Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Mengapa Pemerintah Selalu Mencari Celah untuk Mengambil Pajak dari Masyarakat?

Topswara.com -- Memiliki rumah adalah impian setiap rumah. Tempat berteduh ketika hujan, tempat bergembira ketika merayakan pencapaian yg didambakan, tempat membangun kenangan dengan orang tersayang. Rumah adalah hal vital yang menjadi kebutuhan setiap warga. Oleh karena itu, ia termasuk dalam tiga kebutuhan dasar manusia, sandang, pangan, dan papan alias rumah. 

Sayang seribu sayang, kebutuhan dasar ini sulit terealisasi di masa kini. Tingginya harga perumahan bahkan sampai ratusan juta membuat banyak GenZ dan millenial yang tak sanggup membeli rumah. Membeli rumah bahkan bukan menjadi prioritas GenZ di abad ke-21 ini. 

Hasil survei dari Property Perspective mengungkapkan bahwa sebanyak 36 persen masih enggan membeli rumah. Dari seluruh responden, 22 persen dari mereka mengungkapkan bahwa ini didasari karena harga rumah jadi yang terlampau tinggi. 

Salah satu alternatif yang diambil oleh para GenZ dan millenial adalah dengan membangun rumah sendiri. Mereka yang telah memiliki tanah baik tanah waris atau membeli kemudian memilih mendirikan bangunan sendiri disana dengan harapan harga yang dibayarkan akan lebih murah. 

Namun, nyatanya, hal ini juga tidak semulus yang dibayangkan. Pemerintah berencana menerapkan pajak kepada masyarakat yang hendak membangun rumah mereka sebesar 2,4 persen.

Pajak pembangunan rumah ini tertuang pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 61/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai Atas Kegiatan Membangun Sendiri (PPN KMS). Pada Pasal 2 ayat (3) PMK tertulis jelas bahwa kegiatan membangun sendiri adalah kegiatan membangun bangunan, baik bangunan baru maupun perluasan bangunan lama atau renovasi. 

Jadi, bukan hanya membangun rumah, merenovasi rumah juga akan dikenai pajak. Meskipun pemerintah menegaskan bahwa pajak ini diberlakukan kepada rumah yang luas pembangunannya lebih dari 200 meter persegi dan dibangun dalam kurun waktu 2 tahun, tetap saja hal ini berpotensi memberatkan masyarakat. 

Pertanyaan yang mencuat di masyarakat adalah kenapa pemerinta selalu berusaha mencari celah untuk mengambil pajak dari masyarakat? Jawabannya tak lain dan tak bukan adalah karena pajak yang menjadi pemasukan utama negara ini. 

Negara hanya bersandar pada pajak untuk menghidupi rakyat dan mengelola semua permasalahan masyarakat. Sayangnya, uang pajak ini selalu kurang untuk menghidupi rakyat. Alhasil, negara tak henti-hentinya mengorek kesempatan untuk menarik pajak dari setiap aktivitas masyarakat. 

Hal ini tentu saja miris, mengingat di saat yang bersamaan kekayaan negara dengan mudahnya diobral ke tangan asing, salah satunya adalah surga nikel di Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara. Dilansir dari Intisari Online (19/09/2023), nilai valuasi nikel di pulau ini mencapai Rp100 triliun, nilai yang sangat besar. 

Sayangnya, potensi alam di pulau ini malah dieksploitasi besar-besaran dan bahkan telah merusak landscape dari Pulau Obi. Namun dilansir dari kabarpulau.com (10/06/2024) belum ada upaya baik dari pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian ESDM dan Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk menghentikan aktivitas pertambangan di Pulau ini. Pulau ini terus dikeruk, namun kekayaannya bukan untuk rakyat. 

Lucu memang, negara yang punya potensi sumber daya alam sebesar itu malah menjual kekayaannya kepada asing secara murah dan percuma. Di saat yang sama, mereka mengeruk uang rakyat untuk menghidupi rakyat itu sendiri. Wajar bila dikatakan kita seperti tikus yang mati di lumbung padi. 

Ini tentu saja menjadi imbas nyata dari penerapan sistem kapitalisme di Indonesia. Sistem kapitalisme menjadikan negara bebas dan berhak secara penuh untuk menjual kekayaan negara pada asing. Sistem ini juga melegalkan pemungutan pajak kepada rakyat secara keji dan brutal. Sistem inilah sejatinya penyebab utama tertekannya hidup manusia di negeri ini, bahkan di seluruh dunia. 

Pandangan kapitalisme yang melegalkan penjualan kekayaan alam sama sekali tidak bisa dibenarkan oleh Islam. Islam merupakan mabda yang digunakan sebagai dasar mengarungi medan kehidupan, bukan hanya individu namun juga negara. Maka, Islam juga mengatur bagaimana periayahan negara yang seharusnya ketika mengurusi rakyat yang menjadi amanahnya. 

Dalam Islam, negara tidak boleh menjual sumber daya alam kepada asing ataupun aseng. Ibnu Majah meriwayatkan dari Abdulah bin Said, dari Abdullah bin Khirasy bin Khawsyab asy-Syaibani, dari al-‘Awam bin Khawsyab, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda,

اَلْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي ثَلاَثٍ فِي الْمَاءِ وَالْكَلإِ وَالنَّارِ وَثَمنَهُ حَرَامٌ

“Kaum muslim berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api; dan harganya adalah haram.”

Hadis itu memang menyebutkan tiga macam (air, padang rumput, dan api), tetapi disertai ‘illat, yaitu sifatnya sebagai fasilitas umum yang dibutuhkan secara bersama oleh suatu komunitas. Kaidah ushul menyatakan, “Al-Hukm yadûru ma’a ‘illatihi wujûd[an] wa ‘adam[an] (Hukum beredar bersama ‘illat, ada dan tidaknya [‘illat itu]).”

Oleh karena itu, segala sesuatu (air, padang rumput, api, sarana irigasi, dan lain sebagainya) yang memiliki sifat sebagaimana fasilitas umum yang menjadi kebutuhan masyarakat secara umum, maka manusia berserikat di dalamnya. Oleh karena itu, dalam hal ini, bahan galian tambang juga merupakan hal tersebut. 

Maka, menjadi suatu hal yang haram negara menjual kekayaan rakyat kepada asing. Kekayaan rakyat harus dieksploitasi hanya untuk rakyat. Dengan mekanisme ini, negara tidak akan mengais-ngais lagi pajak pada rakyat, karena sejatinya jumlah pendapatan dari eksploitasi tambang sudah lebih dari cukup untuk menghidupi masyarakat di negara ini. 

Pengada-adaan pajak termasuk pajak pembangunan rumah adalah imbas dari miskinnya negara karena pemasukan pajak yang tak cukup untuk rakyat. Oleh karena itu, mengeruk pajak tidak akan ada habisnya di sistem saat ini. 

Sudah saatnya negara ini kembali ke Islam untuk menuntaskan permasalahan pajak yang menggurita dan menjarah rakyat dengan dalih pengayomannya. Islam lah satu-satunya solusi permasalahan umat.


Oleh: Asih Senja 
Aktivis Muslimah 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar