Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Waspada Misi Kepemimpinan Sekuler

Topswara.com -- Kunjungas Paus Fransiskus ke Indonesia mengundang berbagai reaksi. Sambutan hangat dan antusias begitu tampak. Sambutan hangat ini ditampakkan oleh pemimpin negara, pemuka kaum muslim dan masyarakat di tanah air. Kunjungannya dianggap sebagai pertemuan bersejarah.

Dalam kunjungan Paus pada 3-5 September 2024 lalu, 33 tokoh muslim Indonesia meluncurkan buku berjudul "Salve, Peregrinans Sprei" yang artinya "Salam Bagimu, Sang Peziarah Harapan" (kompas.com, 2-9-2024). Buku tersebut berisi sambutan sekaligus semangat keberagaman dalam pluralisme yang hidup di Indonesia. 

Dengan adanya tulisan para cendekiawan muslim terkait pluralisme dan keberagaman diharapkan mampu membuka diskusi keagamaan yang lebih mendalam. 

Demikian disampaikan Willem L Turpijn, Sekretaris Frans Seda Foundation sekaligus editor buku tersebut. Nilai-nilai toleransi dan keadilan sosial diharapkan mampu terus ditanam mengingat keberagaman yang begitu kompleks di tanah air.

Kunjungan ini pun mendapat sambutan hangat dari presiden. Pesan perdamaian dunia dan toleransi menjadi hal utama yang disampaikan presiden dalam kesempatan tersebut. Dalam kunjungan ini, Paus juga memuji nilai toleransi di tengah keberagaman yang dimiliki Indonesia. 

Imam Besar Masjid Istiqlal, Nazaruddin Umar, menunjukkan hormat mendalam dan kekagumannya pada Paus (tirto.id, 5-9-2024). Nazaruddin menyebutkan bahwa Masjid Istiqlal tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah kaum muslim, namun juga sebagai tempat kemanusiaan dan rumah besar persaudaraan umat dunia.

Serangkaian agenda pemimpin kaum Katolik dunia tersebut disambut hangat oleh berbagai kalangan. Termasuk kegiatan misa akbar yang ditayangkan di berbagai saluran televisi. Terkait agenda tersebut, pemerintah menghimbau agar adzan Maghrib yang bersamaan dengan acara misa, agar diganti menjadi running text, demi menghormati misa yang tengah berlangsung. 

Berbagai reaksi publik mengemuka hingga mempertanyakan konsep toleransi yang diusung negara kita yang notabene berpenduduk mayoritas muslim.

Toleransi dalam Sekularisme

Kedatangan Paus menguatkan isu toleransi yang terus gencar dihembuskan hingga kini. Sikap para pemuka Islam dan pemimpin negeri ini seolah memberikan contoh terkait teladan sikap toleransi. Namun sayang, ternyata sikap toleransi yang ditunjukkan telah keluar dari konteks makna toleransi dalam koridor akidah dan syariah Islam. 

Memang betul, toleransi merupakan satu konsep yang juga diadopsi dalam hukum syara, dengan syarat, ketentuan dan batasan yang jelas. Hal ini pernah tercermin dalam kehidupan Islami di Spanyol pada masa kekhilafahan Abbasiyah. Toleransi apik tercipta di tengah kehidupan kaum muslim, Yahudi, dan Kristen. 

Allah SWT. berfirman, 
"Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam. Tidaklah berselisih orang-orang yang telah diberi Kitab kecuali setelah mereka memperoleh ilmu, karena kedengkian di antara mereka. Barang siapa ingkar terhadap ayat-ayat Allah, maka sungguh, Allah sangat cepat perhitungan-Nya."
(QS. Ali 'Imran : 19)

Konsep toleransi tidak boleh melanggar batasan hukum yang telah ditetapkan hukum syara. Apalagi sampai menggerus akidah. Tampak lemah dan bermuka manis dengan orang-orang kafir yang telah jelas kekafirannya. 

Toleransi semacam ini akan merusak keyakinan bahwa agama Islam adalah satu-satunya agama yang benar. Dan konsep toleransi yang kini terus digencarkan merupakan esensi toleransi dalam paradigma sekularisme. 

Toleransi yang mewajarkan dan membenarkan konsep ketuhanan agama lainnya. Pluralisme, sinkretisme menjadi bentuk tujuan pengarusan program tersebut. Menganggap semua agama benar dalam satu konsep sama. Padahal nyata-nyata pandangan tersebut merupakan pandangan keliru yang merusak pemahaman kaum muslim. 

Toleransi dalam Islam

Hubungan antara muslim dan non muslim hanya ditujukan untuk hubungan dakwah. Bukan untuk keperluan lain, apalagi tujuan yang jelas merusak keyakinan kaum muslim. Sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah SAW. yang mengirimkan surat ajakan masuk Islam kepada Kaisar Romawi (Heraclius), penguasa Ethiopia (Raja Negus) dan penguasa Persia (Raja Kisra). 

Semestinya kaum muslim memiliki pemikiran dan pemahaman yang kritis terkait hal ini. Tidak sekedar ikut-ikutan arus toleransi dan moderasi yang menyalahi batasan hukum syariat Islam. Segala bentuk salah paham esensi toleransi tersebut, merupakan dampak pemahaman sekularisme yang terus menyerang pemikiran kaum muslim. 

Alhasil, kaum muslim pun hilang arah dalam menentukan tujuan hidup karena biasnya batasan halal haram dan benar salah. Standar hidup kian tidak jelas, dan makin bablas. Serangan pemahaman rusak kian masif dan terstruktur karena didukung oleh kebijakan dan kewenangan penguasa.

Sistem Islam, menjadi sistem yang mampu secara utuh menjamin diterapkannya syariat Islam secara menyeluruh. Edukasi syariat yang ditetapkan negara menjadi bagian penting untuk membimbing seluruh kaum muslim agar mampu menerapkan hukum syarak dalam setiap aspek kehidupan. Salah satunya konsep toleransi. 

Negara akan menjaga setiap kehormatan dan akidah rakyat dalam lindungan hukum syarak yang menjaga rakyat agar tidak terjerumus dalam konsep toleransi yang rusak.

Paradigma ini hanya mampu diwujudkan dalam satu institusi yang menerapkan Islam secara menyeluruh, yakni khilafah. Khilafah akan optimal berfungsi sebagai junnah (perisai) dan ra'in (pengurus) bagi setiap kepentingan rakyat, termasuk di dalamnya penjagaan akidah. 

Tatanan sistem yang amanah niscaya melahirkan berkah bagi seluruh umat. Akidah terjaga, kehormatan dan kemuliaan kaum muslim terjamin sempurna. 

Wallahu a'lam bisshawab. 


Oleh: Yuke Octavianty 
Forum Literasi Muslimah Bogor 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar