Topswara.com -- Wakil Kepala Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Medan Ajun Komisaris Madya Yustadi mengatakan bahwa telah diringkus empat perempuan (MT 55 tahun, YU 56 tahun, NJ 40 tahun SS -selaku ibu kandung- 27 tahun) yang terlibat jual beli bayi seharga Rp 20 juta di Kabupaten Deli, Serdang, Sumatera Utara.
Keempat orang ini ditangkap atas perannya sebagai penjual, pembeli, dan perantara. Kasus terungkap berawal dari informasi masyarakat bahwa ada rencana transaksi bayi yang baru dilahirkan di sebuah rumah sakit di Kecamatan Percutseituan pada 6 Agustus 2024.
Si ibu mengaku menjual bayinya karena alasan ekonomi. Keempat tersangka dikenakan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara. (metro.tempo.co/16/8/2024)
Anak adalah anugerah dari sang Pencipta. Diberikan kepada siapa saja yang dikehendakiNya. Dari mengandung hingga melahirkan bukan perkara yang mudah. Rentang waktu bayi dalam kandungan biasanya telah membentuk ikatan kasih sayang antara ibu dan anak.
Saat anak itu lahir ke dunia, betapa bahagia perasaan ibu melihat buah hatinya yang lucu. Muncul perasaan sayang, ingin melindungi, menjaga sebaik mungkin. Jika ada yang ingin menyakiti atau pun mengambil buah hatinya, pastilah sang ibu akan merasa sangat sedih, berurai air mata. Itu gambaran normalnya menjadi seorang ibu.
Tampaknya hari ini sudah mulai bergeser. Naluri ibu berangsur-angsur mulai pupus. Mati. Ada yang tega menjual bayinya. Ada pula yang tega membunuh bayinya. Alasannya sama, faktor ekonomi. Astaghfirullah.
Hilangnya naluri keibuan ini tidak muncul begitu saja. Tidak ada asap kalau tidak ada api. Segala sesuatu pasti ada penyebabnya. Ekonomi adalah salah satu sebab dari sebab-sebab itu. Kondisi perekonomian yang sulit saat ini sedang dirasakan oleh mayoritas penduduk.
Demi bertahan hidup, masing-masing orang mempertaruhkan apa saja yang dimilikinya. Tidak lagi melihat halal atau haram. Entah jualan barang-barang di rumahnya, jualan bayi, bahkan jualan dirinya sendiri. Na'udzubillah. Hilang sudah harga diri dan kehormatan umat. Semoga saja iman yang tersisa tak ikut sirna ditengah ganasnya persaingan hidup.
Makin kesini makin kesana. Keadaan umat sedang tidak baik-baik saja. Keadaan negeri juga makin ngeri. Kerusakan demi kerusakan makin tampak jelas. Rakyat seperti hidup sendiri-sendiri. Membiayai kebutuhan hidup sendiri. Lalu apa gunanya sebuah negara dengan segala aturannya berdiri?
Para elit politik hanya mementingkan urusan masing-masing. Mana peduli dengan wong cilik. Mereka yang habiskan duit rakyat, memperkaya diri dengan korupsi, bikin aturan sesuka hati. Kalau kas negara kosong perlu diisi, rakyatnya dicari-cari. Tagih pajak kesana-kemari. Sungguh tidak tahu diri.
Begitulah wajah demokrasi. Sistem yang cacat dari lahir. Memaksakan diri untuk terus diterapkan. Tak heran jika hanya oligarki yang diuntungkan. Rakyat mengkritik dibungkam. Organisasi besar mengkritik dikasih tambang. Muluslah jalan para pemangku kebijakan. Hidup rakyat? Masih banyak dalam kemiskinan dan kemelaratan. Terjerat pinjol dan judol. Perzinahan, perselingkuhan, hingga perceraian. Jauh dari gambaran kesejahteraan.
Sudah saatnya untuk bertaubat. Kembali pada aturan yang membawa rahmat. Kapitalisme telah usai dan usang. Tidak layak diterapkan. Tiba giliran sistem Islam. Mengatur segala urusan kehidupan. Mengalirlah keberkahan dari Tuhan seluruh alam.
Wallahua'lam bishshawab.
Oleh: Iliyyun Novifana, S.Si.
Aktivis Muslimah
0 Komentar