Topswara.com -- Bagi negara berideologi kapitalisme, pajak merupakan salah satu pilar utama dalam menjaga stabilitas ekonomi dan memastikan kelangsungan pembangunan suatu negara.
Melalui pajak, pundi-pundi dana vital terpenuhi sebagai tulang punggung mendukung beragam proyek pembangunan untuk kesejahteraa masyarakat. Namun benarkah pajak untuk kesejahteraan Masyarakat?
Presiden Joko Widodo pada pidato penyampaian RUU APBN 2025 di gedung DPR MPR, 16 Agustus 2024, mengusulkan target penerimaan pajak dalam RAPBN 2025 sebesar Rp 2.189,3 triliun. Sepanjang sejarah Ini adalah kali pertama target pendapatan pajak Indonesia melewati batas Rp 2.000 triliun.
Jika dibandingkan dengan APBN 2024, penerimaan pajak tahun 2025 mengalami kenaikan sebesar 10,07 persen (cnbcindonesia.com, 16/08/ 2024).
Naiknya target penerimaan pajak dalam RAPBN pasti akan berdampak naiknya pajak yang dikenakan pada rakyat. Dan terbukti, pemerintah akan kembali menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025 mendatang.
Kenaikan ini tertuang dalam amanat UU Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), atas pengesahan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI pada 29 Oktober 2021 lalu (tirto.id, 15/03/2024).
Naiknya target pajak pada rakyat tentu dikarenakan posisi APBN yang makin keok akibat beban hutang, Pada rapat kerja Komisi XI DPR pada Juni 2024,
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan bahwa utang jatuh tempo pada 2025 akan mencapai Rp 800,33 triliun, beban pembayaran bunga utang mencapai Rp 497,3 triliun, setara dengan 14,9 persen dari total pendapatan negara (bisnis.tempo.co, 1/08/ 2024).
Sumber PPN terbesar berasal PPN dalam negeri, berupa konsumsi masyarakat dan PPN impor, yang merupakan konsumsi bahan modal dan bahan baku bagi industry (tirto.id, 15/03/ 2024).
Kenaikan PPN secara langsung juga berdampak pada banyaknya PHK. Pelaku usaha akan berusaha menyesuaikan harga akibat naiknya tarif PPN, hal ini menimbulkan efek domino ke omzet dan pada akhirnya terjadi penyesuaian kapasitas produksi hingga jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan.
PPN adalah pajak yang dikenakan oleh pemerintah untuk setiap tahap produksi atau distribusi barang dan jasa. Biaya pajak ini ditanggung oleh konsumen akhir. Makin tinggi PPN, maka makin tinggi juga harga BKP (Barang Kena Pajak) yaitu barang-barang kebutuhan pokok, Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, atau warung.
Kenaikan PPN dapat menyebabkan kenaikan harga barang dan jasa karena biaya produksi yang lebih tinggi dibebankan pada konsumen. Hal ini menyebabkan inflasi karena hal tersebut akan membuat harga melambung tinggi.
Dampak inflasi yang tinggi akan menyebabkan pendapatan riil masyarakat akan terus menurun dan akhirnya menjadikan semua orang, terutama orang miskin, bertambah miskin.
Sungguh peningkatan penerimaan pajak sejatinya penguasa 'memalak' rakyat, yang dibalut dengan kata 'pajak'. Sistem kapitalisme menjadikan pajak sebagai sumber pendapatan negara terbesar untuk membiayai pembangunan. Dalam sistem ekonomi kapitalis, pilar utama pemasukan negara adalah pajak dan hutang. Rakyat dipaksa memikirkan bagaimana membiaya hidup mereka sendiri.
Maka sudah jelas bahwa sistem kapitalisme ini telah gagal menyejahterakan rakyat, masihkah kita bergantung dengan sistem ini? Lalu sistem seperti apa yang pasti dapat menjamin kesejahteraan rakyat?
Sudah pasti jawabannya adalah sistem yang aturannya berasal dari sang maha pencipta sang maha pandai yaitu sistem Islam di bawah institusi khilafah Islam.
Dalam sistem Islam pilar pembiayaan negara bukan berasal dari pajak maupun hutang.
Ada 3 pilar pembiayaan negara. Pertama, berasal dari pengelolaan pos kepemilikan umum, seperti bahan tambang, minyak, gas alam, air, dan lain-lain. Kedua, berasal dari kepemilikan negara seperti harta jizyah, kharaj, fa'i, khumus dan lain-lain.
Ketiga, berasal dari zakat mal yang diterima oleh 8 golongan, seperti yang tercantum pada QS. At-Taubah : 60. Maka tiga sumber ini mampu menutupi semua kewajiban keuangan negara.
Negara dalam sistem Islam berfungsi sebagai pelayan dan pengurus umat (ran'in). Sehingga umat terjamin kesejahteraannya karena pengelolaan sumber pemasukannya sesuai dengan tuntunan sang Pengcipta yang Maha Agung.
Oleh: Ariani
Aktivis Muslimah
0 Komentar