Topswara.com -- Kawasan Industri Terpadu (KIT) Batang, Jawa Tengah telah diresmikan pada tanggal 26 Juli 2024 oleh Presiden Jokowi. Di akhir masa jabatannya, beliau berharap kawasan ini mampu menarik banyak investor dan bisa membuka lapangan kerja bagi rakyat Indonesia.
Bahkan diklaim KIT ini telah mendatangkan investasi sebesar 14 triliun rupiah dan mampu menampung lebih dari 250 ribu pekerja. (metrotvnews.com. 26/7/24).
Kawasan seluas 4300 hektar ini menjadi tumpuan harapan sebagai pangkal terwujudnya kesejahteraan. Hingga saat ini, sudah ada 18 perusahaan dari 8 negara yang tertarik menanamkan investasi. Demi terciptanya suasana investasi yang kondusif, pembangunan infrastruktur pun sedang gencar digalakan.
Pembangunan kawasan industri seperti ini bukanlah kali pertama. Sebelumnya pun sudah banyak kawasan industri yang dibuka dengan harapan investasi semakin ramai. Namun apakah benar dengan investasi, rakyat semakin sejahtera, ekonomi tumbuh dan stabil, lapangan kerja luas sehingga menekan angka pengangguran?
Sesungguhnya semua itu adalah ilusi semata. Nyatanya, investasi ala kapitalisme tidak otomatis membuat masyarakat sejahtera dan banyak menyerap tenaga kerja. Bahkan ironisnya, tidak sedikit rakyat yang malah kehilangan lahan tempat bekerja dan mata pencaharian dengan dibukanya kawasan industri.
Bisa kita saksikan tidak sedikit petani, nelayan, dan pelaku UMKM yang akhirnya harus melepaskan sumber penghidupan mereka.
Berikutnya, mengenai penyerapan tenaga kerja dan pembukaan lapangan kerja yang luas pun hanyalah dusta. Pendidikan yang rendah dan kompetensi yang tidak mampu bersaing merupakan faktor banyaknya masyarakat sekitar yang tidak bisa terserap industri.
Ironisnya lagi, regulasi saat ini malah membuka kesempatan bagi tenaga kerja asing untuk mengisi kesempatan kerja di tanah air. Kembali rakyat hanya bisa menggigit jari.
Diberitakan bahwa Indonesia adalah peraih investasi asing tertinggi ke-2 di Asia Tenggara pada tahun 2022, namun Indonesia juga menjadi negara dengan tingkat pengangguran tertinggi menurut IMF di tahun 2024.
Belum lagi efek dari alih fungsi lahan yang berakibat menimbulkan bencana alam. Menurut data yang disampaikan oleh Walhi, warga pesisir utara Kabupaten Batang kerap terdampak banjir rob akibat pembangunan yang jor-joran. Akhirnya lagi-lagi masyarakatlah yang harus menelan imbas negatif dari Kawasan Industri Terpadu ini.
Dari sini kita bisa melihat bahwa sesungguhnya skema investasi dan pembukaan kawasan industri sejatinya bukan untuk rakyat, namun penyediaan fasilitas mewah bagi para elite pengusaha.
Hal ini merupakan sesuatu yang niscaya dilakukan oleh negara penganut korporatokrasi, dimana terjadi persekutuan antara penguasa dan pengusaha demi keuntungan mereka sendiri.
Berbeda dengan Islam, konsep pembangunan negeri merupakan urusan negara sepenuhnya. Tidak boleh ada campur tangan asing di dalamnya, apalagi membuka pintu investasi bagi negara lain untuk menanamkan modalnya.
Landasan pembangunan dalam Islam adalah ketakwaan, maka pelaksanaannya harus sesuai syariat, baik pembiayaan maupun target penggunaannya. Dalam hal pembiayaan harus memiliki kebijakan independen agar ke depannya tidak disetir oleh pihak mana pun.
Dengan menerapkan sistem ekonomi Islam, maka akan mampu mengelola SDA secara mandiri hingga dapat membiayai pembangunan tanpa mengemis ke negara lain.
Arah pembangunan pun akan difokuskan untuk kemaslahatan umat, maka tidak akan ada ceritanya Islam membangun negeri namun memicu bencana alam hingga akhirnya merugikan rakyat.
Justru sebaliknya, target pembangunan adalah demi kesejahteraan rakyat sesungguhnya, bukan sekedar narasi. Ini adalah amanah yang Allah tetapkan bagi penguasa, sebagaimana sabda Nabi saw.:
“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari)
Institusi Islam akan membuka kesempatan kerja yang luas bagi laki-laki dewasa bukanlah sekedar janji, negara wajib menyediakan lapangan kerja yang membuat para pencari nafkah bisa memenuhi kewajibannya.
Pengelolaan SDA tentu membutuhkan banyak tenaga kerja mumpuni, dan sistem Pendidikan Islam akan mampu menghasilkan SDM yang berkualitas sehingga mampu mengisi ketersediaan lapangan kerja.
Begitulah keagungan Islam dalam mengelola negara dengan aturan yang berasal dari Sang Pencipta. Betapa jauh jika dibandingkan dengan aturan hidup yang sedang diterapkan saat ini. Maka, apalagi yang menghalangi kita untuk segera kembali pada pangkuan hukum Islam agar kemandirian dan kesejahteraan hakiki dapat terwujud?
Wallahu ‘alam bishshawab.
Oleh: Rianny Puspitasari
Pendidik
0 Komentar