Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kecelakaan Kerja Menghantui, Cukupkah Revisi UU Jadi Solusi?

Topswara.com -- Dalam kurun waktu 8 hari, dua kasus kecelakaan kerja terjadi di PT Borneo Alumina Indonesia (BAI) di Kecamatan Sungai Kunyit, Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat. Dua kasus tersebut memakan korban jiwa sebanyak 3 orang dan menjadi sorotan berbagai kalangan masyarakat. 

Dua korban jiwa pertama, meninggal dunia akibat tertimbun tanah ketika sedang memeriksa kedalaman pengerukan tanah saat menjalankan proyek pembangunan smelter grade alumina refinery (SGAR), sedangkan 1 korban lainnya, meninggal dunia akibat terlindas sebuah excavator ketika sedang menjalankan proyek yang sama (kumparan.com 13/8/2024).

Indonesia Justice Watch (IJW) menilai kelalaian perusahaan dalam menjaga keamanan pekerja sebagai penyebab utama kecelakaan kerja, mendesak sanksi tegas terhadap perusahaan pertambangan alumina terkait (pontianak.tribunnews.com 9/8/2024).

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalbar juga mengkritik aspek kesehatan dan keselamatan kerja (K3) dalam proyek SGAR, sebuah Proyek Strategis Nasional (PSN) yang bahkan dipantau langsung oleh Presiden (betahita.id 7/8/2024). 

Faktor utama kecelakaan kerja di industri pertambangan meliputi kesalahan manusia, kelelahan, kerusakan alat, dan kondisi lingkungan. Studi menunjukkan bahwa sekitar 96 persen pekerja mengalami kelelahan, yang merupakan kontributor signifikan terhadap kecelakaan kerja (minesafety.id 14/3/2023). 

Pemerintah berencana merevisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja untuk menanggulangi lonjakan kasus ini, namun masih dipertanyakan apakah langkah tersebut cukup efektif untuk melindungi pekerja dan mengurangi angka kecelakaan (hukumonline.com).

Jika dilakukan analisa mendalam terkait kasus kecelakaan kerja yang juga berkorelasi dengan kesejahteraan pekerja atau buruh, maka akan didapati bahwa akar masalahnya adalah pada buruknya sistem yang diterapkan saat ini. 

Sistem kapitalisme yang menjadikan manfaat sebagai landasan, telah menjadikan seluruh aturan serta undang-undang yang lahir darinya juga hanya berlandaskan kepada manfaat semata dan sarat kepentingan pihak kapitalis (pemilik modal). 

Dengan kata lain, penerapan semua aturan tersebut hanya akan memberikan manfaat secara sepihak yakni kepada perusahaan atau pemilik modal tadi. Ketika pihak yang paling diuntungkan adalah pemilik modal, maka pekerja atau buruh adalah pihak yang paling dirugikan.

Dalam pandangan ekonomi kapitalisme, buruh termasuk salah satu faktor produksi. Dengan pandangan ini, pekerja atau buruh dianggap sebagai beban perusahaan, sehingga dalam rangka menekan biaya produksi perusahaan kesejahteraan para pekerja pun terabaikan. 

Bahkan tingkat kelelahan yang dialami pekerja karena terbatasnya jumlah tenaga kerja di sebuah perusahaan tersebut adalah bukti nyata dari abainya perusahaan terhadap hak-hak dasar mereka demi keuntungan yang lebih tinggi.

Selain itu, banyaknya fakta pekerja yang tidak difasilitasi dengan APD (Alat Pelindung Diri) yang memadai saat bekerja di lapangan, minimnya upah yang diterima pekerja, tidak terdatanya pekerja oleh badan ketenagakerjaan atau pihak asuransi penjamin pekerja.

Serta diskriminasi dan kekerasan serta pelecehan yang dialami pekerja di tempat kerja pun menambah catatan panjang permasalahan pekerja yang tidak hanya menunjukkan minimnya kepedulian perusahaan.

Namun juga tidak optimalnya peran instansi negera yang seharusnya berkewajiban mengawasi serta memastikan terpenuhinya kebutuhan, kesejahteran serta keamanan pekerja.

Perubahan UU Keselamatan Kerja tahun 1970 yang digadang-gadang dapat menjadi solusi, sejatinya tidak akan mampu menjadi solusi hakiki permasalahn ini. Terlebih setelah disahkannya UU Cipta Kerja yang secara nyata tidak sejalan dengan konstitusi bangsa, juga terang-terangan sangat menganakemaskan para pemilik modal termasuk perusahaan, dengan meminggirkan kepentingan rakyat di sisinya yang lain. 

Dengan adanya tumpang tindih dan ambiguitas di tengah-tengah sistem yang berjalan, tetap saja rakyat yang menjadi tumbal. Alhasil apapun solusi yang ditawarkan, permasalahan ini tetap akan menghantui para pekerja.

Bicara solusi hakiki, sudah semestinya mengacu kepada sumber aturan yang lahir dari Zat Yang Maha Benar dan Maha Adil. Allah SWT telah menurunkan Islam dengan aturan-aturanNya yang sempurna dan paripurna untuk diterapkan demi tercapainya kesejahteraan dan keberkahan di dunia. 

Dalam pandangan Islam, pekerja atau buruh merupakan individu yang menjadi bagian dari masyarakat yang wajib dijamin pemenuhan segala kebutuhannya oleh negara mulai dari kebutuhan primer hingga tersier. Dengan demikian negara akan menjadi pihak utama yang menjamin tercapainya kesejahteraan pekerja sebagai seorang individu dan bagian dari masyarakat. 

Negara akan menjamin tersedianya layanan pendidikan dan kesehatan sebagai bentuk mekanisme pemenuhan kebutuhan secara langsung. 

Sedangkan memastikan tersedianya lapangan pekerjaan, upah yang sesuai dan memadai serta memastikan pihak pemberi upah (perusahaan) memenuhi kewajibannya dalam rangka menjamin keamanan dan keselamatan pekerja di tempat kerja adalah langkah-langkah yang dijalankan sebagai bentuk mekanisme tidak langusng dalam menjamin terpenuhinya kesejahteraan. 

Hanya dengan mekanisme inilah perlindungan dan kesejahteraan pekerja akan bisa diwujudkan.


Oleh: Pramitha Putri
Aktivis Muslimah 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar