Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Visi Perubahan yang Shahih Terapkan Islam Kaffah

Topswara.com -- Kamis, 22 Agustus, ribuan massa dari berbagai elemen masyarakat turun ke jalan di depan kompleks Dewan Perwakilan Rakyat/Majelis Permusyawaratan Rakyat (DPR/MPR) di Senayan, Jakarta. Mereka menolak revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang dinilai akan menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang baru saja diputuskan pada 20 Agustus lalu.

Demonstrasi ini diikuti oleh buruh, mahasiswa, hingga komika, yang bersatu menuntut pemerintah dan para wakil rakyat untuk mematuhi putusan MK. Aksi ini mencerminkan kekhawatiran luas akan upaya pelemahan terhadap mekanisme dan independensi Pilkada.

Di tengah ketidakadilan yang kian merajalela, semakin banyak lapisan masyarakat yang bangkit melawan kesewenang-wenangan. Kesadaran kolektif ini muncul dari kenyataan pahit yang mereka hadapi setiap hari: penerapan sistem kapitalisme yang tidak hanya melanggengkan ketidakadilan, tetapi juga merusak hampir semua aspek kehidupan. 

Dalam sistem ini, rakyat kerap menjadi korban terhimpit oleh kebijakan yang lebih menguntungkan segelintir elit dan mengabaikan kebutuhan mayoritas.

Namun, meski gerakan perlawanan ini semakin kuat, sering kali ia belum dilandasi oleh pemahaman yang benar mengenai akar permasalahan dan solusi yang tepat. Sebagian besar gerakan ini masih bersandar pada demokrasi, sebuah sistem yang, ironisnya, justru menjadi salah satu penyebab kerusakan yang mereka lawan.

Demokrasi, dalam pandangan umum, sering kali dipahami sebagai jalan keluar dari segala bentuk penindasan dan kesewenang-wenangan. Sistem ini diyakini memberikan kekuasaan kepada rakyat untuk menentukan nasib mereka sendiri, melalui proses pemilihan yang adil dan transparan. 

Namun, dalam praktiknya, demokrasi tidak jarang hanya menjadi alat bagi elit politik dan ekonomi untuk mempertahankan kekuasaan mereka. Kedaulatan yang seharusnya berada di tangan rakyat, nyatanya sering kali dikhianati oleh kepentingan segelintir orang yang lebih mementingkan keuntungan pribadi dan kelompok daripada kesejahteraan umum.

Kapitalisme, yang berkembang dalam kerangka demokrasi, telah menghasilkan ketidakadilan sistemik. Dalam sistem ini, kesenjangan antara si kaya dan si miskin semakin lebar, sementara akses terhadap sumber daya dan layanan dasar, seperti pendidikan, kesehatan, dan perumahan, menjadi semakin sulit bagi mereka yang berada di lapisan bawah masyarakat. 

Alih-alih menjadi solusi, demokrasi yang bersanding dengan kapitalisme justru memperdalam krisis, menggerogoti tatanan sosial, dan mengabaikan hak-hak asasi manusia.

Namun, untuk memahami akar dari permasalahan ini, kita perlu menyadari bahwa akar kerusakan bukan hanya pada pelaksanaan demokrasi atau kapitalisme itu sendiri, melainkan pada dasar pemikiran yang menopang kedua sistem ini. 

Demokrasi, yang bertumpu pada kedaulatan manusia, bertentangan dengan konsep kedaulatan Allah dalam Islam. Ketika manusia menetapkan hukum dan aturan tanpa merujuk pada petunjuk Ilahi, maka yang terjadi adalah ketidakadilan dan kerusakan, sebagaimana yang kita saksikan hari ini.

Dalam situasi ini, umat membutuhkan visi perubahan yang benar, yang tidak hanya berfokus pada perlawanan terhadap penindasan, tetapi juga memahami dengan jelas apa yang menjadi penyebab utama dari segala bentuk kedzaliman ini. 

Visi perubahan yang shahih adalah visi yang didasarkan pada penerapan syariat Islam secara kaffah (menyeluruh). Syariat Islam bukan sekadar seperangkat hukum yang mengatur ritual ibadah, tetapi sebuah sistem kehidupan yang mencakup segala aspek: politik, ekonomi, sosial, dan budaya. 

Penerapan syariat Islam secara kaffah akan mengembalikan kedaulatan kepada Allah, serta memastikan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia.

Namun, perubahan besar ini tidak mungkin terjadi tanpa adanya pembinaan yang serius dan terarah. Umat perlu dibimbing menuju pemahaman yang benar mengenai Islam dan bagaimana syariat-Nya mampu menjadi solusi atas segala permasalahan yang ada. 

Di sinilah pentingnya peran kelompok dakwah ideologis. Kelompok ini berfungsi sebagai pelopor yang membina umat, menyebarkan pemahaman yang benar, dan mempersiapkan mereka untuk menjadi penggerak perubahan yang hakiki. 

Mereka tidak hanya mengajarkan tentang Islam sebagai agama, tetapi juga sebagai ideologi yang mampu memberikan solusi konkret terhadap masalah-masalah yang dihadapi umat manusia.

Kelompok dakwah ideologis ini juga berperan dalam memperkuat kesadaran politik umat, bahwa perjuangan menegakkan syariat Allah bukanlah sekadar pilihan, melainkan kewajiban yang harus dilaksanakan.

Mereka membantu umat memahami bahwa demokrasi dan kapitalisme bukanlah jalan yang dapat membawa pada kebaikan dan keadilan yang hakiki. 

Sebaliknya, hanya dengan kembali kepada syariat Allah dan menegakkan hukum-Nya di muka bumi, umat dapat terbebas dari belenggu penindasan dan ketidakadilan yang selama ini mereka alami.

Dalam konteks ini, pembinaan umat menjadi langkah awal yang sangat penting. Pembinaan ini harus dilakukan secara menyeluruh dan berkesinambungan, sehingga umat benar-benar memahami visi perubahan yang hendak dicapai. 

Kelompok dakwah ideologis juga harus bersifat inklusif, merangkul seluruh lapisan masyarakat tanpa memandang latar belakang sosial, ekonomi, atau politik mereka. Dengan demikian, perubahan yang diinginkan dapat melibatkan seluruh umat, bukan hanya sebagian kecil dari mereka.

Akhirnya, perjuangan untuk menegakkan syariat Islam kaffah adalah perjuangan yang panjang dan membutuhkan kesabaran serta ketekunan. Namun, dengan pemahaman yang benar dan kepemimpinan yang kuat dari kelompok dakwah ideologis, umat dapat bangkit dari keterpurukan dan menuju kehidupan yang lebih baik, di bawah naungan hukum Allah yang adil dan sempurna. 

Inilah visi perubahan yang seharusnya menjadi tujuan bersama, visi yang tidak hanya menjanjikan perbaikan di dunia, tetapi juga keselamatan di akhirat.


Oleh: Ema Darmawaty 
Praktisi Pendidikan
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar