Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Legalisasi Alat Kontrasepsi, Merusak Tatanan Moral Masyarakat

Topswara.com -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 sebagai pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, yang mengatur penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja. 

Dalam PP ini, Pasal 103 menetapkan bahwa upaya kesehatan sistem reproduksi untuk anak usia sekolah dan remaja harus mencakup pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi terkait sistem reproduksi, serta pelayanan kesehatan reproduksi. 

Edukasi ini dapat diberikan melalui bahan ajar di sekolah dan kegiatan luar sekolah, mencakup informasi tentang reproduksi, kesehatan alat reproduksi, perilaku seksual berisiko, keluarga berencana, dan pemilihan media hiburan yang sesuai usia. 

Pelayanan kesehatan reproduksi meliputi skrining penyakit, pengobatan, rehabilitasi, konseling, dan penyediaan alat kontrasepsi. Konseling harus memperhatikan privasi dan dilaksanakan oleh tenaga medis yang berkompeten. (Tempo.co 3/8/2024).

Kontroversi mengenai penyediaan alat kontrasepsi bagi anak sekolah dan remaja yang belum menikah menjadi sorotan karena dianggap mencerminkan pengaruh kuat ideologi liberalisme dalam kebijakan layanan kesehatan reproduksi. 

Penulis menilai bahwa kebijakan ini dapat mendorong perilaku pergaulan bebas dan zina, yang bertentangan dengan ajaran Islam. Selain itu, kebijakan tersebut dinilai sebagai manifestasi dari dominasi budaya sekularisme-liberalisme dalam kehidupan sosial, yang berpotensi merusak tatanan moral masyarakat.

Landasan liberalisme dan kapitalisme yang digunakan dalam kebijakan kesehatan reproduksi dikhawatirkan akan memperburuk penyebaran penyakit menular seksual, mengancam kelangsungan generasi, serta menyebabkan kemerosotan moral di tengah masyarakat. 

Dalam konteks ini, kebijakan yang mengabaikan nilai-nilai Islam dan lebih mengutamakan kebebasan individu dianggap menimbulkan dampak negatif yang serius.

Selain itu, ketika kebijakan negara lainnya, seperti kurikulum pendidikan sekuler, mengikuti prinsip yang sama, penulis berpendapat bahwa gaya hidup hedonistik, materialistis, dan individualistis makin mengakar di kalangan pelajar dan remaja. 

Dampaknya terlihat nyata setelah dua dekade kebijakan kesehatan reproduksi dijalankan, di mana terjadi penurunan angka kelahiran (fertility rate) lebih dari dua kali lipat, peningkatan kehamilan tidak diinginkan (KTD), aborsi, serta prevalensi HIV/AIDS di kalangan anak sekolah dan remaja.

Penulis juga mengkritik upaya promosi kesehatan yang terlalu fokus pada kebebasan perilaku, yang dianggap steril dari nilai-nilai Islam dan justru berisiko memicu perilaku seksual yang tidak terkendali. 

Selain itu, layanan kesehatan reproduksi disebut tunduk pada kepentingan industri kesehatan kapitalis, yang lebih mengutamakan keuntungan daripada kesejahteraan masyarakat.

Dengan demikian, penulis menegaskan bahwa terbitnya peraturan pemerintah (PP) ini menunjukkan adanya kelalaian dalam mewujudkan kesejahteraan publik dan kesehatan reproduksi generasi, karena mengikuti pandangan kapitalisme yang menekankan kebebasan individu. 

Jika pemerintah benar-benar ingin melindungi generasi mendatang, penulis mengusulkan agar PP tersebut dicabut dan menghentikan pengabdian kepada kapitalisme dan sekularisme.

Pandangan Islam 

Islam memandang bahwa menciptakan kemaslahatan masyarakat dan menjaga agama merupakan tanggung jawab utama negara yang tidak boleh diabaikan. Negara memiliki kewajiban mendasar untuk mewujudkan berbagai tujuan eksistensi masyarakat Islam yang telah ditetapkan oleh syariat, termasuk menjaga agama, jiwa, akal, dan keturunan.

Oleh karena itu, negara harus mengambil langkah-langkah politik yang tepat untuk memastikan bahwa potensi keturunan yang dianugerahkan oleh Allah SWT. dapat dijaga dan dioptimalkan demi kemuliaan Islam dan umat Muslim. 

Rasulullah SAW. pernah mengingatkan, "Nikahilah perempuan yang penyayang dan dapat memiliki banyak anak, karena aku akan berbangga dengan jumlah kalian di hadapan umat-umat terdahulu." (HR Abu Dawud, Nasa’i, Ibnu Hibban, dan Hakim).

Negara juga harus hadir sebagai pelaksana syariat secara menyeluruh bagi individu yang menjadikan Islam sebagai jalan hidupnya. Ini mencakup seluruh aspek kehidupan Islam, seperti ekonomi, politik, pendidikan, pergaulan, dan hukum yang semuanya berlandaskan akidah Islam.

Lebih jauh lagi, kehadiran Islam sebagai peradaban tidak hanya akan menciptakan gaya hidup yang mulia, tetapi juga sehat. Ini terjadi karena kebutuhan fisik dan nonfisik terpenuhi secara seimbang, dengan nilai-nilai materi, ruhiyah, akhlak, dan insani yang saling melengkapi.

Kebijakan pelayanan kesehatan Islam dalam menjaga kesehatan sistem reproduksi dan potensi keturunan generasi yang dilandasi oleh prinsip-prinsip benar. 

Pertama, Islam mengajarkan bahwa Allah menciptakan naluri seks untuk kelestarian manusia. Hal ini disebutkan dalam Al-Quran yang menunjukkan bahwa semua manusia diciptakan dari satu jiwa dan pasangannya.

Kedua, segala aktivitas kehidupan, termasuk dalam hal pemenuhan naluri seks, harus sesuai dengan hukum syarak dan bertujuan untuk meraih ridha Allah.

Ketiga, kesehatan dianggap sebagai salah satu kenikmatan terbesar yang harus dipertanggungjawabkan di akhirat. Oleh karena itu, setiap individu harus menjaga kesehatannya untuk ketaatan kepada Allah.

Keempat, dalam Islam, kesehatan adalah kebutuhan pokok publik dan bukan sekadar jasa atau komoditas komersial. Rasulullah mengajarkan bahwa memiliki kesehatan adalah salah satu anugerah terbesar.

Kelima, negara bertanggung jawab penuh dalam menyediakan pelayanan kesehatan yang berkualitas, dengan pemimpin sebagai pelindung dan penanggung jawab utama.

Prinsip-prinsip ini menunjukkan bahwa Islam sangat memperhatikan kesehatan reproduksi dan kesejahteraan umat dengan menjaga moral dan etika dalam pelaksanaannya. 

Sistem sanksi dan hukum Islam hanya akan efektif jika diterapkan dalam sistem pemerintahan yang juga menerapkan syariat Islam secara menyeluruh, yaitu khilafah islamiah berdasarkan minhaj kenabian, bukan atas dasar sekularisme yang mengabaikan aturan Allah SWT dalam kehidupan. 

Wallahu alam bishawab.


Retno Indrawati, S.Pd.
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar