Topswara.com -- Di tengah kemajuan teknologi dan globalisasi yang pesat, kelangkaan lapangan pekerjaan di Indonesia menjadi salah satu isu yang semakin mendesak. Banyak kepala keluarga, terutama para laki-laki yang merupakan tulang punggung keluarga, menghadapi kesulitan dalam mencari pekerjaan yang layak.
Berdasarkan data dari BPS per Maret 2024, jumlah pengangguran usia produktif (15-64 tahun) di Indonesia adalah sekitar 7,5 juta orang, dengan tingkat pengangguran mencapai 6,2 persen. Angka ini mencerminkan tantangan yang dihadapi dalam menciptakan kesempatan kerja yang memadai bagi angkatan kerja yang aktif.
Fenomena ini tidak hanya menambah angka pengangguran, tetapi juga berdampak langsung pada kesejahteraan ekonomi masyarakat. Sistem ekonomi kapitalisme yang mendominasi pengelolaan sumber daya alam dan energi (SDAE) serta berbagai regulasi yang menghambat pertumbuhan industri lokal telah memperburuk situasi ini.
Sementara itu, negara yang seharusnya berperan aktif dalam menciptakan kesempatan kerja justru tampak tidak mampu mengatasi masalah ini secara efektif.
Kegagalan Negara dan Kapitalisme dalam Menjamin Kesejahteraan Kepala Keluarga
Kelangkaan lapangan kerja merupakan fenomena yang kian dirasakan masyarakat Indonesia, terutama oleh para kepala keluarga yang bertanggung jawab menafkahi istri dan anak-anak mereka.
Laki-laki sebagai tulang punggung keluarga menghadapi tantangan besar dalam mencari pekerjaan yang layak, sehingga kesejahteraan mereka terancam.
Kondisi ini menunjukkan kegagalan negara dalam menjamin kesempatan kerja bagi rakyatnya, sebuah mekanisme yang seharusnya menjadi bagian dari tanggung jawab negara untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh.
Kapitalisme dan Pengelolaan Sumber Daya Alam
Salah satu penyebab utama dari kelangkaan lapangan kerja adalah penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang mendominasi kebijakan pemerintah dalam mengelola sumber daya alam dan energi (SDAE). Kapitalisme, dengan prinsip dasar yang menekankan kebebasan individu dan kepemilikan pribadi, membuka jalan bagi penguasaan SDAE oleh pihak asing dan swasta.
Pengelolaan SDAE yang seharusnya menjadi milik bersama atau milik negara, pada akhirnya dikuasai oleh segelintir pihak yang memiliki modal besar. Akibatnya, potensi ekonomi dari SDAE yang semestinya dapat menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat luas justru terjebak dalam keuntungan yang hanya dinikmati oleh pemilik modal.
Ketika SDAE dikelola oleh swasta atau perusahaan multinasional, keuntungan yang dihasilkan tidak terdistribusi secara adil kepada masyarakat. Kekayaan alam yang ada di Indonesia, seperti tambang, minyak, gas, dan sumber daya lainnya, seharusnya dikelola dengan bijaksana oleh negara untuk kepentingan rakyat.
Namun, dalam sistem kapitalisme, negara justru memilih untuk menyerahkan pengelolaan ini kepada pihak swasta dengan dalih investasi dan pertumbuhan ekonomi. Dampaknya, keuntungan yang dihasilkan dari SDAE hanya berputar di kalangan elite ekonomi, sementara rakyat yang seharusnya mendapat manfaat malah dibiarkan dalam kesulitan.
Regulasi yang Menghambat Rakyat
Selain pengelolaan SDAE yang salah arah, kelangkaan lapangan kerja juga diperparah dengan munculnya berbagai regulasi yang justru menyulitkan rakyat. Banyak regulasi yang lebih berpihak pada kepentingan pengusaha besar daripada rakyat kecil.
Contoh nyata adalah kebijakan yang memberikan kemudahan investasi kepada perusahaan asing tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap rakyat, terutama dalam aspek deindustrialisasi.
Deindustrialisasi adalah fenomena penurunan sektor industri manufaktur yang menjadi tulang punggung perekonomian banyak negara. Di Indonesia, deindustrialisasi terjadi seiring dengan makin maraknya impor barang dari luar negeri dan lemahnya perlindungan terhadap industri lokal.
Kebijakan ini menyebabkan banyak perusahaan lokal gulung tikar dan pada akhirnya, banyak tenaga kerja yang kehilangan pekerjaan.
Ketika industri lokal mengalami penurunan, kesempatan kerja bagi masyarakat juga ikut menyusut, dan ini memengaruhi daya beli serta kesejahteraan rakyat.
Islam dan Pengelolaan Sumber Daya Alam
Berbeda dengan sistem kapitalisme yang memberikan kebebasan pengelolaan SDAE kepada swasta dan asing, Islam memiliki konsep yang sangat jelas mengenai pengelolaan sumber daya alam dan energi.
Dalam sistem ekonomi Islam, SDAE merupakan milik umum yang harus dikelola oleh negara demi kepentingan seluruh rakyat. Negara bertanggung jawab penuh untuk memastikan pengelolaan SDAE dilakukan dengan adil dan efisien, sehingga hasilnya dapat dinikmati oleh seluruh rakyat, bukan hanya segelintir orang.
Prinsip ini didasarkan pada hadits Rasulullah yang menyatakan bahwa "Manusia berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api." Hadis ini menjadi dasar bahwa sumber daya alam yang vital bagi kehidupan banyak orang, seperti air, energi, dan bahan baku, harus dikelola oleh negara dan tidak boleh dikuasai oleh individu atau swasta.
Dengan demikian, Islam menempatkan negara sebagai pengelola utama SDAE untuk memastikan kesejahteraan rakyat.
Ketika SDAE dikelola oleh negara, negara dapat memanfaatkannya untuk menciptakan lapangan kerja yang memadai.
Pengelolaan SDAE yang baik akan membuka banyak kesempatan kerja di berbagai sektor, mulai dari eksplorasi, pengolahan, hingga distribusi. Selain itu, pendapatan yang diperoleh negara dari pengelolaan SDAE dapat digunakan untuk memberikan subsidi kepada sektor-sektor yang membutuhkan, seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Ini akan menciptakan lingkungan ekonomi yang sehat dan kondusif bagi pertumbuhan kesejahteraan rakyat.
Jaminan Kesejahteraan dalam Sistem Ekonomi Islam
Tidak hanya menciptakan lapangan kerja, Islam juga menyediakan mekanisme jaminan kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya. Negara dalam sistem Islam memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa setiap warga negara mendapatkan hak-haknya, termasuk hak atas pekerjaan, kesehatan, dan pendidikan.
Dalam hal ini, negara harus aktif berperan dalam menciptakan program-program yang menjamin kesejahteraan rakyat, terutama bagi mereka yang tidak mampu bekerja atau kehilangan pekerjaan.
Islam juga mendorong pemberdayaan ekonomi melalui zakat, infaq, dan sedekah, yang dapat digunakan untuk membantu masyarakat yang kurang mampu dan menciptakan solidaritas sosial yang kuat.
Zakat, misalnya, dapat dimanfaatkan untuk membantu para pengangguran atau mereka yang sedang mencari pekerjaan. Dalam jangka panjang, sistem ini akan menciptakan keseimbangan ekonomi yang lebih adil dan merata.
Oleh karenanya kelangkaan lapangan kerja yang dialami oleh banyak kepala keluarga saat ini adalah buah dari penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang lebih mengutamakan keuntungan segelintir pihak daripada kesejahteraan rakyat.
Pengelolaan SDAE yang diserahkan kepada asing dan swasta telah memperburuk kondisi ini, di mana regulasi yang ada justru menyulitkan rakyat untuk mendapatkan pekerjaan yang layak.
Sebaliknya, Islam menawarkan solusi yang komprehensif melalui sistem ekonomi Islam yang menempatkan negara sebagai pengelola utama SDAE dan menjamin kesejahteraan rakyat melalui berbagai mekanisme ekonomi Islam. Dengan penerapan sistem Islam, diharapkan kelangkaan lapangan kerja dapat diatasi dan kesejahteraan rakyat terwujud.
Oleh: Ema Darmawaty
Founder Komunitas Muslimah Sahabat Surga
0 Komentar