Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Perceraian Tinggi, Islam Solusi Pasti

Topswara.com -- Dilansir dari ayobandung.com 25/8/2024, Indonesia memiliki banyak kasus perceraian setiap tahunnya. Di tahun 2023 tercatat sebanyak 463.654 kasus. Di Jawa Barat sendiri menurut data Badan Pusat Satistik (BPS) ada 102.280 kasus. Khusus Kabupaten Bandung tercatat 7.683 kasus. Dengan banyaknya kasus perceraian otomatis status janda dan duda juga semakin banyak.

Berbagai alasan yang melatarbelakangi terjadinya perceraian beragam, diantaranya karena percokcokan, KDRT, poligami, perselingkuhan, judi, suami homoseksual, suami tidak bekerja, kemiskinan ekstrem, dan yang lainnya.

Untuk menguatkan bangunan dan mencegah perceraian, menurut Ditjen Bimas Islam Kemenag Prof. Dr. Kamaruddin Amin, perlu adanya bimbingan atau konsultasi keluarga di seluruh wilayah Indonesia, baik dari para penghulu maupun penyuluh agama. 

Program tersebut diklaim sangat penting untuk memberikan edukasi kepada mereka yang hendak menikah. Ditjen Bimas menemukan fenomena bahwa mereka yang hendak menikah ternyata tidak semuanya siap mengemban tugas sebagai suami maupun istri. Belum faham tentang memenej keuangan, ataupun kesehatan reproduksi.

Selain itu, bagi suami atau istri yang mengajukan gugatan perceraian di Pengadilan Agama, ada organisasi yang mengembangkan layanan penasihatan dan konseling keluarga serta mediasi.

Adapun untuk mencegah terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, sudah ada UU PKDRT dan undang-undang lainnya. Akan tetapi sampai detik ini, UU PKDRT bisa dikatakan tidak mampu mencegah kasus, KDRT terus bermunculan menambah daftar panjang perceraian.

Akar Masalah

Jika kita cermati sebenarnya tingginya angka perceraian tidak hanya disebabkan oleh faktor internal saja, seperti ketidaksiapan calon suami atau calon istri. 

Juga bukan hanya tidak mampu menentukan keuangan atau tidak paham terkait kesehatan reproduksi, tetapi ada faktor eksternal yang tidak kalah penting menuntut penyelesaian secara tuntas, yaitu kemiskinan ekstrem akibat sempitnya lapangan kerja dan banyaknya PHK. Atau perilaku sosial yang menyimpang seperti homoseksual.

Kesimpulannya, untuk menyelesaikan masalah perceraian butuh penyelesaian yang komprehensif bukan hanya faktor internalnya saja. 

Terguncangnya institusi pernikahan saat ini tidak bisa dilepaskan dari akibat penerapan sistem hidup kapitalisme sekular. Penerapan sistem ekonomi kapitalisme telah menciptakan kesenjangan ekstrem antara si kaya dan si miskin. Penguasaan kekayaan atau sumber daya alam oleh segelintir orang telah berdampak pada kemiskinan di tengah masyarakat.

Demi menopang ekonomi keluarga, memenuhi kebutuhan sehari-hari, para perempuan terpaksa keluar rumah untuk bekerja. Tempat kerja yang tidak ramah dan sistem pergaulan yang rawan godaan, terjadilah banyak perselingkuhan.

Kapitalisme yang menitikberatkan pada kesenangan duniawi telah menggeser pemahaman dari memenuhi kebutuhan menjadi memenuhi keinginan. Tuntutan gaya hidup tidak sedikit membuat kaum hawa lapar mata padahal penghasilan suami pas-pasan, jauh dari kata memadai. Akibatnya percekcokan tidak bisa dihindari.

Sekularisme yang meminggirkan peran agama dari kehidupan menjadikan tata pergaulan serba bebas, menjerumuskan pada perilaku menyimpang seperti homoseksual. Akibat sekularisme pula biduk rumah tangga dijalankan tanpa bekal ilmu.

Solusi Islam

Membangun rumah tangga adalah perintah syariat. Allah SWT. telah menentukan sejumlah hukum agar ketika pasangan suami istri menjalankan biduk rumah tangga sesuai dengan petunjuk Allah dan Rasul-Nya. Allah SWT. telah membebankan kepada laki-laki sebagai pemimpin (qawwam), sedangkan kepada perempuan sebagai ibu dan pengurus rumah tangga.

Rasulullah SAW. bersabda, " Kalian semua adalah pemimpin dan kelak kalian semua akan dimintai pertanggungjawaban, seorang imam adalah pemimpin yang kelak ia akan dimintai pertanggung jawaban, seorang laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya dan kelak ia akan dimintai pertanggung jawaban, seorang wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan kelak ia akan dimintai pertanggung jawaban".

Laki-laki maupun perempuan wajib memiliki pemahaman yang utuh tentang hak dan kewajiban. Jangan sampai baik suami maupun istri hanya menuntut hak tapi lalai terhadap kewajiban. Karena hal itu berarti pelanggaran terhadap syariat.

Negara dalam sistem Islam wajib berperan menyiapkan seluruh warganya memasuki jenjang pernikahan. Di masa kekhilafahan, negara aktif menjalankan edukasi berbagai hal yang berkaitan dengan rumah tangga, seperti pola hubungan suami istri, mengatur keuangan, pola asuh, gizi, dan yang lainnya. 

Karena negara menerapkan sistem ekonomi Islam sebagai bagian dari sistem Islam, kesulitan menyediakan lapangan kerja terutama bagi penanggung nafkah tidak jadi kendala. Pemasukan negara berlimpah sehingga di masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz tidak ditemukan seorang pun yang berhak menerima zakat. Artinya kebutuhan dasar terpenuhi, bahkan pendidikan, kesehatan, dan keamanan dijamin oleh negara.

Sistem Islam sangat jauh berbeda dengan kapitalisme yang asasnya sekular. Semua masyarakat terbina dengan Islam. Paham kebebasan, dan isme-isme yang merusak bangunan keluarga tidak akan dibiarkan. 

Negara berfungsi sebagai perisai yang menyelamatkan seluruh rakyatnya dari kerusakan. Dan jika terjadi penyimpangan atau pelanggaran dalam rumah tangga maka akan diselesaikan sesuai ketentuan syariat. Keluarga dipandang penting sebagai pelanjut peradaban. Maka wajar perhatian negara bagi keluarga sangatlah besar.
 
Oleh karena itu selama kehidupan diatur oleh kapitalisme sekular akan banyak bangunan keluarga terguncang dan berakhir dengan perceraian. Hanya melalui penerapan Islam kafah lah ketahanan rumah tangga akan terbangun kokoh. Karena faktor penyumbang keretakan rumah tangga diselesaikan secara menyeluruh baik faktor internal maupun eksternalnya.

Wallahu a'lam bi ash shawwab.


Oleh: Samratul Ilmi
Pegiat Dakwah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar