Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Aktivitas Idle, Langkah Strategis Tingkatkan Produksi Minyak?

Topswara.com -- Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia berencana merevitalisasi sumur minyak yang saat ini menganggur alias tidak aktif atau idle. Ia mengungkapkan bahwa hal ini dilakukan sebagai upaya pemerintah dalam menggenjot produksi minyak nasional. 

Sebab dari total 44.900 sumur minyak yang ada, setidaknya hanya 16.300 sumur yang berproduksi. Oleh sebab itu, ia pun berencana menawarkan pengelolaan sumur idle kepada para investor, baik itu investor dari dalam negeri maupun luar negeri. Mengingat, potensinya masih cukup besar. (CnbcIndonesia.com, 26/8/24).

Sehubungan dengan rencana revitalisasi idle. Sebagaimana di kutip dari laman (ekonomibisnis.com 26/8/24) Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menegaskan akan mencabut izin yang di kuasai Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) jika tidak di jalankan. Pemerintah juga akan menetapkan kriteria bagian Wilayah Kerja (WK) migas yang idle.

Pengelolaan Berbasis Investor

Menurut Menteri ESDM revitalisasi idle atau sumur minyak yang tidak aktif merupakan salah satu langkah strategis dalam meningkatkan produksi minyak nasional sebagai usaha dalam membangun ketahanan energi. 

Namun, apa jadinya jika rencana revitalisasi ini ternyata harus mengandalkan investor? Bukankah ini bentuk ketidak mandirian sebuah negara?

Negara berencana merevitalisasi sumur minyak yang sudah tidak aktif (idle) selama 2 tahun terbengkalai karena alasan teknikal maupun non-teknikal. Lagi-lagi negeri ini menelan ampas keserakahan investor. 

Sudahlah begitu, rencana pengolahan sumur minyak idle ini masih saja bergantung pada investor. 
Hal semacam ini merupakan sebuah kewajaran dalam sistem kapitalisme, dimana negara bertindak layaknya regulator penghubung antara korporasi dengan rakyat. 

Padahal seharusnya negara menjadi periayah. Sayangnya negara malah seolah perhitungan dengan rakyat sendiri dalam upaya produksi energi yang sangat di butuhkan. 

Sehingga negara tidak lagi mempertimbangkan apakah revitalisasi sumur minyak idle itu strategis untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, yang penting dapat keuntungan, meskipun tidak mencukupi kebutuhan nasional. 

Apalagi negeri ini terkenal dengan SDA yang melimpah, maka sudah seharusnya di manfaatkan negara untuk membangun ketahanan energi tanpa harus bergantung pada investor dalam negeri maupun investor asing. 

Sayangnya, keikutsertaan korporasi dalam pengadaan hasil bumi menjadi sebuah keniscayaan dalam negeri yang berasaskan kapitalisme sekularisme. Negara harus membuka pintu lebar-lebar kepada investor agar di lirik. 

Sungguh sistem ini telah mengkerdilkan peran negara dalam pengelolaan dan pengadaan sumber 

Pengelolaan SDA dalam Islam
Islam memposisikan SDA sebagai kepemilikan umum (milkiyah amah) yang tidak boleh di miliki individu. Kepemilikan umum dalam Islam dibagi menjadi 3 kategori diantaranya barang kebutuhan umum, harta tambang yang besar dan sumber daya alam. 

Minyak bumi merupakan SDA yang sangat dibutuhkan, karena sebagai penunjang keberlangsungan hidup masyarakat, maka ia terkategori kepemilikan umum sehingga haram memprivatisasinya.

Dari Abyad bin Hammal, ia mendatangi Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, dan meminta beliau agar memberikan tambang garam kepadanya. Nabi pun memberikan tambang itu kepadanya. 

Ketika, Abyad bin Hamal ra telah pergi, ada seorang lelaki yang berada di majelis itu berkata, “Tahukah Anda, apa yang telah Anda berikan kepadanya? Sesungguhnya, Anda telah memberikan kepadanya sesuatu yang seperti air mengalir”. Ibnu al-Mutawakkil berkata, “Lalu Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam mencabut kembali pemberian tambang garam itu darinya (Abyad bin Hammal). [HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi].

Larangan memberikan hak milik umum, jika merujuk pada illat yang disebutkan dengan jelas dalam hadis tersebut yaitu “layaknya air yang mengalir”, maka semua  barang tambang  yang jumlahnya melimpah ruah, tidak boleh diprivatisasi. Oleh sebab itu negara haram memberikannya pada investor karena itu semua adalah harta umat. 

Lalu siapa yang akan mengelola? Tentunya negara yang akan mengelola secara mandiri. Negara akan mengadakan alat-alat yang memadai dalam proses pengolahan, melalu dana baitul mal. 

Disamping itu negara akan merekrut sumber daya manusia (SDM) profesional dibidang pertambangan tanpa harus menggunakan jasa pihak investor apalagi menawarkan untuk di kelola. 

Jikapun harus bekerja sama dengan swasta, karena hal-hal yang mengharuskan hubungan itu. Maka ini tidak lebih dari akad ijarah atau “sewa jasa”. Mereka akan dimanfaatkan jasanya, entahkah itu sebagai buruh ataupun pekerjaan lainnya.

Hasil dari pengelolaan sumber daya alam tersebut, kemudian dimasukkan kedalam pos kepemilikan umum, yang nantinya didistribusikan pada rakyat untuk kebutuhannya berupa kebutuhan energi, bahan bakar dan sejenisnya sehingga rakyat dapat membeli dengan harga terjangkau bahkan gratis. 

Selain itu negara juga akan membiayai semua kebutuhan dasar rakyat seperti kesehatan, pendidikan dan keamanan, maupun fasilitas umum berupa infrastruktur. 

Seperti inilah Islam mengelola sumber daya alam agar produksi minyak meningkat dan tetap stabil, disamping itu SDA yang melimpah ruah ini akan menjadi pemasukan negara yang kokoh, sebagaimana yang ditentukan oleh syariat.

Wallahu a’lam Bishawab []


Oleh: Nur Octafian NL. Str. Gz.
Aktivis Muslimah 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar