Topswara.com -- Betapa kagetnya masyarakat Indonesia dengan adanya kenaikan harga MinyaKita. Kenaikan harga minyakita dari Rp 14.000 menjadi Rp 15.700 per liter. Kenaikan ini diumumkan oleh Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan dalam Surat Edaran dengan Nomor 03 Tahun 2023 tentang Pedoman Penjualan Minyak Goreng Rakyat.
Dalam hal ini, pakar ekonomi dan pakar kebijakan publik Achmad Nur Hidayat menanggapi mengenai kenaikan harga MinyaKita menjadi Rp.15.700 per liter. Merasa sangat heran dan merasa tidak masuk akal atas alasan Kemendag dengan harga eceran minyak goreng yang harus disesuaikan dengan biaya produksi yang terus naik dan fluktuasi nilai tukar rupiah. (Liputan6.com 20/07/24).
Kenaikan HET minyak goreng juga akan berdampak pada masalah baru di masyarakat, terutama pengusaha-pengusaha kecil di bidang kuliner, minyak goreng merupakan kebutuhan pokok masyarakat, terutama bagi warung-warung kecil penjual makanan, ataupun UMKM makanan ringan yang juga harus menggunakan minyak goreng setiap harinya.
Tentu ini akan memaksa mereka menaikan harga jualnya, mengurangi volume penjualan, pastinya ini mengancam keberlangsungan usaha masyarakat.
Di balik kenaikan HET minyak goreng, kebijakan ini tidak bisa di terapkan di saat kondisi masyarakat sedang lemah dalam masalah kuangan, dalam suasana ekonomi yang terus melemah masyarakat justru harus punya dukungan dan dorongan untuk mengatasi kelemahan dan kelesuan ekonomi saat ini.
Oleh karena itu, kebijakan ini perlu dikaji kembali, pemerintah harus peduli jangan mengabaikan penderitaan masyarakat saat ini.
Tentunya kebijakan ini membuat rakyat Indonesia menjerit karena dinilai sangat memberatkan. Kenaikan berbagai harga kebutuhan hidup dibarengi kenaikan minyakkita sungguh menjadikan masyarakat semakin berat menghadapi kehidupan.
Pemerintah seharusnya lebih peduli kepada nasib rakyat, bukan sebaliknya, pemerintah sangat-sangat peduli kepda para pemilik modal, mereka di fasilitasi menanamkan modal dan mengelola SDA (sumber daya alam) mengapa ini terjadi?
Pemerintah bekerjasama dengan swasta sebagai pemilik modal untuk mengelola minyak sawit, pemerintah menyerahkan sepenuhnya pengelolaannya kepada swasta, dan pemerintah sendiri hanya bertindak sebagai regulator saja, ini sangat wajar karena kita hidup dalam sistem yang bukan dari sang pencipta kita, kita hidup dalam sistem kapitalisme sekularisme, dimana segala sesuatu di nilai dengan materi semata, dan tidak berpihak pada kemaslahatan rakyat.
Inilah bukti kegagalan negara dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadap minyak goreng yang murah dan berkualitas yang merupakan cerminan gagalnya tata kelola kekuasaan yang berlandaskan kapitalisme neoliberalisme.
Pemerintah hadir hanya sebatas regulator dan fasilitator, gagal mengambil tanggung jawab seutuhnya dalam pengurusan masyarakatnya. Inilah akibat negara yang menganut ideologi kapitalisme yang menempatkan pemilik modal menguasai rantai usaha dari hulu ke hilir.
Tentunya semua ini tidak bisa dibiarkan begitu saja, kita membutuhkan solusi yang mampu menyelesaikan persoalan ini secara menyeluruh. Dan solusi ini tentunya harus keluar dari pengaturan ideologi yang rusak dan merusak yaitu kapitalisme dan beralih pada ideologi shahih yaitu Islam.
Dalam Islam kita bisa temukan ada pengaturan sistem politik ekonomi islam. Dimana negara benar benar memastikan seluruh warga nya terpenuhi kebutuhan pokoknya dengan mudah dan murah.
Sudah seharusnyalah negara bertanggung jawab penuh dalam memenuhi kebutuhan primer (pangan, sandang, papan) sehingga sangat memperhatikan segala sesuatu kebutuhan rakyatnya, negara akan memperbanyak produksi sekaligus memiliki konsep bagaimana cara mendistribusikan hasil produksi ini sampai ke masyarakat karena negara hadir sebagai pelayan dan pelindung masyarakatnya bukan sebagai regulator dan fasilitator.
Negara wajib mengurus urusan rakyatnya bukan malah membebani dengan berbagai himpitan pemenuhan kebutuhan hidupnya. Kesejahteraan masyarakat harus benar-benar diperhatikan karena semua kebijakan-kebijakan negara akan senantiasa dipertanggunhjawabkan dihadapan Allah swt.
Tidak menjadikan kebijakan-kebijakan negara hanya menguntungkan segelintir orang dan merugikan yang lainnya tetapi harus benar-benar menjadi solusi atas beban kehidupan rakyatnya.
Dalam negara Islam yang disebut negara khilafah maka akan menetapkan kebijakan untuk rakyat dapat menjalankan kewajiban yang telah ditetapkan Allah dan Rasul-Nya, yaitu untuk mewujudkan pengurusan dan pelayanan yang benar dan tepat terhadap segala urusan rakyat. Yaitu dengan menjalankan seluruh aturan Islam secara menyeluruh, termasuk pengurusan pangan.
Pada aspek stabilisasi harga, negara mengambil peranan dalam menjamin rantai distribusi yang terbentuk steril dari berbagai praktik distorsi seperti penimbunan, kartel, penipuan, dan sebagainya. Negara akan melakukan pengawasan ketat terhadap semua kebijakan yang diberlakukan sehingga tidak terjadi praktik yang bisa merugikan siapa pun.
Jika lonjakan harga terjadi maka akan negara harus menyelesaikan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi sehingga ketidakadilan pasar pada seluruh rantai tata niaga dan menyuplai barang mengalami stabilisasi harga secara alami.
Negara khilafah tidak boleh melakukan kebijakan pematokan harga atau tas’ir karena merupakan hal yang diharamkan oleh Rasulullah SAW. berdasarkan hadis riwayat Ahmad, Hakim, dan Baihaqi,
‘Siapa saja yang melakukan intervensi pada sesuatu dari harga-harga kaum muslim untuk menaikkan harga atas mereka, maka adalah hak bagi Allah untuk mendudukkannya dengan tempat duduk dari api pada hari kiamat kelak."
Karenanya hanya sistem Islamlah yang mampu menyelesaikan semua problematika kehidupan. Yakni bersumber dari Al-Qur’an dan As Sunnah yang berasal dari Allah SWT.
Oleh karena itu marilah ubah kehidupan rusak ini dengan menerapkan aturan Islam secara sempurna dalam bingkai Daulah Khilafah Islam.
Wallahualam Bisshawab.
Eli Yuliana
Aktivis Muslimah
0 Komentar