Topswara.com -- Warna-warni demokrasi. Menggambar kelamnya nasib negeri. Ibu Pertiwi pun menangis, menyaksikan penderitaan dan perjuangan generasi. Mereka rela datang dari berbagai kota untuk memberikan saran dan masukan, tapi yang diterima adalah penolakan yang berujung pada penyiksaan dan penganiayaan.
Aksi unjuk rasa mengawal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) oleh para demonstran di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI), Jakarta, berjalan ricuh.
Massa yang datang dari berbagai elemen masyarakat seperti: mahasiswa, artis, buruh, komika, dan orang biasa, tampak dihadang oleh barisan aparat berseragam cokelat. Sayangnya, penanganan yang dilakukan dinilai terlalu berlebihan, bahkan dapat dikatakan "Brutal".
Petugas bertindak represif terhadap "tamunya", yaitu menghalau massa dengan menggunakan tongkat pemukul, gas airmata, peluru karet, dan kanon air. Akibatnya banyak peserta aksi yang terluka. Andi Andriana, (22 tahun) salah seorang mahasiswa dari Universitas Bale Bandung (UNIBBA) terkena lemparan batu, hingga nyaris kehilangan mata kirinya. (tempo.co, 22/8/2024)
Aksi yang dilakukan pada hari Kamis, 22 Agustus 2024 ini merupakan bentuk penolakan terhadap keputusan yang dikeluarkan oleh Badan Legislatif (Baleg) berkenaan dengan Rancangan Undang-Undang (UU) Pilkada yang menganulir putusan MK.
Masyarakat mencium aroma menyengat, bahwasanya salah satu badan legislatif negara yakni DPR, tengah berupaya untuk mengubah (merevisi) undang-undang demi kepentingan penguasa. Kekecewaan masyarakat dibuktikan dengan poster dan spanduk yang mereka dibentangkan. Puncak dari kekecewaan masyarakat ditandai dengan booming-nya tagar "Indonesia Darurat" di berbagai media.
Inilah potret sebuah negara yang sedang tidak baik-baik saja. Penuh dengan intrik, lawakan, dan sandiwara. Tak heran, salah seorang komedian ternama, Rigen, yang turut meramaikan aksi unjuk rasa, mengatakan, "Ketika pejabat mulai melawak, maka sudah saatnya komedian melawan." Ungkapan ini merupakan bentuk perlawanan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah yang telah menyalahi konstitusi.
Penguasa yang seharusnya menjadi pengayom dan pengurus rakyat, kini justru seolah menjadi 'musuh' rakyat (khususnya bagi mereka yang ingin mengkritik penguasa). Pertanyaannya, ada apa dengan sistem demokrasi?
Demokrasi kapitalisme selama ini identik dengan sistem pemerintahan terbaik. Dengan empat pilar penyangga yang diagung-agungkan oleh pengusungnya.
Keempat pilar tersebut adalah kebebasan berpendapat, kebebasan berperilaku, kebebasan beragama, dan kebebasan dalam hal kepemilikan.
Slogan "Dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat", menjadi "sihir" yang membuat rakyat terpesona dan mempercayainya. Tetapi faktanya, demokrasi sudah lama mati suri.
Kedigdayaan yang digembar-gemborkan tentang demokrasi tidak pernah terbukti. Janji-janji manis yang lahir dari para pemimpin pendukung sistem demokrasi, tidak ditepati. Inilah sekelumit fakta tentang kebohongan dan kegagalan demokrasi dalam mengurus negeri.
Demokrasi adalah sistem (hukum) buatan manusia. Di mana manusia itu bersifat lemah dan terbatas, sehingga sangat tidak layak membuat hukum (aturan hidup). Faktanya demokrasi ada bukan untuk menyejahterakan rakyat, bukan pula untuk menjaga kedaulatan negara. Akan tetapi demokrasi hadir untuk kepentingan penguasa dan cukong-cukongnya.
Dalam sistem demokrasi, para penguasa seringkali melakukan pelanggaran. Baik pelanggaran konstitusi, pelanggaran HAM, maupun pelanggaran syariat. Parahnya, ketika masyarakat melakukan aksi untuk mengkritisi, pihak penguasa justru menolak mereka dengan cara yang brutal, arogan, dan tidak manusiawi.
Lantas, mau jadi apa negeri ini, jika penguasa tidak lagi peduli dengan keselamatan dan kesejahteraan rakyat?
Seharusnya pemerintah memberikan kesempatan kepada para pengunjuk rasa untuk berdialog. Aparat negara tidak boleh terpancing dan tidak boleh melakukan tindakan kekerasan terhadap massa yang berunjuk rasa.
Sebagimana peraturan yang dikeluarkan oleh Kapolri No 1 Tahun 2009, yang menyebutkan bahwa, "Kepolisian tidak boleh terpancing, tidak arogan, dan tidak melakukan kekerasan, saat situasi kerumunan massa aksi tidak terkendali."
Hal ini sangat berbeda dengan kondisi di dalam sistem Islam. Sebab sistem Islam sangat memperhatikan aspek keamanan dan keselamatan bagi rakyatnya. Islam juga memandang perlunya penguasa memahami tujuan muhasabah (nasihat) yang datang dari pihak lain.
Dalam hal ini adalah nasihat dari para ulama "warasatul anbiya" dan rakyatnya. Kritik dan saran yang dimaksud adalah muhasabah untuk tetap menegakkan aturan Allah di muka bumi.
Ajaran Islam yang mulia, mewajibkan setiap muslim untuk melakukan perintah Allah Swt. Salah satunya adalah perintah untuk berdakwah atau "amar makruf nahi mungkar". Dakwah Islam terbagi menjadi tiga, yakni dakwah secara individu, dakwah kelompok, dan dakwah oleh negara. Termasuk perbuatan yang utama yaitu menasihati penguasa.
Sabda Rasulullah SAW.,
"Jihad paling utama adalah mengatakan kebenaran (berkata yang baik/benar) di hadapan penguasa zalim.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah).
Dalam sistem Islam, apabila terdapat penyimpangan atau kesalahan oleh penguasa (khalifah), maka ia akan berhadapan dengan sebuah lembaga yang bernama "Majelis Umat" dan "Qadli Madzalim." Majelis Umat berwenang menampung aspirasi rakyat untuk disampaikan kepada khalifah.
Sementara Qadli Madzalim akan menghukum penguasa/pejabat yang terbukti melanggar syariat, atau yang berlaku zalim terhadap rakyat. Sebab tugas utama Qadli Madzalim adalah mengatasi perselisihan yang terjadi antara negara (penguasa) dan rakyat.
Adapun syarat menjadi Qadli Madzalim adalah laki-laki, mujtahid, muslim, merdeka, baligh, berakal, adil, faqih, dan memahami cara menurunkan (memutuskan) hukum terhadap berbagai fakta. (Kitab Nizamul Islam, hal 180).
Demikianlah, syariat Islam apabila diterapkan secara menyeluruh dalam setiap aspek kehidupan, akan mewujudkan kehidupan yang aman, damai, dan sejahtera. Islam adalah agama yang sempurna dan paripurna, yang mampu mewujudkan negara menjadi "baldatun thoyyibatun wa rabbun ghafur."
Oleh karena itu, sudah saatnya umat meninggalkan sistem demokrasi, yang terbukti zalim kepada rakyat dan gagal pula mewujudkan hak-hak rakyat. Kembalilah kepada Islam. Sebab, Islam merupakan solusi terbaik bagi setiap persoalan dalam kehidupan.
Wallahualam bissawab.
Oleh: Sumiyah
Pendidik Generasi
0 Komentar