Topswara.com -- Untuk kesekian kalinya masyarakat Indonesia dibuat pusing dan tidak habis pikir dengan keputusan-keputusan yang diambil oleh pemimpin negeri ini dalam mengelola kepentingan rakyatnya.
Seperti yang ramai diberitakan baru-baru ini oleh media bahwa Presiden telah meresmikan Undang-undang Kesehatan yang tertuang dalam PP ( Peraturan Pemerintah) Nomor 28 tahun 2024 mengenai Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 17 tahun 2023.
Salah satu pasalnya menyebutkan bahwa upaya pelaksanaan kesehatan reproduksi untuk siswa dan pelajar minimal berupa screening, pengobatan, rehabilitasi, dan penyediaan alat kontrasepsi.
Terbitnya peraturan ini menuai banyak kecaman dari berbagai pihak , diantaranya dari Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih, sebagaimana diberitakan oleh Media Indonesia pada hari Minggu 4 Agustus 2024 , menurut beliau peraturan mengenai penyediaan alat kontrasepsi bagi siswa dan remaja usia sekolah tidak sesuai dengan amanat pendidikan nasional yang menjunjung tinggi norma agama budi dan pekerti.
Seharusnya siswa diberi pendampingan, konseling, dan dipahamkan tentang resiko berbahaya hubungan seks bebas dengan pendekatan norma agama dan nilai-nilai akhlak yang baik dalam pergaulan dengan lawan jenis.
Sebaliknya, dengan adanya peraturan ini seolah negara malah memfasilitasi generasi muda kita untuk melakukan pergaulan bebas yang dikhawatirkan oleh para orang tua dan pendidik agar anaknya tidak terjerumus dalam bahaya pergaulan yang rusak tersebut.
Dengan dalih seks aman, penyediaan alat kontrasepsi ini dimunculkan oleh pemerintah. Namun seolah tidak terpikir bahwa hal ini dapat mengakibatkan anak kita terjerumus pada liberalisasi perilaku yang akan sangat merusak masyarakat.
Meskipun dari sisi kesehatan medis dinilai aman namun hal itu jelas akan menyuburkan perzinahan yang diharamkan oleh agama.
Peraturan ini menegaskan bahwa Indonesia merupakan negara yang menganut paham sekuler sehingga diterapkan juga di dalam ranah pendidikannya.
Kondisi ini akan berdampak pada kerusakan perilaku yang membahayakan tatanan masyarakat dan peradaban manusia dimana kepuasan jasmani menjadi tujuan.
Demikian lamanya negeri ini berkiblat pada Barat, sehingga negara bersikap abai pada bahaya zina sebagai perbuatan dosa besar pada Allah SWT yang menimpa dan terus membayangi generasi penerus negeri ini. Sungguh miris negeri yang didominasi umat muslim dimana justru aturan yang diberlakukannya jauh dari Islam.
Tidak beda jauh dari penguasa, masyarakatnya pun cenderung melakukan pembiaran pada perilaku bebas itu, dengan alasan hal tersebut merupakan hak masing-masing individu, selama tidak mengganggu hak individu yang lain, sehingga masyarakat enggan melakukan amar makruf nahi mungkar.
Penetapan benar dan salah tidak lagi didasarkan pada syariat, tetapi pada keumuman yang berlaku di masyarakat dan hawa nafsu individunya. Dengan kata lain, dalam kasus ini, perzinahan dikalangan siswa dan pelajar dilegalkan oleh pemerintah.
Berbeda jauh manakala negara diatur oleh Islam dalam seluruh aspek kehidupannya, dimana pemimpin negara berperan sebagai pengurus dan pelindung bagi seluruh masyarakat bagi muslim maupun non muslim.
Seorang khalifah adalah perisai yang akan melindungi rakyat dari gangguan musuh-musuh dengan kekuasaannya dan rakyat akan berlindung di belakangnya.
Khalifah akan menjaga rakyatnya dan memastikan kemurnian aturan-aturan islam ditegakkan di tengah-tengah umat, karena khalifah bertanggung jawab langsung kepada Allah SWT.
Negara wajib membangun kepribadian Islam bagi warganya, oleh karenanya sistem pendidikan yang dijalankan adalah sistem pendidikan Islam.
Sudah barang tentu dengan sistem ini, seluruh warganya dijauhkan dari paham-paham yang akan merusak akidah seperti paham sekularisme, liberalisme, dan lain sebagainya.
Oleh karena itu negara wajib memahamkan warganya tentang tujuan hidup mereka yaitu mencari ridha Allah SWT. Oleh karenanya upaya membangun ketakwaan umat menjadi utama bagi negara di samping memahamkan sains dan teknologi sebagai faktor pendukung pelaksanaan roda kehidupan berdasarkan syariat Islam.
Media dijadikan sebagai sarana edukasi, sehingga tayangan yang disuguhkan merupakan tayangan terpilih dan dipastikan tidak mengandung konten yang akan merusak akhlak dan pemahaman Islam yang murni.
Disamping itu negara menerapkan sistem hukum Islam untuk menindak seluruh tindak kejahatan, sanksinya menjerakan pelakunya dan mencegah warga lain melakukan hal yang sama.
Seperti halnya perzinahan, tidak mungkin dicegah hanya dengan doa dan tausiyah, tetapi harus ada sistem sanksi yang tegas dan menjerakan.
Tidak lain solusi yang dibutuhkan untuk semua permasalahan manusia ada dalam sistem hidup atau ideologi Islam. Maka segeralah kita kembali pada sistem hidup yang hakiki ini, segeralah berpaling dari sistem yang rusak dan merusak ini.
Wallaahu a’lam bi ash-shawab.
Oleh: Siti Rini Susanti
Aktivis Muslimah
0 Komentar