Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Bagaimana Pengurusan Zakat yang Sesuai Syariat?

Topswara.com -- Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Republik Indonesia terus meningkatkan literasi zakat melalui Media Visual di Kabupaten Bandung. Tujuannya untuk membangun kepercayaan masyarakat terhadap zakat, infak dan sedekah (ZIS), serta agar program-program inovatif yang telah dan sedang dijalankan oleh Baznas bisa diketahui oleh publik. 

Sebagaimana yang disampaikan oleh Rizaludin Kurniawan, yang merupakan salah satu pimpinan Lembaga Amil Zakat Pusat sekaligus pembina Baznas Provinsi Jawa Barat.

Dalam keterangan secara tertulis, ia mengatakan bahwa dengan program tersebut dengan harapan agar masyarakat semakin memahami dan terdorong untuk berzakat melalui lembaga ini. 

Ketua Baznas Kabupaten Bandung Yusuf Ali Tantowi juga sangat mengapresiasi program kerjasama dengan media, karena hal itu dianggap penting demi meningkatkan transparansi dalam pelaksanaan pengelolaan zakat. (wartaekonomi.co.id, 06/09/2024)

Zakat adalah salah satu bagian dari Rukun Islam, yang diwajibkan pada kaum muslimin yang telah memiliki kemampuan. Termasuk di negeri ini pun telah memiliki sebuah lembaga bernama Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), yang fungsinya untuk melakukan kepengurusan harta zakat secara nasional. 

Pemerintah juga membuat Undang-Undang No 23 Tahun 2011 terkait zakat. Mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan distribusi. Hal ini bertujuan agar meningkatkan efektivitas, efisiensi pengurusan, kesadaran dan manfaat dari zakat.

Salah satu poin dari kebijakan tersebut bahwa zakat merupakan pranata keagamaan yang  ditujukan untuk meningkatkan keadilan dan kesejahteraan masyarakat.

Realita di atas, menunjukkan bahwa Baznas telah meningkatkan literasi persoalan zakat melalui kegiatan Media Visit, agar menumbuhkan kesadaran umat untuk berzakat, infak dan sedekah, dan menitipkannya melalui Baznas. 

Memang, pada satu aspek hal tersebut layak diapresiasi, karena dipandang sebagai bentuk amar makruf (ajakan kebaikan) kepada masyarakat untuk menunaikan kewajibannya. Tetapi di sisi lain, jangan sampai literasi zakat ini hanya sekedar bentuk penyampaian informasi, dan realisasi dana zakat, karena masyarakat belum menitipkan zakatnya pada lembaga tersebut.

Dalam pandangan kapitalisme, zakat dianggap sebagai hal penting untuk peningkatan ekonomi. Maka tidak heran jika potensi tersebut dijadikan sebagai solusi pendanaan bagi pembangunan dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Wajar saja dalam aturan ini memang telah mengedepankan nilai keuntungan.

Begitu pula dengan Baznas yang menjadikan zakat sebagai sarana dalam pemberdayaan ekonomi umat. Tujuannya pun tiada lain meningkatkan kesejahteraan dan pengentasan kemiskinan, yang merupakan tindak lanjut dari keinginan pemerintah untuk memanfaatkankan ghirah umat Islam agar dana zakat mereka bisa diambil untuk kepentingan pemerintah. 

Ini jelas suatu bentuk taktik tersembunyi yang menggunakan lembaga pengelola zakat demi meraup harta umat Islam. Hal tersebut menunjukkan bentuk lepas tangannya negara dalam menyejahterakan rakyatnya. Pengalokasian dana zakat seharusnya diberikan pada orang-orang yang telah ditetapkan syariat seperti fakir, miskin, mualaf dan lainnya. 

Kapitalisme merupakan turunan dari sekularisme yang meminggirkan agama dari kehidupan. Pola pikir ini telah terbukti menjauhkan umat dari  pemikiran Islam. Menyusup kepada para cendekiawan muslim hingga mereka berpandangan moderat.

Sehingga berani mengubah syariat dengan dalih penyesuaian kontekstual, termasuk dalam zakat. Untuk penerima zakat (mustahik), maknanya diperluas dengan dalih menyesuaikan kontekstual saat ini. Salah satunya arti fi sabilillah, yang diartikan bersungguh-sungguh untuk mencapai kebaikan, bukan berperang melawan musuh Allah. 

Karena itu menurut mereka, zakat boleh  digunakan untuk pembangunan masjid, madrasah, dan fasilitas lainnya; yang seharusnya hal tersebut merupakan kewajiban bagi negara.

Menurut Islam, zakat merupakan salah satu rukun Islam, seperti halnya syahadat, shalat, puasa, dan haji. Hukumnya adalah wajib bagi setiap muslim yang memiliki harta tertentu dengan batas nisab (batas minimal harta yang wajib dikeluarkan zakat), dan haul (harta tersebut telah dimiliki selama satu tahun). 

Kecuali untuk harta hasil pertanian, kewajiban zakat dikeluarkan saat panen. Adapun jenis harta yang wajib dikeluarkan zakatnya pun telah ditetapkan berdasarkan nas-nas syarak, dan tidak bisa dianalogikan dengan jenis harta lainnya. 

Adapun untuk ragam penerima zakat, Allah Swt. pun telah menetapkan dalam delapan asnaf sebagaimana dalam firmanNya yang artinya;
“Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berhutang, untuk jalan Allah, dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan..." (QS At Taubah [9]: 60)

Ayat ini menjelaskan bahwa pendistribusian zakat hanya dikhususkan pada delapan golongan saja. Harta zakat tersebut dikumpulkan oleh petugas amil zakat dan disimpan di baitul mal  yang selanjutnya disalurkan kepada masyarakat yang berhak menerimanya. Amil zakat di sini bukanlah lembaga sebagaimana Baznas saat ini. 

Penguasa tidak boleh menyalurkan harta zakat kepada selain delapan golongan. Termasuk digunakan untuk membangun infrastruktur, seperti membangun jalan, sekolah, masjid, rumah sakit, dan lain sebagainya. Apalagi dijadikan sarana untuk pemberdayaan ekonomi guna mengentaskan kemiskinan. 

Dalam menyejahterakan rakyatnya, negara akan menggunakan mekanisme pendanaan yang telah ditetapkan oleh syariat. Yaitu dengan mengelola kekayaan sumber daya alam (SDA) milik umum; yang dimiliki secara mandiri tanpa melibatkan pihak swasta atau asing. 

Pemerintah akan membuka lapangan kerja seluas luasnya dan hasil dari pengelolaannya pun akan digunakan untuk kepentingan dan kesejahteraan umat secara tepat dan merata.

Demikianlah perbedaan antara pengelolaan zakat di dalam sistem Islam dengan cara pandang kapitalis. Kepengurusan zakat dalam aturan sahih akan dilaksanakan sesuai syariat. Karena dengannya akan terwujud masyarakat yang penuh limpahan keberkahan.

Maka dari itu, menerapkan kembali Islam kafah adalah sebuah keniscayaan, agar pelaksanaan salah satu rukun Islam akan terlaksana sesuai dengan ketentuan syariat.

Wallahu a’lam bi ash Shawwab.


Oleh: Narti Hs
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar