Topswara.com -- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) berkoordinasi dengan Dinas PPPA Sumatera Selatan (Sumsel) terkait kasus pembunuhan dan pemerkosaan terhadap siswi berusia 13 tahun yang diduga dilakukan empat orang pelajar. KemenPPPA meminta pelaku diproses hukum sesuai undang-undang yang berlaku.
Polisi saat ini telah menetapkan IS (16), MZ (13), AS (12), dan NS (12) sebagai tersangka. Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPA, Nahar meminta agar pelaku yang masih berstatus anak diproses dengan sistem peradilan anak.
Nahar menyebut bahwa kasus tersebut hanya nampak dipermukaan, pemicunya diduga banyak hal seperti kondisi ekonomi, pola asuh, pendidikan, dan teknologi informasi termasuk penyalahgunaan HP terkait pornografi.(detik.com, 6/9/2024)
Sungguh sangat miris, bukan saja satu, tapi empat pelajar dapat melakukan rangkaian perbuatan sangat keji. Hal tersebut merupakan tanda rusaknya fitrah anak.
Generasi yang seharusnya menyibukkan diri dalam mengejar ilmu, mengasah potensi diri, mengejar cita-cita hingga membina diri menjadi pribadi yang bertakwa yang kelak akan menjadi bagian dari pembangun peradaban mulia, nyatanya sudah sangat jauh dari gambaran generasi hari ini.
Fenomena ini sekaligus menggambarkan anak-anak kehilangan masa kecil yang bahagia, bermain dan belajar dengan tenang sesuai dengan fitrah anak dalam kebaikan.
Seperti kata Nahar bahwa kasus di atas hanya nampak dipermukaan karena tidak semua kasus yang terjadi dilaporkan. Artinya, anak menjadi pelaku kejahatan sudah terjadi berulang kali dan hal tersebut sejatinya menunjukkan bahwa anak-anak Indonesia sedang tidak baik-baik saja.
Karena realitanya, anak-anak yang menjadi pelaku kejahatan terus meningkat dari tahun ke tahun dan terjadi di berbagai wilayah Indonesia. Tidak lagi kasuistik, tetapi menjadi fenomena rusaknya anak-anak Indonesia serta menunjukkan adanya problem serius, baik pada keluarga, lingkungan, maupun negara.
Keluarga adalah lingkungan terdekat bagi anak-anak terutama ibu yang menjadi sekolah pertama mereka. Namun sayang, dalam negara bersistem ekonomi kapitalis ini menyebabkan rakyat hidup sengsara, sehingga para ibu tidak dapat menjalankan peran fitrahnya, termasuk maraknya ibu bekerja, baik karena arus kesetaraan gender maupun keterpaksaan karena kemiskinan.
Ditambah lagi tingginya angka perceraian di Indonesia juga berpengaruh terhadap kepribadian anak. Alhasil, peran keluarga sebagai sekolah pertama tidak dapat berjalan optimal.
Setali tiga uang, lingkungan hari ini, baik sekolah maupun masyarakat, banyak memberikan contoh yang tidak baik bagi anak-anak. Demikian halnya dengan media yang banyak menayangkan konten berisi pornoaksi, pornografi, adegan kekerasan dan berbagai kemaksiatan lainnya, yang dengan mudah diakses anak-anak melalui gadgetnya.
Maka tidak bisa dipungkiri perilaku buruk yang bergentayangan di media sosial menjadikan anak mencontoh segala yang dilihat, didengar dan secara tidak langsung telah merusak fitrah anak yang bersih dan polos.
Mereka menjadi dewasa sebelum waktunya tanpa memahami standar terpuji dan tercela. Hal tersebut jelas memberikan dampak negatif pada keluarga. Semua itu terkait dengan peran negara karena negaralah yang menentukan semua kebijakan.
Bobroknya kelakuan remaja seharusnya membuka mata umat bahwa serangan pemikiran liberal begitu masif terjadi di tengah umat Islam hari ini. Liberalisme merupakan buah dari sekulerisme atau pemisahan agama dari kehidupan. Sekulerisme merupakan asas dari ideologi kapitalisme yang dimiliki Barat.
Ideologi tersebut mengajarkan hidup serba bebas serta dituntun oleh hawa nafsu dan mengabaikan peran agama dalam kehidupan bahkan agama hanya dipandang sebagai formalitas. Jadilah standar kebahagiaan diletakkan pada kepuasan materi dan kesenangan jasadiyah semata.
Alhasil, generasi akan memiliki perilaku liberal atau bertindak semaunya tanpa memikirkan akibat dari tindakannya apalagi mengaitkannya dengan kehidupan akhirat.
Maka, tak heran jika banyak kita temukan generasi yang pandai secara akademik, namun kecanduan pornografi, mental illness, kecanduan judi online, miras, narkoba, free sex dan sebagainya. Bahkan mereka sudah ada pada level bangga dengan kejahatan dan kemaksiatan yang dilakukannya, na'udzubillah.
Cara Islam Menjaga Fitrah Anak
Sebagai sebuah ideologi, Islam memiliki aturan yang komprehensif yang membawa kerahmatan dalam penerapannya. Islam mewajibkan negara mencegah terjadinya kerusakan generasi melalui penerapan aturan Islam dalam berbagai aspek kehidupan, di antaranya sistem pendidikan Islam, media islami hingga sistem sanksi yang menjerakan.
Sistem pendidikan yang diterapkan adalah sistem pendidikan Islam yang berlandaskan akidah Islam. Dengan akidah Islam sebagai asas kehidupan, maka ketakwaan akan tercermin pada keluarga, sekolah, masyarakat dan negara.
Pendidikan anak menjadi hal yang wajib diperhatikan dan sangat penting. Sebab, anak merupakan generasi masa depan yang akan membangun dan menjaga peradaban tetap mulia.
Disamping itu, negara berkewajiban mewujudkan kesejahteraan perindividu rakyatnya, termasuk para ibu supaya dapat optimal menjalankan perannya sebagai madrasah utama dan pertama. Negara juga tidak akan menghalangi kiprah perempuan sepanjang tidak melanggar hukum syariat.
Negara dalam Islam, memiliki peran besar dalam hal ini sebagai salah satu pilar tegaknya aturan Allah SWT. Negara yang menerapkan aturan Islam akan mampu berkolaborasi dengan individu dan masyarakat untuk bersama-sama menjauhi dan menumpas aktivitas maksiat apapun di tengah masyarakat termasuk pergaulan bebas seperti pacaran, rudapaksa hingga pembunuhan.
Individu dalam khilafah sangat memahami tujuan hidupnya, yaitu hidup adalah untuk beribadah kepada Allah Swt demi meraih ridhaNya. Mereka akan menjauhi perilaku maksiat dan selalu berusaha untuk taat kepada Allah dan RasulNya.
Dari individu-individu bertakwa inilah akan terbentuk masyarakat Islami, yakni masyarakat yang senantiasa melakukan amar makruf nahi mungkar, saling menasehati dalam kebaikan dan mengingatkan agar menjauhi maksiat. Mereka terbentuk menjadi individu yang saling peduli satu sama lain dan tidak akan ridha bila ada orang di sekitarnya yang bermaksiat.
Negara akan mewujudkan sistem informasi yang aman dan menjamin kebersihan pemikiran generasi dan masyarakat. Media dipastikan tidak akan menyebarkan konten-konten yang merusak. Sebaliknya, media akan digunakan sebagai sarana dakwah, meningkatkan keimanan, ketakwaan dan memberi informasi yang benar.
Selain itu, negara juga akan membentengi masyarakat dari masuknya pemikiran yang tidak sesuai dengan syariat Islam. Sistem sanksi Islam yang tegas dan menjerakan, juga akan diterapkan negara untuk mencegah terjadinya kemaksiatan dan kejahatan.[]
Oleh: Nabila Zidane
(Jurnalis)
0 Komentar