Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Jangan Lepas Jilbabmu, Merdekalah di Hadapan Allah

Topswara.com -- Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) didesak mencabut keputusan BPIP Nomor 35 Tahun 2024 tentang Standar Pakaian, Atribut dan Sikap Tampang Pasukan Pengibar Bendera Pusaka.

Wakil Sekretaris Jenderal Purna Paskibraka Indonesia (PPI) Irwan Indra mengatakan walaupun BPIP telah meminta maaf dan mengizinkan Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) putri untuk mengenakan jilbab dalam pelaksanaan upacara HUT RI ke-79 di Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur tetap perlu ada penelusuran lebih jauh kenapa hal tersebut bisa terjadi.

Menurutnya, keputusan BPIP No. 35 tersebut menghilangkan poin “Ciput warna hitam (untuk putri berhijab)“ yang dicantumkan dalam aturan sebelumnya, yaitu Peraturan BPIP No 3 Tahun 2022 (bbc.com, 16/8/2024).

Menyikapi polemik di atas, dilansir dari tintaSiyasi.id (15/8/2024) Ahli Fikih Islam K.H. Muhammad Shiddiq Al-Jawi, M.Si. menjelaskan, memaksa Paskibraka putri 2024 lepas hijab dikhawatirkan meniru cara komunis.

Ia menegaskan bahwa peraturan yang mengharuskan pencopotan hijab (kerudung) tersebut bertentangan dengan ajaran Islam. Islam telah mengharamkan Muslim baik laki-laki maupun perempuan untuk membuka aurat (kasyful ‘aurat), antara lain berdasar hadis:
 
عَنْ جَباَّرِ ابْنِ صَخْر رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قاَلَ: سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: إِناَّ نُهِيْناَ أَنْ تُرَى عَوْراَتُناَ .أخرجه الحاكم (3 / 222 - 223) والبيهقي في شعب الإيمان (2 / 465 / 1) وصححه الشيخ الألباني في سلسلة الأحاديث الصحيحة برقم 2763
 
Dari Jabbar bin Shakhr RA, dia berkata, “Aku telah mendengar Nabi SAW. bersabda, 'Sesungguhnya kita telah dilarang untuk menampakkan aurat-aurat kita.”
 
(HR. Al-Hakim [Al-Mustadrak, 3/222-223], dan Al-Baihaqi [Syu’abul Iman, 1/465/2], dan hadis ini adalah hadis shahih menurut Syekh Nashiruddin Al-Albani dalam kitabnya Silsilah Al-Ahādīts Al-Shahīhah, nomor 2763).

Memang, keputusan BPIP mencopot jilbab sukses menghebohkan banyak pihak. Pasalnya, kebijakan berpakaian tersebut berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang membebaskan untuk menggunakan kerudung atau tidak. Bahkan, disinyalir keputusan tersebut menegaskan bahwa itu merupakan gerakan Islamofobia yang harus dilawan.

Hadirnya kelompok BPIP di lembaga pemerintahan tentu sangat perlu dipertanyakan. Karena menggunakan kerudung bagi setiap Muslimah anggota Paskibraka yang telah baligh adalah kewajiban syar'i. Karena pakaian tersebut dikenakan di hadapan ruang publik dan seluruh tubuh wanita Muslimah adalah aurat, kecuali muka dan telapak tangan.

Apalagi, kerudung bukan masalah khilafiah. Para ulama bersepakat dalam hal menutupnya. Jikapun ada perbedaan pendapat, maka perbedaan tersebut hanya seputar batasan dari aurat, seperti batasan tangan dan kaki, serta wajib atau tidaknya menutup wajah. 

Tetapi, dalam hal menutup kepala dengan mengenakan kerudung (hijab), para ulama tidak berbeda pendapat dan dalilnya jelas dalam Al-Qur'an An-Nur surah 31, 

“Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya"

Meskipun BPIP berdalih bukan pemaksaan, karena telah ada penandatanganan kesepakatan untuk mengenakan pakaian dan atribut yang distandarisasi, namun aturan tersebut sejatinya merupakan aturan yang bertentangan dengan hukum Allah SWT. Karena menggunakan pakaian selain yang disyariatkan adalah kemaksiatan dan haram hukumnya taat kepada kemaksiatan. 

Islam telah mengharamkan untuk menaati setiap perintah yang mengajak kepada maksiat, yaitu meninggalkan yang wajib atau melakukan yang haram. 

Rasulullah SAW bersabda, “Wajib atas Muslim mendengar dan menaati (pemimpinnya), pada apa-apa yang ia senangi atau yang ia benci, selama ia tidak diperintahkan melakukan maksiat. Jika ia diperintahkan melakukan maksiat, maka tidak boleh mendengar dan menaati (pemimpin)” (HR. Al-Bukhari, 1744; Muslim, 1839; Abu Dawud, 2626; Tirmidzi, 1707; An-Nasa`I, 7/160; Ibnu Majah, 2864. Hadits sahih).

Mirisnya, para pemegang kekuasaan seringkali mengatakan bahwa aturan yang mereka buat berasaskan konstitusi dan UUD 1945. Nyatanya, mereka sendirilah yang melanggar peraturan tersebut. 

Pasalnya, secara konstitusi penggunaan kerudung bagi setiap Muslimah warga negara Indonesia tidak terkecuali Muslimah anggota Paskibraka adalah hak konstitusional setiap warga negara sebagaimana diatur dan dijamin dalam konstitusi pasal 29 UUD 1945, namun yang paling dikritisi di sini adalah sifat islamofobia yang sistematis yang ditunjukkan oleh pemerintah.

Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan meski bertentangan dengan konstitusi yang mereka yakini justru mengarah pada upaya mengkriminalisasi ajaran dan keyakinan umat Islam. 

Secara tidak langsung BPIP telah menunjukkan jati dirinya melalui pakaian Paskibraka ini bahwa dia adalah lembaga yang berasaskan sekularisme, yaitu paham yang memisahkan aturan agama dari kehidupan. 

Adanya lembaga pemerintah yang sekuler adalah buah dari negara yang juga berasas sekuler. Harus diakui bahwa negeri ini meski mayoritas Muslim, tetapi aturan-aturan yang diberlakukan bersumber dari akal manusia atau sekuler. 

Aturan Allah SWT sebagai pencipta dan pengatur kehidupan sama sekali tidak dipertimbangkan dalam membuat aturan dan kebijakan. Alhasil, kita akan terus mendapati aturan yang bertentangan dengan Islam selama sekularisme sebagai asas kapitalisme masih diberlakukan di negeri ini. []


Oleh: Nabila Zidane
(Jurnalis)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar