Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Masalah Baru Peralihan Subsidi LPG ke BLT

Topswara.com -- Wacana pemerintah terkait peralihan subsidi LPG ke BLT dianggap sebagai solusi agar subsidi tepat sasaran, begitu juga mampu mengurangi beban anggaran negara dalam menyediakan subsidi. Hal ini sejalan dengan target pemerintah dalam upayanya memangkas subsidi dan kompensasi energi hingga Rp671 triliun pada tahun 2025 mendatang. 

Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno mengatakan, kategori penerima subsidi LPG 3 kilogram (kg) nantinya bisa menerima bantuan berupa nominal uang hingga Rp100 ribu per bulan. CNBC Indonesia (12/7/2024). 

Pencabutan subsidi produk migas ini akan memberikan dampak yang besar pada kenaikan harganya. Karena, subsidi LPG berkaitan dengan produktivitas perekonomian. Sehingga harga-harga akan melambung tinggi dan jika terus menerus terjadi akan menyebabkan inflasi. 

Peningkatan inflasi pun selanjutnya akan berdampak pada penurunan daya beli masyarakat yang berujung pada menurunnya kesejahteraan masyarakat dan stabilitas perekonomian suatu negara. 

Bahkan akan meningkatkan kemiskinan dan ketimpangan ekonomi makin menyuburkan persoalan sosial hingga kriminalitas. Inilah dampak besar pencabutan subsidi gas LPG yang akan dirasakan oleh masyarakat. 

Seperti para pelaku UMKM kuliner, mereka akan sangat terbebani dengan pencabutan subsidi gas LPG karena makin membebani ongkos produksinya. Sedangkan kompensasi yang diberikan yaitu pemberian BLT sebesar Rp100 ribu kepada yang berhak jelas tidak memberikan solusi. 

Karena selama ini, program BLT lainnya seperti BLT BBM, BLT subsidi upah, dan BLT UMKM sudah penuh dengan polemik. Birokrasi yang rumit dan pendataan yang buruk menyebabkan penyaluran BLT banyak yang salah sasaran. Karena itu, mengalihkan subsidi LPG ke BLT dengan alasan agar makin tepat sasaran, jelas bukan solusi hakiki. 

Adapun subsidi LPG, yang katanya membebani APBN, juga tidak bisa dibenarkan. Karena APBN sendiri akan terus defisit meski anggaran untuk subsidi ditiadakan. 

Hal inilah terjadi disebabkan lemahnya APBN negeri ini yang tidak bisa dilepaskan dari politik APBN yang kapitalistik, yaitu APBN yang pemasukannya bertumpu pada pajak dan utang, tetapi pengeluarannya tidak fokus pada kemaslahatan umat. 

Maka sangat jelas, pengalihan subsidi LPG ke BLT bukan hanya tidak efektif, tetapi juga akan menambah permasalahan baru. 

Sungguh ironi, pemerintah tidak mampu mengelola migas secara mandiri, padahal negeri ini kaya akan gas alamnya. Pemerintah lebih memilih bergantung pada korporasi swasta daripada mengelola kilang gas sendiri. 

Ketidaksanggupan pemerintah dalam membangun kilang ini, karena menjadikan sumber utama APBN nya berasal dari pajak. Padahal, jika SDA dikelola pemerintah secara mandiri maka pemasukan negara akan sangat besar.

Adapun pemerintah yang bergantung kepada asing, ini disebabkan dogma ekonomi kapitalisme, yang menganggap bahwa siapapun bebas memiliki apapun selama ia memiliki modal/uang. 

Dalam sistem kapitalisme, negara hanya berfungsi sebagai regulator yang membuat para pemilik modal bisa menguasai SDA dengan mudah. Dogma ini menjadi landasan dalam mengatur tata kelola negara, sehingga tidak heran jika kehidupan rakyat kian menderita. 

Buktinya, negara menganggap subsidi kepada rakyat adalah beban yang harus segera dihilangkan. Sedangkan BLT yang diberikan kepada rakyat jelas tidak sebanding dengan biaya kebutuhan hidup yang terus meningkat. Untuk itu, makin nyata bahwa BLT hanyalah politik pencitraan. 

Semua persoalan di atas, tidak akan terjadi dalam sistem Islam. Karena, Islam memiliki mekanisme dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat dengan menjadikan negara sebagai ra’in (pengurus) umat. 

Pelayanan negara kepada rakyat akan merata, tidak dibeda-bedakan berdasarkan statusnya. Ini karena dalam sistem Islam, negara akan mengelola seluruh SDA secara mandiri dan hasilnya dikembalikan lagi kepada pemiliknya yaitu rakyat, baik dalam bentuk barang ataupun pembangunan sejumlah fasilitas umum seperti sekolah dan rumah sakit. 

Negara juga akan mengharamkan swasta untuk mengelola SDA yang melimpah. Larangan ini terdapat dalam hadis Rasulullah saw., “Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad). 

Selain sistem ekonominya yang dilandasi akidah Islam, penguasa negara Islam (khilafah) juga memiliki visi melayani umat. Mereka akan berikhtiar dengan maksimal dalam mendistribusikan gas kepada seluruh warga. baik dengan mekanisme ekonomi maupun nonekonomi. 

Mekanisme ekonomi misalnya dengan negara memastikan setiap kepala keluarga memiliki pekerjaan yang cukup untuk menafkahi keluarganya. Adapun contoh mekanisme nonekonomi adalah negara akan menyantuni siapa saja yang tidak mampu memenuhi kebutuhan pokoknya, baik karena cacat, sakit, atau sudah lansia. 

Amanahnya penguasa dalam negara Islam, ketika menjalankan tugas, menjadikan pendataan benar-benar diperhatikan, sehingga jangan sampai ada warga miskin yang terlewat untuk diberi santunan. Pemberian santunan akan terus dilakukan hingga ia bisa keluar dari kemiskinannya. 

Itulah mekanisme dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat dengan menjadikan negara sebagai ra’in (pengurus) umat. Untuk itu, peralihan kepada sistem ekonomi Islam dalam naungan khilafah adalah sesuatu yang urgen untuk diperjuangkan. 

Wallahualam bishshawab.


Oleh: Shintia Budiarti 
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar