Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kampanye Moderasi Bukan Solusi

Topswara.com -- Banyaknya permasalahan yang menimpa pelajar akhir-akhir ini sangat mengkhawatirkan dan butuh solusi tuntas. Hal yang paling mencolok adalah dekadensi moral remaja yang makin parah. Banyaknya perundungan yang terjadi hampir di setiap jenjang sekolah mulai dari SD, SMP, SMA bahkan bangku perkuliahan. 

Kasus seks bebas merajalela pada usia pelajar hingga terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) yang berakhir dengan aborsi. Masalah narkoba di kalangan pelajar juga mencapai angka tinggi. Bahkan kasus-kasus kriminalitas di bawah umur juga sangat mengkhawatirkan. 

Pengarusan moderasi beragama kekalangan pelajar yang dilakukan oleh pemerintah sungguh bukanlah solusi. Sosialisasi masif yang dilakukan oleh 
ibu Iriana didampingi ibu Wury Ma'ruf Amin dan Organisasi Aksi Solidaritas Era Kabinet Indonesia Maju (OASE-KIM) di Balikpapan pada hari Rabu, 11 September 2024 menjadi sesuatu hal yang perlu untuk dikritisi (kompas.com, 11/9/2024). 

Bagaimana tidak? Hal ini bukanlah solusi mendasar dalam menyelesaikan permasalahan pelajar yang semakin rumit. 

Tujuan utama dari kampanye moderasi beragama adalah untuk membentuk siswa yang berpikir moderat, terbuka, dan siap hidup berdampingan dengan masyarakat yang memiliki latar belakang agama dan budaya yang berbeda. 

Moderasi beragama ini lahir dari Barat yang memiliki pemahaman sekuler. Siapa pun yang menyetujui konsep moderasi beragama, bisa disebut telah sepakat agamanya harus disesuaikan dengan pemahaman kufur Barat. Hal ini berarti moderasi beragama sama dengan menjalankan agama sesuai arahan Barat. Tentu hal ini sangat berbahaya bagi akidah umat Islam apalagi bagi generasi muda. 

Moderasi beragama di institusi pendidikan pada intinya ditujukan untuk menangkal radikalisme di kalangan pelajar. Radikalisme dipandang sebagai musuh ideologi Kapitalisme. Negara menginginkan generasi muda nya memiliki profil moderat dalam beragama yang justru menjauhkan profil generasi yang berkepribadian Islam. 

Sangat nampak di sini bahwa yang menjadi kekhawatiran negara itu bukan kerusakan moral remaja, tapi ancaman kebangkitan Islam. Islam dianggap sebagai penghambat dari kemajuan bangsa. 

Karena ketakutan generasi radikal inilah yang menjadi titipan dari Barat. Dan bisa dikatakan bahwa penguasa sedang menjalankan peran sebagai penjaga sistem sesuai arahan Barat agar kebangkitan Islam tidak muncul. 

Moderasi beragama adalah proyek Barat yang bisa dimaknai dengan penerimaan pemikiran liberal seperti HAM, pluralisme, demokrasi, dan lain-lain. Bahkan Barat juga menginginkan masyarakat yang mayoritas Muslim seperti Indonesia bisa menerima perbedaan sekalipun itu melanggar syariat Islam seperti LGBT dan pernikahan sesama jenis. 

Makanya kampanye masif ini akan selalu dilakukan oleh Barat lewat para duta moderasi beragama yg sudah disiapkan oleh mereka. Dalam hal ini adalah para penguasa di negeri kaum Muslim. 

Umat Islam harusnya berislam secara kafah sebagai solusi segala persoalan, termasuk persoalan pada generasi muda. Berpegang teguh kepada agama yaitu syariah Islam adalah kunci keselamatan dan kemuliaan manusia. 

Allah SWT berfirman, “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai” (QS. Ali ‘Imran: 103).

Pelajar seharusnya menjadi duta Islam yg mengambil Islam yang murni, tidak bercampur dengan pemikiran Barat.
Profil generasi Muslim yang produktif, tangguh, pembangun peradaban mulia hanya mampu dicetak oleh negara Islam, khilafah. 

Negara akan menjaga dan meng-upgrade kualitas remaja dengan ideologi Islam melalui sistem pendidikan, menghidupkan tradisi dalam dakwah, juga memperbanyak pengetahuan Islam sehingga terwujud generasi harisan aminan lil Islam dalam naungan daulah khilafah islamiah. []


Oleh: Imro’atun Dwi P., S.Pd. 
(Aktivis Dakwah dan Pengamat Generasi)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar