Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Integrasi-Interkoneksi Agama-Negara dalam Sebuah Refleksi

Topswara.com -- Menghadapkan Pancasila dengan agama sebagai materi diskusi vis a vis sebenarnya adalah metode usang dalam menghidupkan konsep interagrasi-interkoneksi keduanya. 

Perkembangan keilmuan, kemajuan teknologi di antara alasan tampaknya. Secara esensi adalah kekurang kokohan argumentasi pemikiran tersebut dalam menjawab persoalan realita. Puncaknya dapat berakibat dalam kesinambungan ide dengan realita.

Filsafat telah mengupas berbagai teori dalam sejarah perkembangannya dengan semangat cinta kebijaksanaan. Mengapa filsafat? Dikenal sebagai induk (ilmu) pengetahuan lantaran telah berusaha mengupas sedemikian rupa berbagai pemahaman konseptual tentang alam semesta, kehidupan (realita), sampai eksistensi manusia dan agama menjadikan filsafat sebagai rujukan metode analisa terutama ketika menghadapi berbagai persoalan.

Maka ide integrasi-interkoneksi, atau penggabungan sedemikian hingga antara agama dengan pemikiran manusia baik keilmuan, kearifan lokal maupun ideologi negara seperti Pancasila adalah suatu hal sebagaimana tersebut di atas, menghidupkan dan menjaganya senantiasa eksis adalah hal lain yang memiliki alasan tentunya. 

Menariknya, meski terbukti rapuh, argumentasi tersebut nampaknya tidak henti diusahakan dengan berbagai alasan.
Pertama, hadir sebagai warna tersendiri. Dipandang dapat berakibat pada sinkretisme agama dengan pemikiran manusia, ide ini sering kali bersifat kontroversi dan memantik emosi.

Bagi sebagian fokus pada cara atau metode penyampaian, usaha penggabungan tersebut dirasa tidak bijak lantaran dirasa tidak tuntas pada satu pandangan (semisal agama) mau pun pandangan satunya (semisal Pancasila).

Hadir dengan paradigma pemikiran yang berbeda dengan menggabungkan pemikiran manusia dengan agama, metode ini dibanding dengan konsep bersifat total menjadikannya anti-klimaks. Agama mengandung unsur keduniaan demikian begitupun Pancasila mengandung poin tentang ketuhanan, menjadikan posisinya dalam kebingungan.

Kedua, mengejar ketertinggalan. Suatu keniscayaan terdapat usaha untuk mengejar pemikiran lain yang telah lebih dulu maju agar tidak tertinggal. Telah lahir sebagai ide, menjaga semangat untuk terus melangkah agar tidak tergerus terutama oleh pemikiran yang terbukti melahirkan produk-produk sebagai hasilnya. Daripada berkutat pada kerumitan pemikiran berupa penggabungan tersebut, cara tersebut ditempuh.

ketiga, bertahan dalam diskursus pemikiran. Dibutuhkan langkah dinamis dalam menghidupkan ide di atas agar bertahan dalam diskursus pemikiran. Tidak terhadap pemikiran di Barat, namun yang ada di Indonesia, berupa keilmuan dan ideologi, metode integrasi-interkoneksi menjadi rapuh tatkala dihadapkan dengan ide-ide matang. 

Dalam keilmuan ada filsafat, sains, dan teknologi. Adapun ideologi selain tentunya Pancasila, pernah ada juga di Indonesia seperti Komunisme, Sosialisme.
Sebagaimana dialami ide lain dalam perjalanannya masing-masing, integrasi-interkoneksi menghadapi persoalan yang tidak lebih mudah. 

Meski memiliki ciri khas berupa usaha mendamaikan atau mencari titik temu antara ide-ide serta jarang bersikap menyerang, tidak berarti memilih autokritik sebagai sikapnya. Metode ini cenderung hipokrit jika dibandingkan sikap yang sering ditampilkan oleh ide baik agama maupun negara, yaitu Pancasila!

Identifikasi dan analisa di atas adalah rasional, fatalnya reaksi emosional memang tidak terhindarkan. Muncul tendensi pembenturan agama dengan Pancasila. Paten agama dalam praktek bernegara menjadi tidak berkesinambungan. 

Bukan tidak mungkin, kepentingan di atas memicu ketidakpastian di masyarakat. Pandangan tentang agama dalam hidup bernegara selama ini, kini tergoyahkan!
Berikut beberapa contohnya; satu, pelarangan melalui pembinaan terhadap pemakai cadar di lingkungan Kampus Islam Jogja Tahun 2020 ditentang keras suatu ormas keagamaan dan tokoh sampai menjadi isu media nasional. 

Dua, kontroversi perintah pelepasan jilbab seorang Paskibraka putri di IKN baru-baru ini menjelang hari kemerdekaan 17 Agustus dipertanyakan banyak pihak termasuk pihak keluarga karena dianggap membingungkan.

Musyawarah adalah jalan keluar persoalan. Negara, termasuk presiden berperan dalam mengambil solusi atau jalan keluar. Bukan tidak mungkin, langkah politik dapat menjadi harapan dalam memusyawarahkan apakah ide integrasi-interkoneksi dan penerapannya perlu dibina, atau masyarakat justru membutuhkan edukasi tambahan, begitu pun sebaliknya!


Oleh: Nazwar, S.Fil. I., M. Phil.
Penulis Lepas Lintas Jogja Sumatera 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar