Topswara.com -- Pemerintah dan DPR sedang membahas perencanaan tafsir ulang anggaran pendidikan dalam APBN, akan tetapi sejumlah ekonom menilai hal ini tidak tepat. Anggaran pendidikan yang berjalan selama ini dipatok 20 persen dari APBN, dan akan disesuaikan dalam wacana terbaru. (Bisnis.com, 6/9/2024)
Statement Sri Mulyani yang mengatakan perlu tafsir ulang atas mandatory spending 20 persen anggaran pendidikan dalam APBN dengan dalih mengurangi beban APBN di tengah banyaknya problem soal layanan pendidikan adalah bukti lepas tangannya negara dalam memenuhi hak rakyat mendapatkan jaminan pendidikan terbaik dan terjangkau.
Dengan skema anggaran sekarang saja masih belum cukup memenuhi kebutuhan jaminan layanan pendidikan yang gratis/murah, adil dan merata. Terbukti disejumlah sekolah banyak sarana dan prasarana pendidikan yang belum memadai, mulai dari fasilitas bangunan sekolah yang rusak / belum ada, akses ke sekolah dengan jalan yang rusak atau jembatan yang tidak memadai, lokasi sekolah yang jauh dari pemukiman penduduk, tidak ada fasilitas buku bagi siswa, ketersediaan pengajar yang sedikit dan lain sebagainya.
Kemudian dari sisi pengajar/guru. Gaji yang minim dan tidak adanya jaminan sosial bagi mereka. Gaji guru honorer berkisar 300-400 ribu per bulan. Sungguh angka yang sangat minim ditengah kebutuhan ekonomi yang kian menghimpit.
Paradigma kepemimpinan sekuler kapitalisme jauh dari paradigma riayah dan junnah, melainkan seperti penjual dan pembeli. Pendidikan malah diserahkan kepada swasta untuk dikapitalisasi. Pendidikan yang berkualitas seolah hanya bisa diraih oleh mereka yang mempunyai uang.
Banyak praktik-praktik kecurangan salahsatunya adalah jual beli kursi di sekolah favorit. Tentunya hal ini adalah rahasia umum. Bahkan untuk sekolah di sekolah negri favorit orang tua harus mengeluarkan uang puluhan juta untuk bisa bersekolah di sekolah tersebut.
Juga untuk bersekolah di sekolah swasta favorit angka yang di keluarkan orang tua adalah puluhan juta. Sungguh angka yang fantastis.
Bersekolah di sekolah dengan kualitas baik hanya mimpi bagi sebagian besar orang yang untuk makan saja mereka susah.
Berbeda dengan Islam, pendidikan adalah salah satu hak setiap rakyat yang wajib dipenuhi penguasa dengan layanan terbaik. Bisa diwujudkan dengan politik anggaran yang berkaitan dengan sistem ekonomi Islam dan didukung sistem-sistem lainnya sehingga tujuan pendidikan terwujud.
Karena pendidikan dalam Islam tujuannya adalah membentuk kepribadian Islam. Mencetak generasi yang tidak hanya berilmu tapi memiliki kepribadian yang khas dengan akidah Islam. Yang takut akan Tuhannya. Dan yang bukan hanya cerdas dalam akademik semata.
Kewajiban bagi setiap individu baik laki-laki maupun perempuan adalah menuntut ilmu. Rasullah SAW menjadikan mesjid sebagai pusat pendidikan, selain dipergunakan untuk sholat. Mesjid juga tempat diadakan halaqah-halaqah.
Selain mesjid berdiri pusat-pusat pengajaran lainnya di Madinah, seperti kuttaab. Kuttaab adalah ruangan kecil untuk mengajar anak-anak untuk membaca, menulis, dan menghafalkan Al-Qur'an.
Rasullah juga menjadikan syarat tebusan kepada tawanan perang badar berupa mengajarkan membaca dan menulis bagi 10 orang anak kaum muslimin.
Pada masa kekhalifahan Umar RA memberikan tunjangan yang besar kepada para guru sebesar 15 dirham setiap bulan.
Khalifah juga berupaya memperluas jangkauan pendidikan ke berbagai wilayah dengan mengirim para ulama yang digaji oleh pemerintah.
Semua itu adalah bukti kepedulian khalifah sebagai pemimpin untuk mengurus urusan rakyat sebagai fungsi dari rain yaitu pengurus dan junnah sebagai pelindung. Negara wajib menyediakan pendidikan yang gratis bagi rakyat nya tanpa melihat agama, status sosial, ras dan kepentingan lainnya.
Dengan model pendidikan tersebut lahirlah para ulama yang menghasilkan karya-karya intelektual yang tinggi, tidak hanya terbatas pada tsaqafah Islam. Tetapi mencakup berbagai macam keilmuan seperti kedokteran, kimia, astronomi dan lain sebagainya.
Maka sudah saatnya kita kembali kepada sistem islam yang terbukti membawa kemaslahatan apabila diterapkan.
Wallahu'alam bissawab.
Oleh: Dewi Sulastini
Aktivis Muslimah
0 Komentar