Topswara.com -- Maka pada hari ini, Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaranbagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami (QS Yunus : 92).
Al-Qur’an mengabadikan kisah Nabi Musa dan Fir’aun paling banyak dibandingkan dengan kisah para Nabi dan Rasul lainnya. Kisah Nabi Musa dan Fir’aun memang seolah mewakili semua kisah para nabi sebelum dan sesudahnya. Dakwah Nabi Musa yang harus dihadapkan dengan diktatorisme kekuasaan Fir’aun telah menjadi pelajaran bagi kisah-kisah berikutnya.
Fir’aun adalah contoh sempurna bagi puncak kediktatoran dan kesombongan manusia yang memiliki tahta, harta dan pengikutnya. Ketiganya telah menjadikan Fir’aun mengaku dirinya sebagai tuhan yang harus disembah.
Siapapun yang tidak tunduk, maka akan ditakut-takuti dengan ancaman siksa dan penjara. Inilah salah satu sifat Fir’aun yang dikisahkan dalam Al-Qur’an, yakni anti kritik dan selalu mengancam dan menakut-nakuti rakyat.
Fir’aun adalah penguasa yang anti kritik dan anti dakwah Islam yang dibawa oleh Nabi Musa. Hal ini dijelaskan oleh Allah dalam firmanNya : Kemudian sesudah Rasul-rasul itu, Kami utus Musa dan Harun kepada Fir´aun dan pemuka-pemuka kaumnya, dengan (membawa) tanda-tanda (mukjizat-mukjizat) Kami, maka mereka menyombongkan diri dan mereka adalah orang-orang yang berdosa (QS Yunus : 75).
Dan tatkala telah datang kepada mereka kebenaran dari sisi Kami, mereka berkata: "Sesungguhnya ini adalah sihir yang nyata". Musa berkata: "Apakah kamu mengatakan terhadap kebenaran waktu ia datang kepadamu, sihirkah ini?" padahal ahli-ahli sihir itu tidaklah mendapat kemenangan". (QS Yunus : 76-77).
Mereka berkata: "Apakah kamu datang kepada kami untuk memalingkan kami dari apa yang kami dapati nenek moyang kami mengerjakannya, dan supaya kamu berdua mempunyai kekuasaan di muka bumi? Kami tidak akan mempercayai kamu berdua" [QS Yunus : 78].
Kediktatoran Fir’aun disempurnakan oleh perilaku yang selalu mengancam rakyat yang dianggap berbeda. Fir´aun berkata: "Sungguh jika kamu menyembah Tuhan selain aku, benar-benar aku akan menjadikan kamu salah seorang yang dipenjarakan". [QS Asy Syu’araa : 29].
Fir´aun berkata kepada pembesar-pembesar yang berada sekelilingnya: Sesungguhnya Musa ini benar-benar seorang ahli sihir yang pandai [QS Asy Syu’araa : 34]. Fir´aun berkata: "Apakah kamu sekalian beriman kepada Musa sebelum aku memberi izin kepadamu? Sesungguhnya dia benar-benar pemimpinmu yang mengajarkan sihir kepadamu maka kamu nanti pasti benar-benar akan mengetahui (akibat perbuatanmu); sesungguhnya aku akan memotong tanganmu dan kakimu dengan bersilangan dan aku akan menyalibmu semuanya" [QS Asy Syu’araa : 49]
Maka tidak ada yang beriman kepada Musa, selain keturunan kaumnya dalam keadaan takut bahwa fir’aun dan para pemuka (kaum) nya akan menyiksa mereka. Dan sungguh fir’aun itu benar-benar telah berbuat sewenang-wenang di bumi, dan benar-benar termasuk orang yang melampaui batas (QS Yunus : 83)
Fir’aun selalu membanggakan kekuasaan yang dimilikinya dan menolak dakwah yang disampaikan oleh Nabi Musa sebagai utusan Allah. Dakwah Islam yang disampaikan Musa selalu menjadi bahan olok-olok dan tertawaan Fir’aun.
Fir’aun dengan sombongnya tetap mempertahankan kekufurannya, meski Nabi Musa memperlihatkan mu’jizat. Fir’uan bahkan menuduh Musa sebagai orang gila.
Maka, fir’aun itu pada setiap perilakunya, tindakannya, dan kelakuannya tidak jauh dari arogan, kejam dan tanpa aturan. Fir’aun itu pembawa virus kekufuran yang harus dibersihkan, buah busuk yang harus ditanggalkan dari rantingnya dan jiwa terlaknat yang harus dicabut dari tubuhnya.
Dengan kekuasaannya, Fir’aun selalu membanggakan bahwa dirinya telah membangun insfrastruktur dan seluruh harta kekayaannya. Fir’aun juga membanggakan sungai Nil yang ada dalam genggaman dirinya. Fir’aun merendahkan Musa karena di tangan Musa tidak ada gelang dan perhiasan apapun.
Secara psikologis, kekuasaan dan harta telah mendorong jiwa Fir’aun kehilangan kendali dan menjelma menjadi manusia rakus, sombong, zalim dan pemecah belah rakyat. Fir’aun telah menyalahgunakan kekuasaannya untuk kepentingan dirinya sendiri dan kelompoknya.
Keangkuhan, kesombongan dan arogansi adalah watak yang dibenci oleh Allah. Ketiganya merupakan penyakit kejiwaan yang seringkali menyerang penguasa. Psikologi abnormal ini, selain bisa merusak dirinya sendiri juga bisa merusak orang lain dan kehidupan yang lebih luas. Sebab kesombongan biasanya diiringi oleh kezaliman yang diharamkan oleh Allah.
Wahai hamba-hambaKu, sesungguhnya Aku mengharamkan kezaliman atas diriKu dan Aku menjadikan haram diantara kalian. Oleh karena itu, janganlah kalian saling menzalimin (Hadis Qudsi riwayat Muslim).
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong (QS 16 : 23). Orang-orang kafir itu tidak lain hanyalah dalam (keadaan) tertipu (QS 67 : 29). Kemuliaan adalah kainku dan kesombongan itu adalah surbanku. Oleh karena itu, siapa saja yang merubut dariKu, Aku pasti akan menyisanya (Hadis Qudsi Riwayat Muslim)
Janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sekali-kali kamu tidak akan bisa menembus bumi dan kamu sekali-kali tidak akan bisa setinggi gunung (QS 17 : 37).
Psikologi Fir’aun bisa saja terjadi pada setiap kekuasaan jika tidak diimbangi oleh pemahaman agama yang baik. Ketiadaan orang yang memberikan nasehat juga akan menjadikan kekuasaan sebagai sumber kesombongan.
Maka tidak mengherankan jika di zaman modern ini tumbuh subur fir’aun-fir’aun kecil yang juga berlaku sombong, congkak, zalim dan memecah belah rakyat disebabkan kekuasaan dan harta. Meski tidak mengaku sebagai tuhan, namun fir’aun-fir’aun kecil era modern memiliki kesamaan sikap dengan fir’aun, bahkan tidak jarang lebih Fir’aun dibanding Fir’aun dulu.
Fir’aun juga dikelilingi oleh para pembisik jahat. Allah berfirman : Berkatalah pembesar-pembesar dari kaum Fir´aun (kepada Fir´aun): "Apakah kamu membiarkan Musa dan kaumnya untuk membuat kerusakan di negeri ini (Mesir) dan meninggalkan kamu serta tuhan-tuhanmu?". Fir´aun menjawab: "Akan kita bunuh anak-anak lelaki mereka dan kita biarkan hidup perempuan-perempuan mereka; dan sesungguhnya kita berkuasa penuh di atas mereka" [QS Al A’raf : 127].
KotaHujan,06/05/20
Oleh : Dr. Ahmad Sastra
Ketua Forum Doktor Peduli Bangsa
0 Komentar