Topswara.com -- Kementerian Koperasi dan UKM menyampaikan gempuran produk impor tekstil ilegal senilai puluhan triliun rupiah merupakan alarm bahaya industri tekstil dalam negeri, termasuk pelaku usaha kecil menengah (UKM). Bahkan hal tersebut dinilai sebagai persoalan yang sudah menjadi perhatian lama.
Kemenkop UKM mencatat banyak produk impor China masuk ke Indonesia yang tidak semuanya tercatat. Plt. Deputi Bidang UKM Kemenkop UKM, Temmy Setya Permana mengatakan produk impor yang tidak tercatat itu membuat produk UMKM dalam negeri sulit bersaing lantaran produk tersebut masuk tanpa dikenakan bea masuk, sehingga bisa dijual dengan harga yang murah (detik.com, 11/8/2024).
Gempuran produk impor ilegal dari China membuat problem UMKM semakin bertambah. Pasalnya, selama ini mereka bertarung dan berjuang sendiri menghadapi ganasnya korporasi produk Asing bermodal besar yang didukung dengan kehadiran e-commerce yang membanjiri platform bisnis. Itu saja sudah membuat banyak pelaku usaha lokal terancam gulung tikar. Apalagi ditambah dengan gempuran produk tekstil murah ilegal.
Selain harga yang jauh lebih murah, dari segi motif atau model, baju anak impor asal China lebih unggul ketimbang produk lokal. Sebab, baju-baju impor asal China itu memiliki motif dan model yang lebih beragam dan menarik. Sekilas mata memandang, konsumen mungkin seakan terhipnotis untuk membelinya.
Namun, mirisnya baju-baju anak dan bayi itu juga tidak dilabel SNI atau penanda Standar Nasional Indonesia (SNI) dan keterangan metode pencucian di baju-baju tersebut pun berbahasa China. Padahal, pakaian anak dan pakaian bayi termasuk produk yang harus memenuhi SNI alias berlaku SNI Wajib, yaitu SNI yang telah direvisi dan diamandemen dengan SNI 7617:2013.
SNI ini mengatur persyaratan zat warna azo, kadar formaldehida dan kadar logam terekstraksi pada kain. Serta SNI 7617:2013/Amd1:2014 memuat persyaratan zat warna azo, kadar formaldehida dan kadar logam terekstraksi pada kain. Produk tekstil ini diwajibkan mengantongi Sertifikat Produk Penggunaan Tanda SNI.
Hal ini membuktikan tidak ada perlindungan dan negara terhadap produk dalam negeri. Atas nama perdagangan bebas, Indonesia membuka keran impor sebesar-besarnya tanpa peraturan ketat dan standar untuk kualitas dan keamanan produk.
Alhasil, China dengan leluasa memasarkan produk-produk dalam negerinya ke Indonesia yang sangat potensial. Pasalnya jumlah penduduk Indonesia terus tumbuh dengan karakter masyarakat yang konsumtif.
Di sisi lain, hal ini merupakan konsekuensi berlakunya sistem ekonomi kapitalisme di negeri ini, yakni peran penguasa sebagai pengayom dan pelindung bagi rakyatnya sangat minim bahkan telah hilang.
Alhasil terkait perdagangan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah hanya sekadar mempertemukan penjual dan pembeli hingga melakukan impor dalam jumlah besar.
Negara mengabaikan upaya memberi dukungan pada produsen dan pedagang yang mampu mengoptimalkan pengadaan produk dalam negeri tanpa harus bergantung pada produk luar negeri. Sebab tanpa menghitung impor produk tekstil ilegal saja negeri ini sudah dibanjiri produk tekstil dari sektor legal.
Perdagangan bebas disertai hilangnya perlindungan dari negara setelah nyata menjadi buah penerapan sistem kapitalisme di negeri ini. Jika memang negara memang serius berpihak kepada kepentingan rakyat, sudah selayaknya meninggalkan politik ekonomi kapitalisme liberalnya. Bukan seolah-olah mendukung UMKM, tetapi membiarkan mereka bersaing dengan korporasi kapitalis.
Cara Islam Melindungi UMKM
Dalam sistem Islam, yakni khilafah fungsi negara sebagai raain atau pengurus urusan rakyat akan berjalan secara optimal. Negara menerapkan sistem ekonomi Islam termasuk pengaturan dalam industri perdagangan dalam negeri maupun luar negeri.
Adapun mekanisme Islam mengatur perdagangan dalam dan luar negeri.
Pertama, negara tidak akan menjadikan UMKM sebagai sumber perekonomian. Akan tetapi, justru menjadikan industri strategis sebagai fondasi seluruh kebijakan negara di bidang industri, seperti industri alat berat, bahan baku, dan bahan bakar. Dari keberadaan industri inilah akan dapat menyerap tenaga kerja lebih banyak ketimbang UMKM.
Negara sendirilah yang mengelola dan mengatur kekayaan alam milik umum, seperti tambang batubara, minyak bumi, gas alam, dan lain-lain kemudian mengembalikan hasilnya kepada rakyat. Dari pengelolaan SDA ini saja, negara sudah mendapatkan sumber pemasukan yang sangat besar.
Kedua, dalam buku Politik Ekonomi Islam karya Abdurrahman al-Maliki dijelaskan bawa aktivitas perdagangan adalah jual beli. Hukum-hukum terkait jual beli adalah hukum-hukum tentang pemilik harta, bukan hukum tentang harta. Status hukum komoditas atau perdagangan bergantung pada pedagangnya, apakah ia warga negara khilafah ataukah negara kufur.
Setiap orang yang memiliki kewarganegaraan khilafah adalah warga negara, baik dia Muslim ataukah kafir dzimmi. Pasalnya, khilafah akan memberikan pelayanan dan pengurusan rakyat dengan syarat bahwa individu tersebut berstatus sebagai warga negara
Ketiga, setiap pedagang yang merupakan warga negara boleh melakukan perdagangan di dalam negeri. Namun dalam bermuamalah, mereka harus tetap terikat syariat Islam, seperti larangan menjual barang haram, melakukan penimbunan, kecurangan, pematokan harga, dan lain sebagainya.
Keempat, pedagang yang merupakan warga negara boleh melakukan perdagangan luar negeri atau melakukan ekspor impor. Namun, jika ada komoditas ekspor impor yang berdampak buruk atau membawa mudarat bagi rakyat, maka komoditas ini saja yang akan dilarang oleh negara.
Kelima, khilafah akan memberlakukan cukai yang sepadan pada negara kafir yang juga menarik cukai atas perdagangan Khilafah. Penarikan cukai tidak berlaku bagi pedagang berwarga negara Khilafah pada komoditas ekspor impor halal yang mereka lakukan.
Negara melarang komoditas impor barang haram atau barang yang menimbulkan mudharat bagi masyarakat. Negara akan melakukan pengawasan ketat di perbatasan. Pejabat dalam khilafah adalah pejabat yang amanah, sehingga dapat menutup celah masuknya barang impor yang tidak sesuai dengan syariat.
Jika hal tersebut terjadi, maka negara akan memberikan sanksi ta'zir bagi pedagang luar negeri dan pejabat yang meloloskan barang tersebut. Sanksi tersebut bersifat tegas dan menjerakan pelaku.
Demikianlah, atas dasar keimanan dan ketakwaan, khilafah tidak akan membiarkan rakyat menghidupi kebutuhannya dengan berjuang sendiri melawan korporasi besar. Namun, negara memberikan pelayanan dan berbagai kemudahan agar mereka dapat memenuhi dan mewujudkan kesejahteraan hidup. []
Oleh: Nabila Zidane
(Jurnalis)
0 Komentar