Topswara.com -- Dalam acara Liqa Muharram, Muballighah Aswaja mengungkapkan bahwa pangkal kerusakan dan kesengsaraan yang terjadi di tengah umat adalah sekulerisme-demokrasi yang meminggirkan dan memandulkan Islam sebagai solusi atas berbagai masalah manusia dan jalan hidup Muslim.
"Dalam acara ini terungkap bahwa pangkal kerusakan dan kesengsaraan yang terjadi di tengah umat adalah sekulerisme-demokrasi yang meminggirkan dan memandulkan Islam sebagai solusi atas berbagai masalah manusia dan jalan hidup muslim," ungkapannya dalam acara Liqa Muharam Mubalighah 1446 H: Perubahan Hakiki, Tinggalkan Demokrasi, Ittiba’ Pada Nabi SAW. di Semarang, Ahad (4/8/2024).
Para mubalighah aswaja harus mengupayakan penyamaan visi, misi, dan peran politik mubalighah yang harus dijalankan saat ini. Sebuah arus baru dalam menyelesaikan permasalah umat hari ini dengan politik Islam. Bukan politik ala demokrasi.
"Komitmen yang disepakati diantaranya adalah berusaha bersuara lantang mendakwahkan Islam kaffah dengan segenap kemampuan dengan meneladani metode dakwah Rasulullah SAW, sebagai jalan perubahan hakiki. Meninggalkan jalan demokrasi dan tidak berkompromi dengannya," ungkapnya.
Mubalighah Muda Jawa Tengah Ustazah Dwi Istanti mendorong sesama mubalighah untuk memiliki kesamaan pandangan bahwa metode perubahan tidak bisa dilakukan jika tidak mengikuti Nabi SAW. Mengikuti metode demokrasi hari ini, tidak akan pernah membawa pada perubahan hakiki.
Ia menjabarkan perbedaan hakiki antara Islam dan demokrasi dan membelalakkan pandangan mubalighah betapa demokrasi tidak bisa diharapkan menjadi jalan kebangkitan umat.
Hal yang sama disampaikan Ustazah Hayyin Thohiro tentang bagaimana demokrai penuh permainan politik yang menipu dan destruktif terhadap visi politik Islam. Kemudian memberikan gambaran bagaimana perubahan hakiki yang telah diteladankan Rasulullah SAW.
"Berikut kewajiban setiap muslim apalagi mubalighah untuk berittiba’ (meneladani/ mengikuti) Baginda Nabi SAW sebagaimana Surat Al Ahzab ayat 21," ungkapnya.
Kemudian, dilanjutkan pengasuh pondok pesantren tua di Jawa Tengah Nyai Kafiyah Nikmah, menyatakan bahwa perubahan merupakan suatu keniscayaan sebagaimana disebutkan dalam Al Qur'an Surat Ar Ra’du ayat 11. yang artinya: 'Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum hingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka. Apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, tidak ada yang dapat menolaknya, dan sekali-kali tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia'.
Ia menjelaskan, dalam ayat tersebut disebutkan bahwa Allah tidak akan begitu saja memberikan perubahan seperti turunnya hujan, tetapi mengharuskan adanya upaya bersungguh-sungguh untuk melakukan perubahan.
"Perubahan hakiki bukan sekedar mengganti pemimpin, namun hendaknya merubah aturan hidup masyarakat sesuai yang dicontohkan Baginda Nabi SAW. perubahan yang menyeluruh dan sistemis," pungkasnya. [] Alfia Purwanti
0 Komentar