Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Bukan Pernikahan Dini, Ini Penyebab Problem Rumah Tangga

Topswara.com -- Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dr Hasto Wardoyo menyebut tren pernikahan atau menikah dini di Indonesia menurun signifikan dalam 10 tahun terakhir. Dari semula 40 orang per seribu penduduk, kini berada di 26 per seribu. 

Meski begitu, ternyata usia seks remaja usia 15 hingga 19 tahun meningkat. Pada perempuan, tercatat lebih dari 50 persen yang melakukan sesuatu seksual di usia 15 hingga 19 tahun, sementara pada laki-laki angkanya relatif lebih tinggi yakni di atas 70 persen (detikHealth, 08/08/2024). Itu berarti seks bebas alias zina di kalangan anak muda justru meningkat .

Pernikahan usia dini adalah ikatan pernikahan yang dilakukan oleh pasangan yang masih tergolong berusia muda atau masih masa pubertas. Sesuai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pasal 7 Ayat 1 tercantum bahwa usia yang sudah diperbolehkan menikah adalah 19 tahun bagi laki-laki dan 16 tahun bagi perempuan.

Banyak kalangan menganggap pernikahan di usia muda alias pernikahan dini itu sebagai sesuatu yang negatif sehingga perlu dihindari. Bahkan sebagian kalangan membuat berbagai program untuk mencegah terjadinya pernikahan dini. 

Akan tetapi mirisnya, ketika angka pernikahan dini berkurang justru gaul bebas alias zina di kalangan pemuda malah meningkat.

Kita akui memang pernikahan saat ini cenderung menyebabkan rumah tangga tidak terurus, KDRT, anak kurang mendapatkan kasih sayang dan pendidikan dari orang tuanya, bahkan berujung perceraian. 

Banyak juga yang menilai bahwa pernikahan di usia muda memiliki risiko lebih tinggi untuk bubar di tengah jalan alias cerai. Pernyataan ini tentu tidak sepenuhnya salah. Akan tetapi jika kita teliti lebih lanjut fakta rusaknya rumah tangga saat ini, tentu tidak bijak juga jika kita hanya menyalahkan aspek umur saat menikah. 

Sebab pernikahan di usia yang sudah matang pun tetap mengalami banyak problem dan berujung cerai. Bahkan tren perceraian tiap tahun tidaklah sedikit dan ini terjadi tidak pandang umur.

Jika kita teliti, ada tiga faktor penyebab problem rumah tangga. Pertama, kurangnya ilmu. Ilmu adalah cahaya. Segala sesuatu butuh ilmu termasuk ilmu dalam menjalani kehidupan rumah tangga. 

Seharusnya negara hadir dengan memberikan edukasi. Edukasi ini tentu tidak cukup hanya lewat bimbingan perkawinan singkat menjelang pernikahan. 

Pendidikan harusnya didesain untuk melahirkan generasi yang siap menjalani amanah kehidupan daam setiap jenjang usia bahkan termasuk saat berumah tangga. Dengan ilmu para istri dan para suami paham akan hak dan kewajiban masing-masing. Ilmu di sini mencakup halal haram dan memahami syariat secara utuh. 

Kedua, ketakwaan individu. Negara dengan seluruh perangkatnya seharusnya menanamkan ketakwaan pada setiap rakyat. Rakyat tidak boleh dijauhkan dari agama. Sebab ketakwaan ini akan menjadi penyelamat seseorang dari kemaksiatan dan nafsu. 

Dengan takwa para istri akan merawat anak dengan sepenuh hati dan taat pada suami. Dengan takwa, para suami akan totalitas dalam membimbing dan menafkahi keluarga. Sayangnya takwa menjadi barang mewah dan mahal hari ini, sebab aturan hidup yang ada justru menjauhkan manusia dari agama. 

Bahkan minimnya ketakwaan menjadikan seks bebas, perselingkuhan dan KDRT makin liar. Ketakwaan adalah benteng pertama sekaligus terakhir yang menjaga manusia dari berbagai kejahatan dan maksiat.

Ketiga, penerapan sistem ekonomi yang memiskinkan rakyat. Tidak kita pungkiri bahwa ruwetnya problem rumah tangga hari ini tidak lepas dari sulitnya mendapatkan kebutuhan dan kehidupan. 

Kemiskinan dan aturan yang memiskinkan rakyat ibarat jurang dalam yang siap membelenggu setiap rumah tangga yang ada. Banyak problem rumah tangga yang terjadi ketika diusut ternyata akar masalahnya adalah sulitnya biaya hidup. 

Sayangnya, dalam sistem kapitalisme sekuler ketiga hal ini mustahil terwujud secara bersamaan. Karena sistem sekuler tidak didesain untuk itu. 

Hadirnya sistem Islam menjadi solusi mendasar yang tidak bisa ditawar lagi. Penerapan syariat Islam menjadi kebutuhan sekaligus kewajiban. Allah mewajibkan Islam diterapkan dalam kehidupan secara totalitas dalam bingkai negara. 

Negara akan hadir membina umat dengan ilmu dan tsaqafah Islam, memupuk dan menjaga ketakwaan rakyat dan menerapkan aturan yang menyejahterakan setiap rakyat. 

Untuk itu, dakwah dan mengajak pada kebaikan menjadi sangat urgen. Dakwah untuk memperbaiki masyarakat bukan sekadar perbaikan individu sebab kerusakan masyarakat dan buruknya aturan hidup lah yang menjadi akar berbagai masalah umat termasuk dalam problem rumah tangga dan keluarga. 

Allah SWT berfirman: "Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah seruan Allah dan Rasul apabila dia menyerumu kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepadamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan" (QS. Al-Anfal: 24). []


Oleh: Nurjannah Sitanggang 
(Aktivis Muslimah)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar