Topswara.com -- Kasus perceraian di Indonesia masih saja menjadi PR besar setiap tahunnya. Tercatat di tahun 2023 jumlah perceraian sebanyak 463.654 kasus. Meski masih cukup tinggi namun tingkat perceraian di tahun 2023 sedikit berkurang dibanding tahun sebelumnya.
Perceraian di tahun 2022 mencapai 516.334 kasus. Sangat disayangkan Jawa Barat juga menjadi penyumbang terbesar angka perceraian di Indonesia. (ayobandung.com, 25 Agustus 2024)
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat angka perceraian di Jawa Barat tahun 2023 mencapai 102.280 kasus. Dengan maraknya perceraian yang terjadi tentu membuat status janda dan duda juga meningkat.
Selain itu tercatat pula beberapa kota/kabupaten dengan kasus perceraian tertinggi di Indonesia, seperti Kabupaten Indramayu: 8.827 kasus perceraian, Kabupaten Bandung: 7.683 kasus perceraian, Kabupaten Bogor 5.917 kasus perceraian, Kota Surabaya: 5.454 kasus perceraian, Kabupaten Brebes: 5.041 kasus perceraian dan itulah kota/kabupaten dengan angka perceraian tertinggi di Indonesia selama tahun 2023.
Apabila diteliti faktor perceraiannya pun cukup beragam, salah satunya yakni akibat masalah perekonomian serta hubungan yang kurang harmonis.
Dengan fakta saat ini memang tidak bisa dimungkiri hidup di tengah-tengah sistem ekonomi kapitalisme membuat perekonomian terasa sulit. Dengan kebutuhan rumah tangga yang terus meningkat sedangkan penghasilan tidak sepadan dengan pengeluaran.
Hal ini pun diperparah dengan banyaknya pengangguran disebabkan sulitnya mencari pekerjaan akibat tidak tersedianya lapangan kerja. Jika pun ada pekerjaan, upahnya tidak mencukupi kebutuhan disistem ekonomi saat ini.
Faktor kedua yaitu hubungan yang tidak harmonis. Dimana hubungan suami dan istri khususnya, kebutuhan spiritual dan materialnya tidak terpenuhi. Tidak adanya kasih sayang dan kurangnya mengamalkan ajaran agama, sehingga tidak paham akan konsep rumah tangga.
Suami istri masih memikirkan ego masing-masing tanpa melihat peran dan fitrah sebagai seorang suami dan istri. Keduanya kerap hanya menuntut hak tetapi melupakan kewajiban masing-masing.
Akibat rapuhnya pondasi pernikahan dan tidak memahami konsep pernikahan dalam Islam, menjadikan masalah-masalah terus bermunculan tanpa solusi yang tuntas.
Dalam praktiknya di pengadilan agama, percerain dengan sebab tidak ada keharmonisan ditunjukan dalam beberapa bentuk. Mulai dari masalah yang sepele hingga masalah berat, yaitu seperti hadirnya pihak ketiga, perbedaan prinsip, kurang komunikasi, sibuk dengan pekerjaan, judi online, kurang terbuka.
Bentuk ketidakharmonisan tersebut pula terkadang berujung pada tindakan kekerasan pada salah satu pihak, baik suami atau istri. Sehingga membuat hubungan pernikahan tidak bisa dipertahankan lagi.
Masalah perceraian ini seakan tidak kunjung selesai. Badan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) mengoptimalkan kinerja pencegahan perceraian berupa wejangan dan nasehat bagi calon pengantin, akan tetapi semua ini tidak cukup. Buktinya tingkat perceraian masih saja tinggi.
Selain itu, di sistem saat ini dalam penyelesaian ekonomi, pemerintah memberikan solusi-solusi pragmatis seperti pemberian bansos, tanpa menyelesaikan langsung dari akar permasalahannya.
Dalam rumah tangga memang akan selalu ada masalah, bahkan nyaris suami dan istri tidak ada yang luput dari perselisihan. Sehingga perselisihan dan permaslahan dalam rumah tangga di anggap wajar sebagai bumbu-bumbu pernikahan karena sulit dihindarkan.
Namun bukan berarti mereka harus pasrah dengan masalah dan perselisihan yang ada sehingga menggerogoti pondasi rumah tangga. Kita harus mencari solusi agar bisa menjaga keutuhan dan keharmonisan keluarga. Karena setiap masalah pasti akan ada solusi untuk menyelesaikannya.
Dalam sistem kapitalisme pondasi bangunan rumah tangga demikian rapuh dan mudah hancur. Hal ini buah dari sistem kapitalisme yaitu sekularisme dimana agama dijauhkan dari kehidupan termasuk dalam mengatur masalah yang terjadi dalam keluarga.
Akibatnya kebahagian dalam kapitalisme hanya diukur dengan nilai materi. Tidak heran jika muncul peribahasa di masyarakat "ada uang abang disayang, tidak ada uang abang ditendang." Ini menggambarkan betapa bobroknya sistem saat ini. Materi seolah menjadi standar pelayanan istri kepada suami.
Lantas bagaimanakah Islam menawarkan solusi permasalahan dan perselisihan dalam rumah tangga?
Islam menyolusikan setiap masalah dengan tuntas. Karena Islam merupakan pandangan hidup yang mengatur seluruh aspek kehidupan. Maka dalam kasus perceraian akan didapati penyelesaian yang bersipat sistemik, bukan sekadar memberi nasehat dan bimbingan untuk para catin. Namun meninjau langsung sampai akar permasalahnnya.
Sementara dari sisi keharmonisan suami istri dalam rumah tangga, negara akan memberikan patokan usia untuk menikah seperti sudah aqil baligh dan mampu dari segi pemikiran. Dimana setiap calon pengantin harus sudah memahami konsep pernikahan dalam Islam, yang tujuan besarnya sebagai ibadah dan mengharap rida dari Allah Ta'ala.
Sehingga dalam hubungan suami istri, masing-masing wajib mengetahui hak dan kewajiban sesuai tuntutan syariat Islam.
Dengan konsep Islam setiap individu wajib memiliki pemahaman akidah yang benar dan konsep ketakwaan kepada Sang Khaliq. Dengan landasan keimanan setiap muslim wajib terikat pada hukum Allah termasuk dalam berumah tangga.
Baik pola pikir ataupun pola sikap semuanya akan disandarkan pada hukum-hukum Allah, karena sudah tertancap di hati setiap individunya konsep keimanan dan ketakwaan. Inilah yang menjadikan pasangan suami istri akan menjauhkan hal-hal yang dilarang Allah, seperti perselingkuhan, judi online, kdrt dan selainnya. Karena semua itu termasuk hal-hal yang diharamkan Allah.
Demikian pula standar kebahagian hanya diukur dari keridaan Allah, bukan semata-mata materi.
Selain dikuatkankan iman dan akidahnya dalam diri individunya, dari sisi masyarakatnya pun akan ikut serta amar makruf nahi mungkar, bila terlihat hal-hal zalim disekitar.
Terkait masalah ekonomi yang menyebabkan perceraian saat ini. Di dalam sistem Islam akan dilihat apa penyebabnya seperti banyak penganguran maka negara akan memberikan dan menyediakan lapangan kerja.
Selain itu bagi yang tidak memiliki keahlian maka akan diberikan bimbingan sampai mereka bisa mandiri dan membuka usaha sendiri. Negara Islam akan senantiasa memperhatikan umatnya karena tugas mereka ialah sebagai ri’ayatul ummah (mengayomi dan melayani umat).
Luar biasanya aturan Sang Ilahi ini apabila direalisasikan dalam sistem hari ini. Maka sebagai umat Islam wajib memperjuangkan dan melanjutkan kehidupan Islam yang berkilau 13 abad lamanya.
Al-Qur’an sebagai sumber hukum Islam menyebutkan bahwa tujuan perkawinan ialah untuk membentuk keluarga sakinah, mawaddah, rahmah (QS. Ar-Rum :21).
Sakinah, mawaddah, rahmah tiga kunci ini dijelaskan oleh ahli tafsir bahwa sakinah adalah rasa tenang dan tentram dalam rumah tangga suami istri. Mawaddah adalah rasa kasih sayang dalam keluarga dan memunculkan rasa tanggung jawab di antara anggota keluarga satu sama lain.
Sedangkan rahmah merupakan kelanjutan dari sakinah mawaddah yaitu lahirnya keturunan yang sholeh, generasi yang unggul yang siap menjalankan semua aturan Allah.
Wallahualam bissawab.
Oleh: Rismayanti
Aktivis Muslimah
0 Komentar