Topswara.com -- Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah terbentang dari Sabang sampai Merauke terpusat di Ibu Kota Negara. Sempat berpindah ke Yogyakarta (DIY), hingga secara paten di Jakarta, tidak lama lagi berbagai aktivitas kenegaraan ke Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.
Indonesia dengan ideologi dan falsafah kebanggaan berupa Pancasila dan kemajemukan sebagai ciri khas bangsanya yang melekat bahasa pemersatu yaitu bahasa, menjadikan Indonesia sebagai suatu entitas.
Jika menguik Indonesia sebagai karunia Yang Maha Kuasa berupa negara kesatuan, tidak akan habis sebanyak untuk dijadikan tinta dan daun sebagai lembarnya untuk mengungkap kekayaan yang ada. Maka Indonesia yang identik dengan Jawa, baik pembangunan, ekonomi sampai pendidikan menjadi identik sebagai identitas.
Tidak jarang isu berkembang bahkan ditiupkan secara sentimen bahwa Indonesia adalah Jawa Centris, atau Jawa adalah refrensentesi Indonesia dengan segala konsekuensinya, menjadi potensi perbedaan.
Sebagian kalangan bersikap sedemikian rupa dengan menganggapnya sebagai dinamika bernegara dan sebagian lagi tampak mengolahnya secara kurang cerdas sehingga melahirkan potensi masalah bahkan perpecahan seperti usaha-usaha separatis.
Maka sebenarnya bagaimana duduk perkaranya? Membincang Indonesia sebagai kesatuan untuk suatu kemungkinan lain tentu tidak lagi relevan. Sebab perbedaan sebagai realita adalah kesempatan untuk berdinamika dan terus berkembang dalam kesatuannya.
Maka memperat dengan menjaga kesatuan dalam perbedaan dengan saling mengisi dan saling kenal satu sama lain adalah anugerah yang penuh berkah.
Menjadi Indonesia bagi bangsanya adalah suatu keniscayaan dalam mensyukuri dengan terus melanjutkan dan memperjuangkan.
Tidak sebagaimana paham buta nasionalisme, namun menjadi Indonesia sebagai bangsa yang mencintai negara dalam ciri khasnya adalah suatu yang memungkinkan.
Apa itu Indonesianisme
Perpindahan ibu kota memiliki pengaruh mental terlebih kondisi kesehatan manusia zaman ini, dewasa ini sering dikatakan terganggu kesehatannya.
Maka cara praktis mengantisipasi berbagai efek khususnya mental dalam perpindahan ibu kota, tahap awal atau masa transisi seperti sekarang untuk ditanamkan Indonesianisme. Bangsa Indonesia yang berbudaya dan negara yang berkarakter kuat.
Seperti apa budaya Indonesia yang dapat dijadikan identitas bangsa sebagai langkah praktis antipati gangguan mental sekaligus penanaman karakter bangsa, serta karakter bernegara seperti apa yang dimaksud? Terlepas latar penulis sebagai penggelut disiplin Filsafat, maka ide Indonesianisme ini dianggap penting ditegaskan.
Bangsa Indonesia yang ramah, santun serta murah senyum dalam berinteraksi dalam ketulusan dan keterbukaan terhadap kemajemukan.
Penegasan termaksud adalah lantaran identitas tersebut secara semangat terdapat dalam diri bangsa Indonesia. Pada umumnya Filsuf, bertugas mengkonseptualisasi! Maka karakter bangsa yang lembut di atas didasari oleh rasa ketuhanan (agama) dan ketakwaan yang sesungguhnya.
Poin ini juga yang menjadikan Indonesianisme sebagai paham yang berbeda sebagaimana ideologi atau aliran pemikiran luar (khususnya Barat) juga menjadikannya berbeda dengan sekedar Nasionalisme ala bangsa lain.
Maka rancangan awal atau pendahuluan dari proyek besar pencetusan Indonesianisme di atas adalah urgen. Perpindahan IKN ke wilayah jauh berbeda menyisakan banyak potensi persoalan kebangsaan dan kenegaraan, bisa-bisa menjadi masalah.
Maka langkah strategis lagi praktis mutlak dibutuhkan. Sebab IKN bukan sekedar perkara pembangunan fisik (sebagaimana perpindahan kator pemerintahan), namun menjadi momentum pembangunan mental dan pemikiran bangsanya, ya melalui Indonesianisme ini!
Oleh: Nazwar, S.Fil. I., M. Phil.
Penulis Lepas Lintas Jogja Sumatera
0 Komentar