Topswara.com -- Penghargaan kinerja pengelolaan data kemiskinan diterima oleh Bupati Bandung Dadang Supriyatna, penghargaan tersebut diserahkan Bey Machmudin selaku PJ Gubernur Jawa Barat pada saat peringatan hari jadi ke-79 Provinsi Jawa Barat.
(TribunJabar.id 19/8/2024).
Kemiskinan dan ketimpangan adalah persoalan krusial yang melanda banyak negara, tidak terkecuali Indonesia. Pemerintah pun terus berupaya untuk mengecilkan angka kemiskinan dan ketimpangan ekonomi demi tercapainya kesejahteraan.
Untuk itu perlu data yang akurat tentang penduduk yang terkategori miskin tersebut. Agar kedepannya langkah pasti dapat diambil. Kebijakan yang tentunya tepat sasaran. Bukan hanya solusi sesaat saja.
Inovasi data kemiskinan sejatinya hanyalah otak atik data saja, pada faktanya kemiskinan masih menjadi problem utama di negri ini Maraknya pengangguran massal menjadi masalah tambahan terkait kemiskinan.
Nyatanya Indonesia menjadi negara peringkat ke-70 termiskin dunia.(Idxchannel.com, 16/01/24).
Tentunya angka ini merupakan nilai yang menghawatirkan. Inilah politik angka hanya dikenal dalam sistem kapitalisme demokrasi. Realita sangat jauh dengan apa yang dilaporkan di angka.
Keadaan ekonomi masyarakat Indonesia, yang justru semakin menghawatirkan, sulitnya memperoleh lapangan pekerjaan, tidak jarang orang yang berpendidikan seperti sarjana pun banyak yang menganggur.
Alih-alih bisa mengisi lapangan pekerjaan mereka dihadapkan dengan realita ketersediaan lapangan pekerjaan hari ini yang menuntut banyak persyaratan, kalaupun ada, harus menggunakan uang. Tentunya praktik-praktik seperti ini sudah menjadi rahasia umum.
Juga kian meroket nya harga kebutuhan pokok, biaya pendidikan dan kesehatan yang juga mahal. Menambah derita umat pada saat ini. Disaat para pemimpin yang minim empati dengan politik kekuasaannya berebut tahta, flexing kemewahan di media sosial, berfoya-foya melaksanakan pesta kemerdekaan dengan uang rakyat tentunya, fakta terbalik dirasakan rakyatnya.
Berbeda jauh dengan Islam yang dengan tepat menentukan siapa yang disebut miskin. Lalu punya program yang jelas dalam menuntaskan kemiskinan.
Pada masa kekhilafahan Khalifah Abdul Aziz misalnya, tidak pernah ditemukan ternak warga yang dimangsa serigala atau binatang buas lainnya. Saking makmurnya rakyat pada saat itu. Tetapi pada saat beliau wafat barulah ditemukan ada ternak yang di mangsa serigala. Yang menandakan wafatnya beliau pada saat itu.
Juga pada saat pemerintahan khilafah Umar bin Khattab, beliau RA tidak bisa tidur memikirkan umat nya.
Adapun persoalan data, ia hanyalah alat bantu untuk menyelesaikan persoalan sebab penguasa dalam Islam benar-benar tulus dalam mengurus urusan rakyatnya. Tidak seperti penguasa oligarki yang justru memanfaatkan rakyat untuk kepentingan pribadi.
Rakyat hanya dijadikan alat untuk meraih kekuasaan dengan iming-iming janji manis belaka, dan pada saat mereka berkuasa, mereka seolah amnesia pada janji politiknya dahulu pada saat kampanye.
Dalam Islam kekuasaan adalah amanah yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban dihadapan Allah SWT. Dengan didorong oleh ketakwaan individu, seorang pemimpin akan melaksanakan amanah dengan sebaik-baiknya dalam mengurusi urusan umat.
Khalifah akan berupaya sebaik mungkin untuk mensejahterakan rakyatnya.
Rakyat adalah laksana gembala, dan khalifah adalah penggembalanya.
Melalui kas baitul mal. Khalifah akan berupaya untuk mensejahterakan rakyat, dengan pos pendapatan yang berlimpah dari sumber daya alam di bumi kaum muslimin yang subur yang telah Allah janjikan.
Maka kembali kepada syariat Islam adalah solusi satu-satunya terhadap setiap permasalahan yang terjadi saat ini.
Oleh: Dewi Sulastini
Aktivis Muslimah
0 Komentar