Topswara.com -- Lagi, regulasi penuh kontroversi dikeluarkan oleh pemerintah. Perihnya, ini menyangkut kelangsungan generasi. Adalah PP No. 28 Tahun 2024 yang di dalamnya terdapat pasal tentang penyediaan alat kontrasepsi untuk remaja. Biar apa?
Sekretaris Muhammadiyah menanggapi regulasi tersebut. Menurutnya, penyediaan alat kontrasepsi untuk remaja berpotensi menimbulkan terjadinya seks bebas di masyarakat, khususnya remaja (tempo.co, 10/08/2024). Anggota DPR RI Komisi IX menilai PP yang diteken Presiden Jokowi bisa menimbulkan persepsi difasilitasinya hubungan seksual di luar pernikahan. Komentar senada datang dari berbagai kalangan.
Kementerian Kesehatan pun buka suara soal regulasi tersebut. Menurut Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI, pelayanan kontrasepsi disediakan khusus bagi mereka yang menikah dengan kondisi tertentu untuk menunda kehamilan, tidak untuk semua remaja. Siapa yang bisa menjamin?
Mindset Liberalisme
Regulasi penyediaan alat kontrasepsi untuk remaja akan menambah buram potret remaja hari ini. Fakta menunjukkan adanya kenaikan angka kehamilan di luar nikah, aborsi, dan penularan penyakit menular seksual termasuk HIV/AIDS di kalangan remaja. Beranjak dari fakta, dibuatlah suatu regulasi yang sekira mampu memberikan pelayanan kesehatan untuk menekan angka aborsi dan lain-lain.
Mirisnya, perzinaan atau pergaulan bebas di kalangan remaja justru tak disebutkan dalam regulasi. Padahal, itulah akar masalah kesehatan reproduksi remaja hari ini. Jujur atau tidak, hubungan seksual sebelum menikah menjadi suatu yang wajar. Dan kewajaran ini akan menjadi-jadi dengan disahkannya PP No. 28 tahun 2024.
Cukuplah data yang diungkapkan oleh Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) membuka mata kita tentang perzinahan yang sudah dianggap biasa. Menikahnya umur 22 tahun, namun melakukan hubungan seksual di usia 15-19 tahun.
Persentase yang melakukan hubungan seksual pada usia 15-19 tahun pun sangat mencengangkan, perempuan 59 persen, sedangkan laki-laki 74 persen (detikHealth.com, 11/03/2024).
Lahirnya aturan tentang penyediaan alat kontrasepsi untuk remaja sejatinya bersumber dari mindset liberalisme. Sistem kapitalisme yang saat ini mengatur kehidupan manusia memiliki empat pilar kebebasan. Yaitu kebebasan beragama, berpendapat, berekonomi dan bertingkah laku. Wajar jika tak ada aturan yang melarang seks bebas. Sebaliknya justru lahir aturan yang mendukung zina.
Asas sekularisme, memisahkan agama dari kehidupan menjadikan manusia berhak membuat aturan sendiri. Parahnya, aturan yang dibuat tak boleh bernuansa agama, terutama Islam. Jadi, fakta banyaknya masalah kesehatan reproduksi justru diberikan solusi pemberian alat kontrasepsi.
Bukannya melarang zina, tetapi memfasilitasi zina yang aman. Walhasil, peningkatan kasus kehamilan di luar nikah, aborsi, penyakit menular seksual dan HIV/AIDS adalah niscaya dalam sistem kapitalisme.
Islam Melarang Zina
Secara tegas, Islam telah melarang zina. Allah SWT. berfirman dalam surah al-Furqan ayat 68: “Dan, orang-orang yang tidak mempersekutukan Allah dengan sembahan lain, tidak membunuh orang yang diharamkan Allah kecuali dengan [alasan] yang benar, dan tidak berzina. Siapa yang melakukan demikian itu niscaya mendapat dosa."
Zina termasuk dalam dosa besar. Allah SWT mengkategorikan zina sebagai perbuatan yang keji dan jalan yang buruk. Dan terbukti, zina mampu merusak nasab, mendorong aborsi dan pembuangan bayi.
Sering terjadi, pelaku zina membunuh pasangannya karena tak mau bertanggung jawab atas kehamilan yang terjadi. Merebaknya penyakit menular seksual dan HIV/AIDS juga dampak ikutan dari perilaku zina. Perbuatan zina juga bisa menghancurkan bangunan keluarga.
Demikianlah bencana-bencana yang akan ditimbulkan dari perilaku zina. Rasulullah Saw. telah mewanti-wanti sejak dulu. “Jika zina dan riba sudah menyebar di suatu kampung, sungguh mereka telah menghalalkan azab Allah atas diri mereka sendiri” (HR Al-Hakim, Al-Baihaqi dan Ath-Thabarani).
Islam telah menyiapkan sanksi keras bagi pelaku zina. Ada dua jenis sanksi, pertama untuk pezina yang belum menikah (ghairu muhshan), akan diberi hukuman cambuk 100 kali. Kedua, bagi pezina yang telah menikah (muhshan), akan dirajam hingga mati. Sehingga tak ada yang berani melakukan perzinaan.
Di sisi lain, Islam menjadikan pernikahan sebagai satu-satunya jalan untuk memenuhi kebutuhan biologis. Dengan pernikahan, nasab akan terjaga, kehidupan masyarakat pun terjaga dengan terhindar dari semua penyakit sosial.
Jadi, sangat mengherankan jika ada regulasi yang membuka pintu perzinaan demi menjaga kesehatan reproduksi. Jelaslah bahwa mind set liberalisme menjadi landasan regulasi ini. Walhasil, satu tuntutan kita terhadap regulasi tersebut: Cabut! []
Oleh: Mahrita Julia Hapsari
(Praktisi Pendidikan)
0 Komentar