Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Nongkrong Berujung Maut (Kenali Tiga Fase Pendidikan Anak hingga Remaja)


Topswara.com -- Hari-hari ini perasaan kita diharu biru. Antara sedih dan geram dengan peristiwa naas ini. Bagaimana bisa, tujuh remaja, meninggal mengenaskan dengan cara yang sangat disesalkan. 

Jika benar karena takut dengan patroli polisi, lalu nyebur ke sungai, padahal enggak bisa berenang, di mana letak akal sehatnya? Bukankah itu sama saja dengam bunuh diri? Begitu panikkah sampai tidak bisa berpikir jernih? 
Entah bagaimana situasinya saat itu, yang jelas ikut trenyuh menyimak beritanya. 

Hanya bisa berucap, innalillahi wainnailaihi rajiuun. Sungguh ajal tidak butuh logika. 
Kejadian penemuan 7 mayat remaja yang tewas di Sungai Bekasi ini sangat memprihatinkan. Malang tidak dapat ditolak, untung tak dapat diraih. 

Sebagai ibu yang punya anak laki-laki usia remaja, saya ikut sedih dan menyesalkan kejadian ini. Sayang sekali, potensi remaja tersia-sia. Di usia belia mereka, di saat-saat seharusnya menikmati hidup bahagia tanpa beban layaknya orang dewasa. 

Namun, di usia ini memang rentan sekali remaja salah arah. Mereka, masih sangat-sangat membutuhkan bimbingan dan pendampingan ketat orang tuanya. Memang tidak mudah, karena tantangan pergaulan sangat buruk dan merusak. 
Karena itu, di usia remaja, tidak hanya didikan orang tua yang harus kuat. Juga, dukungan dari sektor pendidikan dan lingkungan yang baik.

Para remaja itu adalah pelajar yang "dididik" oleh kurikulum pendidikan. Mereka juga bergaul, yang berarti ada "didikan" oleh lingkungan. 

Di sekolah, mereka juga perlu dukungan kurikulum pendidikan berkarakter yang benar. Artinya, ada kontribusi sistem pendidikan yang gagal jika anak remaja masih juga tawuran, nongkrong atau melakukan kegiatan nirfaedah. 
Mengapa? 

Fase pendidikan itu melewati tiga tahap: 
Pertama, fase balita, anak itu patuh apa kata orang tuanya. Artinya di fase ini anak-anak harus kuat fondasi aqidah dan syariahnya.  

Kedua, fase prabaligh, anak itu patuh apa kata gurunya. Artinya di fase sekolah ini, anak-anak membandingkan nasihat orang tua dengan gurunya. Cenderung lebih patuh para pendidiknya. 

Ketiga, fase baligh hingga remaja, anak itu lebih patuh apa kata temannya. Artinya di fase remaja ini mereka sangat mudah terpengaruh lingkungan. Akan tetapi, jika di fase 1 dan 2 berhasil ditanamkan fondasi yang kuat akan pembentukan kepribadian dirinya melalui orang tua dan gurunya.

Maka di fase remaja seharusnya sudah cukup kokoh untuk tahu mana yang baik dan mana yang benar. Mana yang bermanfaat dan mana yang tidak bermanfaat. Mana yang membahayakan dirinya dan mana yang aman. 

Di usia remaja, sudah harus mampu memperjuangkan nilai-nilai terpenting dalam hidupnya. Tidak lagi buang-buang waktu pada hal-hal yang tidak berguna.
Jadi, atas kejadian ini, mari semua pihak introspeksi. 

Orang tua, sudahkah menanamkan fondasi nilai-nilai kehidupan yang benar dan kokoh pada anak. khususnya di fase balita hingga prabaligh. 

Para guru, sudahkah mendampingi anak didiknya, bukan hanya secara akademik tetapi juga pembentukan karakter mulia, karena para guru adalah panutan anak didik. Khususnya anak-anak fase prabaligh sampai remaja. 

Lalu sistem pendidikan dasar, sudahkah memiliki kurikulum yang dapat membentuk karakter anak didik yang cinta ilmu, paham adab dan moral, mampu menjadi problem solver dan tidak terpengaruh lingkungan yang mengajak pada keburukan. Itulah PR kita bersama. 
Cukup sekali kejadian seperti ini. 

Jangan ada lagi remaja-remaja yang tewas sia-sia. Lebih menyedihkan lagi, karena tewasnya mereka pun tidak ditangisi masyarakat, malah disyukuri. Sudah meninggal masih dihujat, karena dianggap sampah masyarakat. Na'udzubillahi mindzalik. 

Ya Allah, jaga anak-anak kami di sistem buruk rupa ini, karena hanya Engkaulah sebaik-baik penjaga kami.


Oleh: Ustazah Kholda Najiyah 
Founder Salehah Institute 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar