Topswara.com -- Wacana makan siang gratis terus menjadi perbincangan publik. Pasalnya menu makan siang yang di dalamnya mencantumkan susu, ditengarai susu sapi lokal tidak mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Sehingga dibutuhkan pasokan produk susu lain yang mampu memenuhi kecukupan gizi. Susu ikan diklaim sebagai salah satu alternatif pilihan yang menjanjikan. Selain sumbernya melimpah, gizinya pun disebutkan tidak kalah dengan kandungan susu sapi.
Wacana tersebut kontan menuai polemik di tengah masyarakat. Di satu sisi, susu ikan dianggap sebagai pilihan menjanjikan yang menawarkan keragaman gizi. Sementara di sisi lain, anggaran yang digelontorkan untuk pengolahan ikan menjadi susu ikan bukanlah hal yang mudah.
Diperkirakan program ini akan menelan biaya berkisar Rp 100 hingga 120 Trilyun pada tahun pertama pemerintahan Parbowo (cnbcindonesia.com, 15-9-2024). Dan tahapan awal ini diperkirakan menelan biaya sebanyak 36 persen dari total biaya program.
Meskipun demikian, program susu ikan tersebut diklaim lebih murah ketimbang susu sapi. Diklaim program substitusi ini mampu menghemat anggaran mencapai Rp 23 Milyar (cnbcindonesia.com, 15-9-2024).
Pakar Gizi dari Ilmu Gizi dan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor, Ali Khomsan, mengungkapkan adanya misleading jika dikatakan susu sapi dapat digantikan oleh susu ikan. Karena kandungannya pasti berbeda (narasinewsroom.com, 16-9-2024).
Tidak hanya itu, untuk memenuhi 80 juta pesanan susu ikan setiap saat, bukanlah hal yang mudah bagi UMKM di Indonesia mengingat keadaan modal dan kondisi yang tidak memungkinkan. Demikian lanjutnya.
Pangan dalam Genggaman Kapitalisme
Berawal dari isu stunting yang tidak kunjung reda, program makan siang gratis digaungkan demi meningkatkan kualitas kesehatan generasi. Susu sapi menjadi elemen penting yang selalu ada di dalamnya.
Isu ketahanan pangan yang kian krisis pun menjadi sorotan penting yang hingga kini belum temu solusi. Program makan siang gratis digadang-gadang menjadi harapan demi mengentaskan stunting.
Dimensi kebijakan yang ditetapkan disetting agar nampak mengurusi rakyat. Produk olahan yang jarang diaplikasikan, tetiba muncul dengan beragam kelebihannya. Program makan siang gratis, susu gratis hingga susu ikan gratis menjadi kebijakan yang beraroma kapitalisme oligarki.
Segala bentuk peluang yang timbul dalam program-program negara menjadi pesanan oligarki dan korporasi. Mau tidak mau, dalam keadaan saat ini, negara tidak akan mampu memenuhi kebutuhan pangan rakyat secara global dengan standar dan kualitas yang baik.
Alasannya karena sistem yang kini diterapkan, yakni kapitalisme sekularistik sama sekali tidak mampu memposisikan kepentingan rakyat, sebagai hal yang prioritas. Pengadaan pangan diserahkan pada pihak kapitalis yang getol mencari untung dalam setiap program pemerintah. Hingga akhirnya, produk yang diharapkan mampu meredakan stunting pun hanya sekedar ilusi yang tidak kunjung ciptakan solusi.
Sungguh hanya mimpi saat isu ketahanan global hanya disolusi dengan solusi parsial seperti program makan siang gratis dan susu gratis.
Jelaslah, fenomena makan gratis dan susu gratis ini hanya menunjukkan watak asli rezim sekular demokrasi. Kebijakan negara hanya berbuah ketetapan yang berlepas tangan dari urusan rakyat. Negara sama sekali tidak mampu mengurusi rakyat.
Parahnya lagi, negara hanya sukses menjadi penunggang isu generasi yang mensukseskan proyek industrialiasasi. Lagi-lagi, hanya keuntungan materi yang menjadi orientasi. Kepentingan rakyat tetap terabaikan dalam genggaman kapitalisme yang kian akut dari waktu ke waktu.
Ketahanan Pangan dalam Islam
Sistem Islam memiliki mekanisme dan strategi yang khas dalam menetapkan solusi ketahanan pangan. Yakni dengan menetapkan kepemimpinan amanah dan bijaksana dalam tatanan akidah Islam yang menjaga.
Islam menetapkan bahwa rakyat adalah amanah yang wajib dijaga. Setiap kebutuhannya pun menjadi unsur utama yang wajib dipenuhi negara. Sebagaimana hadits yang disabdakan Rasulullah SAW.
"Imam adalah ra'in (pengurus) dan ia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya" (HR. Al Bukhari).
Kepemimpinan Islam memiliki ketangguhan melayani umat dan memiliki perhatian khusus terhadap jaminan kualitas generasi. Serta mampu memenuhi hak dasar mereka dengan pemenuhan yg optimal dan berkualitas.
Peradaban emas akan dilahirkan dari genggaman dan kekuatan generasi tangguh. Selain kepribadian Islam yang tangguh, kekuatan fisik pun menjadi satu hal yang sama sekali tidak bisa ditinggalkan.
Berdasarkan hal ini, ketahanan pangan merupakan satu hal utama yang wajib dijamin negara. Paradigma ini hanya mampu diwujudkan dalam satu tatanan institusi amanah yang memposisikan rakyat sebagai komponen utama. Inilah sistem Islam dalam wadah institusi khilafah.
Khilafah akan menetapkan beragam kebijakan terkait penyediaan keberagaman pangan yang mudah diakses dengan biaya murah bahkan gratis. Segala mekanisme diatur khalifah dengan menetapkan anggaran dari baitul mal, melalui pos-pos yang telah ditentukan.
Dengan metode inilah generasi dijamin kebutuhan pangannya. Sistem pangan yang berdaya berawal dari sistem ekonomi Islam yang bijaksana. Sistem ekonomi Islam menetapkan bahwa segala bentuk pengelolaan sumberdaya alam dan kekayaan negara secara mutlak wajib dikelola khilafah.
Khilafah mengontrol segala bentuk pengelolaannya melalui para pengurus dan pemimpin yang amanah. Tidak ada campur tangan asing ataupun swasta dalam hal ini. Karena seluruh kebijakan ditetapkan khilafah secara utuh dan menyeluruh demi pemenuhan kebutuhan seluruh umat. Inilah sumber keberlimpahan dan kesejahteraan.
Demikianlah Islam mengatur kehidupan. Ketahanan pangan terjamin. Generasi kuat dan tangguh. Peradaban gemilang dalam genggaman generasi cemerlang, tidak hanya sekedar impian. Semua harapan menjadi nyata dalam dekapan sistem yang berdaya.
Wallahu a'lam bisshawab.
Oleh: Yuke Octavianty
Forum Literasi Muslimah Bogor
0 Komentar