Topswara.com -- Industri tekstil kian terpuruk. Di tengah badai PHK yang kian memburuk, produktivitas industri pun kian memprihatinkan. INDEF, Institute for Development of Economics and Finance menilai pemerintah enggan mengambil risiko besar untuk menyelamatkan industri tekstil dalam negeri.
Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi INDEF Andry Satrio Nugroho awalnya menyoroti sistem kerja industri tekstil dan industri pakaian jadi di dalam negeri yang terpuruk.
Andy menilai pemerintah lebih memprioritaskan industri hilirisasi di bidang pertambangan ketimbang mengurusi industri tekstil dan industri pakaian jadi di Indonesia (cnnindonesia.com, 9/8/2024). Padahal faktanya, keadaan industri tekstil kian buruk dari waktu ke waktu.
Di saat badai industri tekstil terus berkecamuk, produk-produk Cina justru deras membanjiri pasar dalam negeri. Tengok saja di Pusat Grosir Tanah Abang, Jakarta. Kios-kios para pedagang tampak memajang baju-baju impor Cina (cnbcindonesia.com, 10/8/2024).
Parahnya lagi, produk-produk ini tanpa dilengkapi label SNI (Standar Nasional Indonesia). Padahal jika merujuk regulasi negara, pakaian anak termasuk salah satu produk yang wajib memenuhi SNI. Harga yang ditawarkan pun cukup menggiurkan, dan terkategori murah. Wajar saja, jika baju-baju impor ini laris manis di pasaran.
Akibat Liberalisasi
Banjir pakaian impor Cina terus terjadi, bahkan dengan kualitas rendah. Impor illegal juga masih terus terjadi dan kian marak. Di negara Cina, suasana bisnis banyak mendapatkan dukungan dan subsidi negara. Dengan teknologi dan permodalan yang mendapatkan dukungan penuh dari negaranya. Sehingga ekspansi bisnisnya pun mudah melanglang buana.
Berbeda faktanya dengan negeri ini. Saat industri tekstil dalam negeri terus memburuk, banyak perusahaan tutup, dan marak terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK), namu negara seolah angkat tangan. Tidak berdaya dalam mengatasi badai masalah yang terjadi di industri tekstil.
Kenyataan yang kini terjadi merupakan hasil diterapkannya CAFTA (China Asean Free Trade Area) yang disepakati pada tahun 2012. Kebijakan kerjasama perdagangan tersebut mengakibatkan kondisi pasar yang buruk di dalam negeri karena hanya menguntungkan Cina, negara yang menyetir perdagangan, dan tidak memperhatikan pihak lain. Betapa buruknya produk liberalisasi perdagangan ala sistem ekonomi kapitalisme.
Liberalisasi perdagangan akan mematikan industri dan perdagangan dalam negeri ketika negara yang dituju tidak berdaya dan belum siap menghadapi derasnya arus perdagangan bebas.
Sementara, produk Cina mendapatkan dukungan besar dari negaranya, dengan modal dan teknologi mutakhir, khususnya dalam industri manufaktur sehingga dapat menekan biaya produksi.
Di sisi lain, kondisi buruk yang kini menerpa industri dalam negeri menunjukkan bahwa negeri ini tidak memiliki kemandirian dan kekuatan ekonomi. Negeri ini pun akhirnya tidak memiliki pilihan dan harus bergantung pada produksi negara lain.
Ketergantungan inilah yang menjadi pintu penjajahan secara ekonomi. Alhasil, negeri ini tercipta sebagai negara yang manut pada setir asing. Buruknya kondisi ekonomi dalam pengurusan kapitalisme liberal. Negara tidak memiliki kekuatan menguatkan roda ekonomi dalam negeri.
Negeri ini hanya mampu berfungsi sebagai regulator yang tidak bisa mandiri menjaga kemandirian perekonomian dalam negeri. Dengan keadaan yang semakin memburuk, rakyat makin terpuruk karena badai PHK kian mengoyak masa depan rakyat.
Tata kelola ekonomi yang buruk akan melemahkan kedaulatan negara sehingga sektor ekonomi pun dengan mudahnya dikendalikan pihak asing dan aseng yang ego pada setiap kepentingannya.
Tata Kelola Ekonomi Islam
Sistem Islam mempunyai mekanisme pengaturan strategis yang khas dalam tata kelola ekonomi. Segala bentuk kebijakan ditetapkan untuk menjaga kepentingan rakyat. Salah satunya adalah dengan menetapkan strategi untuk memperkuat sektor ekonomi mandiri. Menyoal hal tersebut, negara memiliki ketetapan bijak yang mengatur hubungannya dengan luar negeri, termasuk dalam sektor ekonomi.
Dalam sistem Islam, negara diposisikan sebagai raa'in (pemelihara) sekaligus junnah (perisai) bagi umat.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW.,
"Imam adalah ra'in (pengurus) dan ia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya" (HR. Al Bukhari)
Negara Islam menjalin hubungan luar negeri dengan strategi yang menyandarkan pada kepentingan rakyat. Hubungan perdagangan luar negeri ditetapkan dalam kerangka yang senantiasa mengutamakan perlindungan industri atau dunia usaha rakyat.
Negara memiliki regulasi tegas dan jelas terkait urusan perindustrian dan usaha yang mendukung untuk perekonomian yang aman untuk rakyat. Dalam strategi ini, industri dalam negeri dijamin kokoh dan kuat dengan lindungan negara yang nenyeluruh.
Negara juga akan membuat kebijakan terkait jaminan kesejahteraan rakyat. Konsep inilah yang akan menjaga ekonomi dan daya beli masyarakat. Edukasi terkait konsumsi pun menjadi mekanisme khusus yang terus disampaikan di tengah masyarakat. Tujuannya agar rakyat mampu mengendalikan dan mengutamakan kebutuhan daripada keinginan.
Dengan paradigma yang amanah dan bijaksana, kesejahteraan rakyat terjaga dalam kerangka sistem yang shahih. Inilah sistem Islam dalam institusi khilafah. Satu-satunya wadah yang menerapkan syariat Islam menyeluruh dan sempurna demi menjaga kesejahteraan rakyat. Ekonomi rakyat tangguh dan mandiri. Kesejahteraan pun mampu terwujud dalam dekapan sistem yang tangguh.
Wallahu'alam bisshawab.
Oleh: Yuke Octavianty
Forum Literasi Muslimah Bogor
0 Komentar