Topswara.com -- Keluarga sejatinya menjadi tempat kita pulang. Tidak hanya sebatas bangunan rumahnya yang dituju, tetapi juga orang-orang yang ada di dalamnya. Mereka selalu dirindu dan menjadi pelepas penat setelah bekerja seharian di luar.
Sayangnya, hal itu kian terkikis seiring maraknya berita tentang kekerasan dalam rumah. Keluarga tak lagi menjadi tempat berlindung dari kejam dan kerasnya kehidupan di luar sana. Keluarga yang seharusnya saling berkasih sayang berubah menjadi saling menyakiti.
Miris melihat ada anak tega yang menganiaya, bahkan membunuh orang tua atau saudara kandungnya sendiri. Begitu pula ada kasus seorang ibu yang menyiksa anak tirinya hingga tewas karena merasa kurang diperhatikan oleh suaminya. Ia merasa bahwa sang suami lebih sayang kepada anaknya sendiri dibanding dirinya.
Berbagai persoalan kehidupan membuat keluarga makin renggang dan tak lagi hangat. Seolah keluarga hanya sebatas orang-orang yang tinggal dalam satu atap, tetapi tidak ada komunikasi yang baik.
Bahkan untuk sekadar senda gurau atau tegur sapa seakan enggan. Tidak ada bounding atau kedekatan dalam keluarga tersebut. Masing-masing asyik dengan dunianya sendiri hingga makin jauhlah satu dengan yang lain.
Tidak dimungkiri bahwa materi sering kali menjadi penyebab rusaknya hubungan keluarga. Karena lebih mementingkan materi, orang bisa tieak peduli dengan yang lainnya, termasuk keluarga sendiri. Contohnya banyak kasus perebutan harta oleh anggota keluarga hingga terjadi perpecahan, bahkan pembunuhan.
Hubungan keluarga kalah dengan materi. Akibatnya, keluarga sering kali dianggap sebagai halangan atau beban yang harus disingkirkan bagaimana pun caranya. Ditambah dengan keimanan yang kurang hingga tak mampu mengendalikan emosi membuat orang gelap mata sampai tega menyakiti atau bahkan menghilangkan nyawa keluarganya sendiri.
Kekerasan yang terjadi dalam keluarga bukan hanya satu atau dua, tetapi banyak. Kasus semacam ini terjadi di mana-mana. Ia menjadi fenomena yang menyesakkan dada. Jelas ada yang salah dengan tatanan kehidupan keluarga saat ini.
Maraknya kasus kekerasan dalam keluarga juga menjadi bukti bahwa sistem pendidikan yang diterapkan pada negeri ini telah gagal. Sebagaimana asas sekulerisme yang memisahkan dunia dan agama, membuat setiap individu tidak merasa bahwa dirinya adalah makhluk dari Sang Pencipta.
Dia tidak merasa bahwa setiap perbuatannya ada yang mengawasi dan kelak akan dimintai pertanggungjawaban. Akibatnya, dia akan berbuat sesuka hati tanpa memedulikan konsekuensi di akhirat nanti.
Demikian juga dengan sistem ekonomi dan politik saat ini memberikan beban hidup yang kian mencekik dan membuat manusia mengejar materi lebih lagi. Kebutuhan hidup yang makin mahal mendorong orang untuk mencari uang dengan segala cara. Apa pun yang menghalanginya meraih tujuan (materi) akan diterabasnya.
Kesibukan dan kerasnya tuntutan pekerjaan di luar membuat banyak orang tua pulang ke rumah dalam keadaan amat lelah. Energi dan fokus sudah terkuras sehingga keluarga tak mendapatkan perhatian. Banyak orang tua yang setelah pulang kerja lebih memilih menghabiskan waktu sendiri karena menganggap rumah hanya sebagai tempat beristirahat.
Mereka lupa ada anak-anak atau pasangan yang juga butuh perhatian. Mereka lupa bahwa tugas bukan hanya mencari nafkah, tetapi juga membersamai buah hati. Begitu sibuk dan fokusnya dengan pekerjaan hingga setelah sampai di rumah pun masih tak ada waktu untuk keluarga.
Inilah kondisi yang dialami keluarga dalam penerapan sistem sekularisme kapitalisme. Sistem ini rusak dan menghasilkan kerusakan pada manusia yang hidup di dalamnya.
Kondisi berbeda terjadi bila Islam diterapkan. Dalam Islam, ada negara sebagai raa’in atau pengurus. Sebagai raa’in, tugas negara adalah mengurusi segala urusan rakyatnya, termasuk menjaga fungsi dan peran keluarga.
Islam sendiri telah menempatkan setiap kedudukan anggota keluarga sesuai dengan peranan masing-masing. Dengan begitu, dalam keluarga akan terjadi saling bekerja sama. Setiap anggota keluarga juga akan memiliki rasa tanggung jawab dan menjalankannya sebaik mungkin.
Islam mewajibkan para suami untuk mencari nafkah dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Sementara itu, istri serta berperan sebagai pengelola rumah tangga dan pendidik utama bagi anak-anak.
Pelaksanaan peran tersebut dilandasi ketaatan pada perintah-Nya. Itu juga sebagai bentuk memperlakukan keluarga secara makruf sebagaimana tuntunan syariat. Hal inilah yang menciptakan kedekatan dan kehangatan dalam keluarga. Orang tua menyayangi anak-anaknya dan anak-anak pun patuh kepada orang tua. Semua dilakukan untuk mencari rida Allah semata.
Selain itu, Islam juga memiliki sistem pendidilkan yang berkualitas dan berasas akidah sehingga mampu menjaga hubungan keluarga tetap harmonis. Tidak ada pandangan terhadap hubungan keluarga dilihat dari kebermanfaatan secara materi. Satu sama lain saling mengingatkan pada kebaikan dan senantisa berusaha menjaga kerukunan keluarga.
Dengan negara yang menerapkan Islam kaffah, maka kehidupan keluarga akan berjalan dengan baik. Keluarga juga terjaga dari segala pengaruh ataupun pemikiran buruk yang merusak. Negara selalu berupaya agar maqashid syariat terwujud sehingga kebaikan dalam keluarga dan masyarakat seluruhnya juga akan tercipta.
Oleh: Yuniar Dwiningsih
Aktivis Muslimah
0 Komentar