Topswara.com -- Pemberian remisi bagi narapidana sudah menjadi hal biasa dalam dunia persanksian di negeri ini. Adapun remisi ini biasanya dilatarbelakangi beberapa alasan.
Remisi sendiri adalah suatu pengurangan hukuman yang diberikan kepada orang terpidana jika ia berkelakuan baik selama masa tahanan.
Dikarenakan kondisi lapas overload 70 persen, sebanyak 1750 Narapidana di Bangka Belitung menerima remisi HUT RI. Dari jumlah tersebut, sebanyak 48 orang di antaranya langusng bebas.
Harun Sulianto selaku Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) mengatakan remisi merupakan wujud apresiasi terhadap pencapaian perbaikan diri narapidana. (Metro.Tempo/18/8/2024).
Dari media yang sama juga diberitakan sebanyak 176.984 narapidana se-Indonesia terima remisi HUT RI ke-79 dimana hal ini membuat negara hemat Rp. 274 Miliar. Yasonna H. Laoly selaku Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia menerangkan bahwa remisi tersebut bukanlah hadiah melainkan sebagai bentuk apresiasi, negara memberikan remisi kepada narapidana yang menunjukkan prestasi, dedikasi dan displin yang tinggi dalam mengikuti program pembinaan. (Metro.Tempo/17/8/2024).
Adapun menurut Yasonna dengan adanya pemberian remisi dan pengurangan masa pidana ini, negara menghemat anggaran sebesar lebih kurang Rp. 274,38 miliar dalam pemberian makan kepada narapidana dan anak binaan.
Sungguh miris melihat bagaimana sistem sanksi yang ada di negeri ini. Bukannya memberikan dampak efek jera, program remisi ini justru memberikan kelegaan bagi narapidana yang bebas dari tuntunan hukumannya.
Terlebih lagi negara justru mengambil keuntungan dengan alasan menghemat biaya makan di lapas. Padahal itu sudah jadi kewajiban bagi negara selaku penegak hukum di negeri ini.
Namun, begitulah rupa asli dari sistem sanksi dalam ideologi kapitalisme. Tidak akan pernah memberikan solusi tuntas hingga akarnya untuk menyelesaikan persoalan, termasuk ranah kejahatan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.
Terbiasanya narapidana mendapatkan kesempatan remisi pada akhirnya hanya akan membuka peluang bagi mereka mengulangi kejahatan yang sama, atau malah justru lebih parah lagi.
Sebuah pertanda tidak mampunya sanksi hukum yang dia dapatkan menjerakannya dari perbuatan salah dan merugikan. Ini pula bukti bahwa negara berlepas tangan dari tanggung jawab menjamin keamanan dan kenyamanan bagi rakyatnya.
Maraknya kejahatan dan pelaku kejahatan pun sesungguhnya menggambarkan betapa lemah kepribadian individu. Tentu saja keadaan ini bukan tanpa alasan, melainkan sebab dukungan sistem rusak yang seolah memaksa individu berbuat salah dan dosa.
Semisal sistem ekonomi yang didasari asal kapitalisme, di mana hanya meraup keuntungan dan manfaat bagi kaum elit kapital pemilik modal. Sulitnya lapangan pekerjaan bagi masyarakat membuat mereka mengambil jalan pintas untuk bisa mendapatkan materi guna menyambung kehidupan.
Belum lagi didukung ketiadaan iman di hati, yang merupakan buah dari asas sekularisme yang diadopsi negeri ini. Sehingga individu hari ini tak punya rasa takut pada penciptanya, tidak merasa sesal atau bersalah atas setiap tindakannya yang salah.
Sesungguhnya Islam memiliki aturan yang paripurna terhadap setiap persoalan manusia. Islam memiliki sistem sanksi yang datangnya dari Allah, Sang Pencipta dan Sang Pengatur kehidupan.
Dalam sanksi Islam, hukum ditegakkan demi tujuan memberikan keadilah, efek jera serta penebus dosa. Dengan begitu tak akan ditemukan kelemahan dari penerapannya. Sebab hukum yang datangnya dari Allah ialah seadil-adilnya hukum, tak ada yang mampu menandingi.
Ditambah lagi, Islam pula mengatur sistem pendidikan guna mencetak pribadi yang takut pada tuhannya dan memiliki kesadaran iman dan takwa. Dengan begitu akan terjauhkan dari perbuatan jahat.
Tidak seperti dalam sistem kufur hari ini yang malah memberikan kemudahan dan fasilitas bagi seseorang untuk berlaku dosa, maksiat dan kejahatan yang merugikan orang lain. Sungguh tidak ada yang lebih layak dijadikan sebagai solusi semua persoalan kecuali Islam. Sebab aturan ini Allah turunkan untuk manusia dan bagi seluruh alam.
Wallahua'alam bisshawab.
Oleh: Tri Ayu Lestari
Penulis Novel Remaja dan Aktivis Dakwah
0 Komentar