Topswara.com -- Negeri ini sedang banjir pakaian impor asal Cina. Terutama pakaian bayi dan anak-anak, tampak di Pusat Grosir Tanah Abang pada Jum’at 08 Agustus 2024. Hal ini tentu membuat produsen dalam negeri khawatir.
Produk pakaian tersebut tidak disertai dengan label SNI, bahkan keterangan pencuciannya pun berbahasa Cina. Padahal regulasi SNI ini sangat penting karena mengatur persyaratan zat warna azo, kadar formaldehida dan kadar logam terekstraksi pada kain. (cnbcindonesia, 10/08/24)
Terkait hal ini Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristadi menyatakan bahwa setidaknya ada 36 perusahaan tekstil menengah besar yang tutup dan 31 pabrik lainnya melakukan PHK karena efisiensi. Data ini adalah akumulasi sejak tahun 2019 dan belum termasuk data pemerintah dan Apindo. (cnbcindonesia, 30/06/24).
Bahkan sepanjang Januari hingga Juni 2024, KSPN juga mencatat angka PHK yang merupakan buntut dari sepinya permintaan, yaitu akibat maraknya produk impor yang harganya lebih murah mencapai 13.800 buruh. (cnnindonesia, 09/08/24)
Mirisnya, regulasi yang ada justru terkesan semakin memperburuk keadaan. Usai pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan Impor pada Mei lalu, angka impor TPT naik 43 persen, yakni sebesar 194.870 ton dari semula 136.360 ton. Selain PHK, pasca Permendag diberlakukan, produksi tekstil dalam negeri juga mengalami penurunan rata-rata 70 persen. (kompas, 09/07/24)
Solusi Setengah Hati
Seandainya negara memiliki tekad yang serius untuk mewujudkan kesejahteraan bangsa, harusnya mampu mengerahkan seluruh perangkat untuk meregulasi impor. Hal itu ditujukan agar tidak membahayakan produk dan pertumbuhan ekonomi dalam negeri.
Banyaknya pakaian impor yang tidak berlabel SNI menunjukkan lemahnya pengawasan dan pemeriksaan negara di perbatasan. Justru kebijakan yang ditetapkan pun seolah semakin memperlebar kran impor atas nama perdagangan bebas.
Jumlah penduduk Indonesia yang terus bertumbuh ditambah karakter masyarakatnya yang konsumtif, merupakan sasaran pasar yang menggiurkan. Sayangnya, negara justru mempersilahkan para importir luar negeri untuk memanfaatkan potensi ini. Bahkan dilegalkan melalui beragam kebijakan dan abai terhadap rakyatnya sendiri.
Hal ini merupakan dampak logis dari penerapan sistem ekonomi yang kapitalistik. Dimana perekonomian hanya berpihak bagi para pemilik modal besar, bukan pada rakyat. Peran penguasa sebagai pengayom dan pelindung rakyat sangat minim bahkan nyaris hilang.
Islam Solusi Hakiki
Kondisi ini akan sangat berbeda tatkala negara mengadopsi sistem Islam dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk aspek ekonomi.
Negara atau khilafah Islam yang dipimpin oleh seorang khalifah akan menjalankan seluruh syariat, dan meletakkan kedaulatan hukum hanya milik Allah SWT. saja. Tatkala Allah memerintahkan bahwa seorang penguasa merupakan ra’in (pelayan dan pengurus rakyat), maka ia akan sungguh-sungguh dalam menjalankan peran ini.
Peran ra’in ini termasuk bagaimana menetapkan kebijakan di sektor ekonomi seperti industri perdagangan dalam dan luar negeri. Dalam Islam, aktivitas perdagangan adalah jual beli yang mana hukum-hukum terkait hal ini adalah hukum tentang pemilik harta, bukan harta.
Status hukum komoditas perdagangan bergantung pada pedagangnya (warna negara atau bukan warga negara). Jika pedagangnya berstatus warga negara khilafah, baik muslim maupun non muslim, maka negara berkewajiban untuk memberikan pelayanan, pengurusan dan pelindungan.
Warga diperbolehkan melakukan perdagangan dalam negeri tetapi harus tetap terikat pada syariat Islam, seperti larangan menjual barang haram, penimbunan, kecurangan, pematokan harga.
Selain itu warga juga diperbolehkan melakukan ekspor impor (perdagangan luar negeri). Namun, jika ada komoditas ekspor impor yang terindikasi dapat membawa dampak buruk bagi rakyat, maka negara berhak melarangnya.
Untuk melindungi produk dalam negeri, negara khilafah akan memberlakukan cukai yang sepadan kepada negara kafir. Apalagi jika negara tersebut juga menarik cukai atas barang dagangan dari negara khilafah.
Negara juga akan melakukan pengawasan yang ketat di perbatasan, ditambah dengan seleksi rekruimen pejabat negara haruslah memiliki sifat amanah. Di sisi lain, negara juga memberlakukan sanksi ta’zir bagi pedagang luar negeri dan pejabat negara seandainya ia membantu meloloskan barang impor ilegal. Sanksi ini wajib bersifat tegas dan menjerakan.
Guna memenuhi kebutuhan sandang masyarakat, negara akan memberikan dukungan terhadap industri tekstil dalam negeri melalui pembangunan infrastruktur, kemudahan memperoleh bahan baku. Walhasil, sistem ini akan mengoptimalkan potensi dalam negeri sehingga kesejahteraan rakyat dapat terwujud.
Kondisi demikian hanya mampu diraih tatkala negara mau mengadopsi sistem Islam dan mencampakkan sistem kapitalisme yang menyengsarakan.
Wallahu alam bishawab.
Oleh: Naning Prasdawati
Komunitas Setajam Pena
0 Komentar