Topswara.com -- Sah! Akhir Juli 2024 kemarin pemerintah resmi menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 28 tahun 2024 yang mengatur Pelaksanaan UU Kesehatan tahun 2023 terkait kesehatan reproduksi.
Dalam PP itu disebutkan bahwa upaya kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja setidaknya berupa pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi, serta pelayanan kesehatan reproduksi (tempo.co, 1/8/2024).
Terlihat indah dan mengayomi. Namun jika kita lebih teliti, akan didapati bahwa pasal 103 ayat (4) huruf e menyatakan bahwa bentuk pelayanan kesehatan reproduksi yang dimaksud dalam PP ini adalah penyediaan alat kontrasepsi.
Setelah PP kontroversial ini mengundang penolakan dari banyak pihak, Juru Bicara Kementerian Kesehatan, Mohammad Syahril angkat bicara. Dia menyatakan bahwa penyediaan alat kontrasepsi yang dimaksud, diperuntukkan bagi remaja yang sudah menikah hingga umur yang aman untuk hamil (tempo.co, 7/8/2024).
Pernyataan tersebut justru terkesan blunder karena sejak awal diketahui bahwa obyek bagi PP ini adalah anak usia sekolah dan remaja secara umum.
Karenanya banyak pihak menilai peraturan ini justru menjadi jalan bagi legalisasi seks bebas di kalangan anak usia sekolah dan remaja di Indonesia. Pembahasan PP ini, berfokus pada seks yang tidak menyebabkan kehamilan di usia muda, bukan pada seks yang halal.
Keberadaan PP nomor 28 tahun 2024 ini secara lugas mengkonfirmasi bahwa asas hukum dan perundang-undangan di negeri ini adalah sekulerisme atau pemisahan agama dari kehidupan.
Sekularisme Bukan untuk Kita
Sekularisme berawal dari trauma masa lalu bangsa Eropa kepada agama. Pada masa kegelapan di Eropa, ilmu pengetahuan mengalami kemunduran yang sangat tajam. Tidak hanya itu, penguasa diktator di Eropa sering menggunakan otoritas gereja untuk melegitimasi aturan zalim yang mereka buat.
Adanya pertentangan antara kalangan agamawan Eropa dengan para politikus dan ilmuwan, melahirkan jalan tengah berupa pemisahan agama dari kehidupan. Sekularisme ini kemudian meluas di negeri-negeri muslim setelah kekuatan pemikiran Khilafah Utsmaniah melemah.
Penguasa di wilayah-wilayah Islam saat itu mengizinkan beberapa kalangan terpelajar menimba ilmu di Inggris dan Perancis. Bukan hanya mempelajari sains dan teknologi, kalangan terpelajar ini juga terinfeksi dengan sekulerisme yang diadopsi oleh Barat. Mereka lupa, bahwa Islam berbeda dengan agama lainnya.
Tidak seperti agama ritual yang lain, Islam memiliki syariat untuk mengatur seluruh aspek kehidupan, baik yang berkaitan dengan spiritualitas, politik, ekonomi, pendidikan, maupun pergaulan.
Setelah Khilafah Utsmaniah benar-benar runtuh dan terpecah pada tahun 1924, sekulerisme resmi menjadi asas dan kepemimpinan berpikir bagi dunia hingga hari ini. Bukannya kebaikan dan keberkahan, setelah 100 tahun lebih sekulerisme mengatur dunia, kerusakan justru merajalela.
Hukum dan perundang-undangan yang dibuat oleh manusia menjadi awal ketidakadilan dan legalnya kemaksiatan, termasuk perzinahan.
Masuklah Islam Secara Kaffah
"Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu." (QS. Al Baqarah: 208).
Ayat ini secara lugas memerintahkan kaum muslimin untuk menerima dan menjalankan syariat Islam secara totalitas. Selain itu ayat ini juga melarang kaum muslimin secara tegas untuk mengikuti langkah-langkah setan yang menyeru mereka untuk mengikuti hawa nafsu.
Karenanya, PP yang secara implisit melegalkan zina di kalangan usia sekolah dan remaja ini harus ditolak. Kehamilan yang tidak diinginkan dan penyakit menular seksual tidak akan terjadi jika seks bebas dicegah sejak awal. Bukan dengan memfasilitasi mereka dengan alat kontrasepsi sejak dini.
Tidak hanya itu, sistem demokrasi sekuler yang menyebabkan lahirnya undang-undang sekuler juga harus segera ditinggalkan. Umat harus segera move on menuju kehidupan yang lebih berkah melalui diterapkannya Islam kaffah, Islam yang keseluruhan, tidak setengah-setengah. Allahu a'lam.
Oleh: Ranita
Aktivis Muslimah
0 Komentar