkan PPN naik menjadi 12 persen. Dengan kebijakan ini pemerintah seolah menutup mata atas penderitaan rakyatnya.
Sementara disisi lain Sumber Daya Alam (SDA) yang sejatinya milik rakyat tidak dipergunakan untuk kemaslahatan rakyat justru menjadi ajang bancakan asing. Ibarat miskin di lumbung padi sendiri, rakyat harus merasakan kesulitan hidup di tengah SDA melimpah akibat salah pengelolaannya.
Salah satunya kebutuhan pokok rumah tangga yakni LPG, pemerintah mengimpor LPG sepanjang 2023 menembus 6,950 juta ton atau sekitar 79,7 persen dari total kebutuhan LPG nasional sebesar 8,710 juta ton.
Seharusnya pemerintah mampu memenuhi kebutuhan LPG daripada bergantung pada impor. Sangat jelas membuktikan bahwa Indonesia bukan negara yang mandiri dalam pengelolaan SDA, karena menyerahkan pengelolaan pada para kapitalis. Inilah dampak dari diterapkannya sistem ekonomi kapitalis yang berasaskan manfaat, mendudukkan negara sebagai penjual dan rakyat sebagai pembeli.
Islam Solusi
Islam memiliki konsep yang sempurna dan paripurna dalam mengatur seluruh aspek kehidupan. Sistem ekonomi Islam melibatkan negara sebagai pihak utama yang mengurusi kebutuhan masyarakat, agar masyarakat terpenuhi kebutuhannya individu per individu baik langsung maupun tidak langsung.
Negara dalam Islam memberi jaminan pemenuhan kebutuhan pokok keluarga seperti sandang, papan, dan pangan. Mengelola sumber daya alam sendiri demi kemaslahatan rakyat tanpa tergantung pada utang dan pajak.
Negara akan menyediakan lapangan pekerjaan bagi setiap kepala keluarga, dan memberikan santunan kepada keluarga miskin yang tidak memiliki kepala keluarga atau tidak mampu bekerja dikarenakan cacat fisik.
Selain itu layanan pendidikan dan kesehatan dijamin negara Islam untuk setiap individu. Negara yang menerapkan Islam sangat memperhatikan pendidikan generasi. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah SAW, "Seseorang mendidik anaknya itu lebih baik baginya daripada ia menyedekahkan (setiap hari) satu sha'" (HR. At-Tirmidzi).
Di samping itu Para Ibu dapat mengoptimalkan perannya sebagai pendidik generasi tanpa harus terbebani secara ekonomi. Anak-anak akan fokus belajar, berkarya, karena sudah tercukupi gizi dan terjamin kesehatannya. Sehingga Islam mampu mencetak generasi yang berkualitas sebagaimana generasi Islam terdahulu.
Hal ini bisa terwujud karena pengelolaan SDA dilakukan sesuai syariat Islam. Dalam Islam regulasi kepemilikan umum seperti SDA haram dikuasai swasta, sehingga negara akan bebas dari kendali asing dan menjadi negara kuat serta mandiri.
Sumber pendapatan negara menurut syariat terbagi menjadi tiga, yakni dari fai dan kharaj, kepemilikan umum, serta zakat. Hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Rasulullah Saw. bersabda, “Kaum muslim berserikat dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput, dan api; dan harganya adalah haram.”
Maka tidak mengherankan apabila pendidikan akan tersedia secara mudah, murah bahkan gratis untuk semua rakyat. Hanya dengan penerapan Islam kaffah umat dapat merasakan jaminan kesejahteraan dalam semua aspek kehidupan. []
Oleh: Pani Wulansary, S.Pd.
(Pendidik dan Ibu Generasi)
0 Komentar