Topswara.com -- Jilbab adalah salah satu syariat Islam yang sudah banyak dikenal di masyarakat. Bahkan saat ini penggunaan kerudung sudah lumrah di semua kalangan perempuan muslim, dari mulai orang dewasa hingga pada anak sekolah TK. Banyak muslimah yang sudah sadar terkait menutup aurat mereka.
Sayangnya, hal tersebut kini ternodai dengan kabar bahwa ada pelarangan penggunaan jilbab bagi petugas Paskibraka Muslimah tahun ini. Hal ini terlihat saat acara pengukuhan paskibraka yang akan bertugas saat 17 Agustus nanti di IKN.
Dari semua paskibraka yang dilantik tidak ada satupun yang menggunakan jilbab. Meskipun Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) membantah telah memaksa anggota Paskibraka putri 2024 yang berhijab untuk melepas jilbab.
Kepala BPIP Yudian Wahyudi mengklaim penampilan anggota Paskibraka yang tidak mengenakan jilbab saat pengukuhan dan bertugas adalah kesukarelaan masing-masing mengikuti peraturan yang ada. Itu pun, katanya, sudah disepakati dalam surat pernyataan kesediaan yang bermeterai Rp10.000. dikutip dari cnnindonesia.com (14/8/2024)
Hal ini mendapat respon berupa protes keras dari Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah Cholil Nafis. "Ini tidak Pancasilais. Bagaimanapun Sila Ketuhanan yang Maha Esa menjamin hak melaksanakan ajaran agama," kata Cholil dikutip di laman resmi MUI.
Bila larangan jilbab bagi Paskibrakaka itu benar diberlakukan, Cholil mendesak segera dicabut. Dia menambahkan jika tidak ada kebebasan dalam berjilbab, Ia menyarankan para peserta Paskibraka perempuan yang awalnya berjilbab sebaiknya pulang saja. Dikutip dari cnnindonesia.com (14/8/2024).
Adanya larangan penggunaan jilbab oleh BPIP ini patut dipertanyakan. Pasalnya penggunaan kerudung bagi muslimah termasuk muslimah anggota paskibraka yang telah baligh adalah kewajiban syari. Sebab, pakaian tersebut dikenakan di ruang publik dan seluruh tubuh wanita muslimah adalah aurat kecuali muka dan telapak tangan.
Meskipun BPIP berdalih bukan pemaksaan karena telah ada penandatanganan kesepakatan untuk mematuhi aturan berpakaian yang telah distandarisasi. Nanun, aturan tersebut bertentangan dengan hukum Allah SWT. karena menggunakan pakaian yang tidak sesuai syariat adalah kemaksiatan.
Para penguasa selalu menyebut jika dasar hukum yang mereka tetapkan adalah UUD 1945, tapi pada kenyataannya mereka sendirilah yang melanggar peraturan tersebut.
Pasalnya secara konstitusi, penggunaan kerudung jilbab bagi setiap muslimah WNI, tak terkecuali anggota paskibraka adalah hak konstitusional setiap warga negara sebagai mana diatur dan dijamin dalam konstitusi Pasal 29 UUD 1945.
Semua ini menunjukan adanya Islamofobia yang sudah sistematis ditunjukan oleh pemerintah. Kebijakan yang dikelurkan meski bertentangan dengan konstitusi yang diyakini, justru mengarah pada upaya mengkriminalisasi ajaran dan keyakinan umat Islam.
Hal ini jelas karena penerapan sistem sekularisme kapitalisme di negei ini. Aturan BPIP menunjukan bahwa asas yang mereka bangun adalah sekuler yaitu memisahkan agama dari kehidupan.
Aturan yang digunakan bersala dari akal manusia, aturan Allah sebagai Pencipta dan Pengatur sama sekali tidak dipertimbangkan dalam membuat aturan dan kebijakan.
Hasilnya, selama sekulerisme sebagai asas kapitalisme masih diterapkan di negeri ini, kita tidak akan pernah mendapati aturan dan kebijakan pemerintah akan selaras dengan aturan Islam.
Sistem sekularisme kapitalisme adalah sistem batil, tidak akan pernah ada satupun kebaikan yang lahir dari sistem ini, dan hanya akan menimbulkan kemudharatan di masyrakat. Sistem ini akan terus menganggap agama sebagai musuh.
Berbeda dengan negara yang berasaskan Islam dan segala kebijakannya disandarkan pada halal dan haram. Negara seperti ini yang akan menuntun manusia untuk hidup dengan benar sesuai syariat Allah Swt. hingga mereka mendapatkan kebaikan dan kebahagiaan di dunia maupun di akhirat.
Tegaknya syariat Islam termasuk menutup aurat, tidak akan pernah terlaksana dan sempurna kecuali dengan adanya negara Islam yang menerapkan Islam secara kaffah.
Hal ini pernah ditegaskan oleh imam Al-Ghazali:
“Agama dan kekuasaan itu ibarat dua saudara kembar. Oleh karena itu, sering dikatakan bahwa agama adalah fondasi, sedangkan kekuasaan adalah penjaganya. Apa saja yang tidak memiliki fondasi akan hancur. Apa saja yang tidak memiliki penjaga akan lenyap.”
Islam mewajibkan negara untuk menjaga akidah umat yang mencakup menjaga keyakinan mereka terhadap Islam dan terlaksananya segala kewajiban kaum muslimin. Oleh karena itu, negara tidak boleh menjerumuskan rakyatmya ke lembah kemaksiatan.
Negara seharusnya hadir sebagai penjaga dan pelindung umat, sebab khalifah diangkat oleh umat sebagai pelaksana syariat Islam. Negara akan menerapkan sistem pergaulan Islam sehingga muslimah akan mengenakan pakain yang disyariatkan di kehidupan umum.
Maka, sudah seharusnya kita kembali kepada sistem Islam. Karena Islamlah satu-satunya sistem yang dapat membawa pada kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Wallahualam bissawab.
Oleh: D. Budiarti Saputri
Tenaga Kesehatan
0 Komentar