Topswara.com -- Entah karena pengaruh modernisasi atau memang sudah menjadi konsekuensi umat di akhir zaman. Maraknya dekadensi moral, kriminalitas terjadi dimana-mana, serta norma-norma agama yang terabaikan.
Salah satu kesesatan pada masa jahiliah, kini kembali marak. Yaitu, pembunuhan bayi yang tidak dikehendaki, bahkan pembunuhan janin yang belum sempat menghirup udara kehidupan dunia, karena berbagai motif yang melatar belakangi.
Seperti yang dikutip oleh media online Tirto.id, Selasa (30/7/2024), Adanya kebijakan baru dari pemerintah yang membolehkan tenaga kesehatan dan tenaga medis untuk melakukan aborsi terhadap korban tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual yang menyebabkan kehamilan.
Hal itu diatur dalam aturan pelaksana Undang-Undang No 17 Tahun 2023 melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Banyaknya kasus kejahatan seksual saat ini, tidak lepas dari pengaruh liberalisme, yakni adanya paham kebebasan. Penerapan sistem sekuler liberal yang mengagungkan kebebasan telah membuat manusia di negeri ini tidak lebih mulia di banding hewan sekalipun.
Pergaulan bebas, free sex, bahkan pesta miras dan sabu sudah bukan menjadi hal yang tabu di kalangan remaja tanah air.
Banyaknya kasus kehamilan tak diinginkan akibat perkosaan yang berujung pada aborsi adalah dampak dari sistem pergaulan yang liberalistik dan permissif. Maka, yang paling bertanggungjawab atas lahir dan berkembangnya fenomena ini tak lain adalah sistem yang diemban negeri saat ini.
Sistem bebas ini pun banyak menjadikan seorang wanita atau perempuan yang berpakaian minim dan mengumbar auratnya, merupakan fakta yang bisa merangsang lawan jenisnya, yaitu pria. Belum lagi gambar, film, tayangan dan jejaring sosial yang menayangkan adegan seks.
Semuanya ini tentu menjadi pemicu lahirnya rangsangan seks yang begitu kuat, yang akan diikuti fantasi sehingga mendorong tindakan yang akan menjerumuskan pelaku dalam kejahatan seks, mulai dari pelecehan hingga perkosaan.
Adapun adanya Perppu Kebiri sebagai solusi yang ditawarkan oleh pemerintah, belum dapat dijadikan sanksi yang membuat para pelaku seksual ini jera, nyatanya kasus pencabulan maupun pemerkosaan di negeri ini kian marak terjadi.
Dalam hal ini belum ada penerapan hukum yang membuat jera pelaku, paling tidak dapat mengurangi angka kejahatan seksual di negeri ini. Meskipun pemerintah telah memberikan legalisasi aborsi, tetapi hal ini sama sekali tidak menyentuh akar persoalan yang ada. Hal ini justru hanya membuat kubangan dosa makin membesar.
Melegalkan aborsi merupakan solusi yang tidak tuntas dalam permasalahan ini. Seberat apapun beban psikologis yang akan di tanggung, haruslah tetap ingat pertanggungjawaban atas menghilangkan nyawa janin tak berdosa tersebut di pengadilan Allah kelak.
Islam memandang kejahatan seksual seperti pemerkosaan ini adalah sebuah tindakan kriminal yang pelakunya harus mendapatkan hukuman tegas dan menjerakan. Penanganan tindak kriminal ini semestinya dilakukan dua sisi, yaitu preventif dan kuratif.
Upaya preventif yakni mencegah dengan jalan menutup celah pintu-pintu perzinaan, semisal tontonan dan media apa saja yang dapat menghantarkan pada syahwat seksual. Adapun langkah kuratif yang dilakukan, semisal menjatuhkan sanksi hukum yang berat dan menimbulkan efek jera.
Islam dapat menyelesaian kasus kejahatan seksual dengan melibatkan tiga aspek, yaitu individu, masyarakat, dan negara. Di mana individu diwajibkan untuk selalu terikat dengan aturan Rabb-Nya, kemudian adanya masyarakat yang bertugas untuk saling mengingatkan dalam kebaikan serta negara yang memiliki peran penting untuk mengontrol itu semua.
Dengan diterapkannya sistem sahih ini serta dijadikan sebagai dasar kehidupan, baik itu dalam bermasyarakat ataupun bernegara, fakta-fakta di atas tidak akan ada lagi. Islam mengatur interaksi pria dan wanita, sehingga berbagai pintu perzinaan, pelecehan hingga perkosaan akan tertutup rapat.
Negara pun akan menerapkan sanksi yang tegas, keras serta menjerakan terhadap siapa saja yang melakukan kejahatan seksual.
Dalam hal ini, sanksi bagi pelaku tindak perkosaan ini adalah had zina, yaitu dirajam (dilempari batu) hingga mati, jika pelakunya sudah menikah dan dijilid (dicambuk) 100 kali dan diekspos selama 1 tahun, jika pelakunya belum menikah. Sebagian ulama menambahkan kewajiban membayar mahar kepada perempuan yang menjadi korban.
Imam Malik berkata, “Menurut kami pria yang memperkosa perempuan, baik gadis maupun janda, jika perempuan tersebut wanita merdeka, maka pelakunya wajib membayar mahar yang sepadan denganya. Jika wanita tersebut budak, maka pelakunya wajib membayar kurang dari harga (budak)-nya. Sanksi ini berlaku bagi pelaku perkosaan, sementara korban perkosaan tidak ada sanksi apapun.”
Sehingga dengan menerapkan sistem Islam di tengah-tangah masyarakat akan memberikan edukasi mengenai kepribadian pemikiran dan perilaku, pendidikan dalam keluarga, sekolah, budaya atau lingkungan, pornografi, pornoaksi serta aurat yang terlihat dan yang tidak boleh terlihat, dengan berlandaskan akidah dan syariah Islam. Jika semua itu di wujudkan, maka angka kejahatan seksual di Negeri ini akan menyusut dengan sendirinya.
Syariat Islam telah memberikan solusi atas permasalahan manusia dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam menangani kasus kejahatan seksual.
Sistem Islam memiliki seperangkat aturan yang mampu mencegah tindakan tersebut dengan menutup seluruh pintu kemaksiatan yang dapat menjadi pemicu tindak kejahatan seksual tersebut. Hal ini tidak akan terwujud tanpa adanya penerapan Islam kaffah secara sempurna dalam kehidupan.
Wallahu’alam bissawab.
Oleh: Aas K
Aktivis Dakwah
0 Komentar